Tiga puluh dua

149 43 1
                                    

Hampir aka lupa hari ini update maaf T^T

Sejauh ini kalian kapal siapa di cerita Netherland?

Jangan lupa jejaknya yaa ^^
---

"Jadi umurku berapa lama lagi?"

Jayden menatap temannya dengan seksama lalu berdecak. Dihadapan Jayden itu ada Dereck dan Lami yang sedang memberikan obat obatan herbal kepada temannya itu, ya siapa lagi kalau bukan William.

Teman idiot nya itu sangat konyol. William rela berjalan jauh ke Chinese wijk dengan berjalan kaki, menahan rasa sakit, tidak meminum obat. Jayden ingin sekali meninju wajah William agar sadar. Apalagi menanyakan hal itu dengan ringan.

"Kamu bangga umurmu sebentar lagi?" Tanya Jayden membuat William terkekeh.

Dirinya mengambil sebuah mainan kayu didekatnya lalu melempar kearah kepala temannya itu. "Maak je een grapje?" Tanya Jayden dengan mata membelak, sungguh temannya bercanda tidak tau tempat.

(Apakah kamu bercanda?)

Tapi teman bodohnya ini malah tergelak. Bahkan Lami diam diam mengangkat tangannya, membuat aba aba untuk melempar nampan alumunium ditangannya ke wajah temannya itu.

"Aku tidak ingin mengatakannya." Jawab Dereck lalu membereskan perlengkapan kedokterannya lalu keluar dari ruangan diikuti oleh Lami.

Di ruangan ini hanya menyisakan dirinya dan William yang masih terkekeh. Jayden yakin kalau sebenarnya temannya ini memang wajib datang ke gereja untuk diadakan acara pengusiran roh halus.

Dirinya memilih untuk menarik kursi dan duduk disamping tempat tidur temannya itu. Jayden sebenarnya sangat prihatin dengan William, dirinya berteman dengan pemuda itu sejak kecil, dirinya tau masalah keluarga bahkan permasalahan temannya yang sedang bergulad dengan diri sendiri itu.

"Jangan coba coba beritau Ayu." Kata William.

"Aku tidak mengenalnya, jadi untuk apa?" Tanya Jayden.

"Jangan beritau Louise." Tambah William.

"Ya."

"Jangan beritau Andi."

"Untuk apa? Bahkan dia tidak peduli denganmu."

"Ya juga, tidak ada yang peduli denganku." Kata William sambil meringis.

"Sebenarnya ada apa denganmu?" Tanya Jayden.

"Mama ingin menghancurkan Andi, dia akan memaksaku untuk menjadi pemimpin, kamu tau aku." Jawab William.

Jayden hanya terdiam ditempat duduknya, menyaksikan temannya berceloteh dengan cerita yang sudah pernah dirinya dengar ratusan kali. Bagaimanapun juga temannya ini sedang membutuhkannya.

"Bicara tentang Louise, bagaimana hubunganmu dengannya?" Tanya William.

"Aku sedang membangun relasi yang baik dengannya, mengertikan? Aku sedang mengeratkan hubungan agar-

"Jayden, kamu ingin menikah dengannya?" Tanya William membuat Jayden mengangguk dengan tatapan aneh.

"Kenapa memangnya?" Balas Jayden.

"Dia mencintai Andi, kamu tidak sadar?"

"Dia menyukai siapapun itu bukan urusanku, Will. Dia perlu waktu, aku yakin." Jawabannya tanpa ragu sedikitpun.

William tampak terdiam lagi. Jayden tidak tau kenapa pemuda itu lebih diam dan lebih menyebalkan, apa efek dari cekikan Louise akhir pekan lalu? Atau efek dari ocehan Lami karena pemuda itu memecahkan keramik cantik buatan keluarha Huang yang baru dikirim tiga hari yang lalu? Entah, temannya semakin sulit ditebak.

"Kalau aku meninggal, apa kamu ingin menjaga Ayu sampai bangkit lagi?" Tanya William.

"Jangan gila."

"Aku mencintainya. Kalau aku sudah tidak ada pastikan dia dapat laki laki yang baik, seorang pribumi yang pantas." Kata William.

Jayden melempar lagi tumpukan surat surat didekatnya tepat ke wajah William. "Kamu akan menikah dengannya, dia tidak akan kehilanganmu. Jangan menyerah seperti itu idiot." Kata Jayden.

"Aku ingin tidur."

"Awas kalau tidak bangun, aku pamit." Kata Jayden lalu meninggalkan ruangan itu.

***

Jayden mengetuk pintu rumah didepannya. Entahlah, dirinya tidak paham kenapa kakinya membawanya berdiri didepan rumah Godilieve. Ini ketukan yang kesekian kalinya, dan tidak ada yang membuka atau sekedar memberinya masuk.

Ladang belakang rumah mereka disibukan oleh banyak budak yang bekerja paksa. Tidak jauh beda dengan keadaan rumahnya, sebenarnya dirinya tidak terlalu suka dengan kekerasaan.

Kalau ada petisi untuk mengehentikan tanam paksa dan usianya sudah cukup 21 tahun, mungkin Jayden akan menjadi nomor satu yang akan menandatangani petisi itu sebanyak seratus halaman untuk menghentikan kerja paksa ini.

Kakinya sudah pegal, dirinya memutuskan untuk berbalik dan menyaksikan peristiwa yang seharusnya tidak dirinya lihat.

Andi dan Louise berjalan bersama, berbicara sambil diselingi tawa. Hal yang tidak pernah dirinya dan Louise lakukan selama ini. Selama ini dirinya hanya menjadi pendaming Louise ketika ada pertemuan pertemuan tertentu, sisanya dirinya hanya sebatas teman.

"Jayden?" Tanya Louise sambil tersenyum ramah kepadanya, tangannya masih menggenggam tangan Andi.

"Hai, Louise. Aku tidak tau kamu pergi." Balas Jayden kaku.

"Aku ke chinese wijk tadi. Lain kali kamu harus kesana, disana banyak sekali buah tangan bagus." Kata Louise.

"Ya." Jawabnya, "sebaiknya aku pulang sebelum Cornelius dan Beatrix mencariku." Pamit Jayden lalu melewati Louise.

Dirinya enggan untuk menoleh kebelakang. Dirinya sangat yakin kalau gadis itu akan mengajak Andi masuk kedalam rumah, lalu makab malam bersama tanpa ada tuan dan nyonya Godilieve.

Tap!

Jayden menoleh, melihat Louise menarik tangannya. "Makan malam? Aku bisa membuatkanmu roti, telur, dan keju untuk makan malam." Tawar Louise sambil tersenyum.

"Aku akan segera pulang." Kata Jayden.

Dirinya baru menyadari kalau Andi sudah tidak ada, mungkin pulang. Atau ini semata mata hanya permintaan dari pemuda itu untuk Louise mengajaknya makan malam, ya, Jayden bisa melihat tatapan palsu dari mata Louise saat ini.

"Kamu serius?" Tanya Louise.

"Ya, Louise maaf mengganggu malammu dengan Andi." Jawab Jayden.

"Kamu tau Jay? Tatapanmu menyiratkan kekecewaan"

"Kecewa karena aku harus pulang." Alibi Jayden lalu melangkah pergi.

NETHERLAND, 1860 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang