Tiga belas

177 44 1
                                    

Double update deh ehehehe, soalnya cerita ini kayaknya complex dan panjang banget, jadi nguber waktu ehehe

Jangan lupa vote sama comment ya 💚💚💚
----

Aya hanya berdiri ditaman, mendengar seratus satu ejekan dari pemuda kurang kerjaan di hadapannya. Siapa lagi kalau bukan William? Rasanya ingin sekali Aya menyumpal mulut pemuda itu dengan rumput agar pemuda itu menjadi kembaran kambing. Seandainya sebelum terlempar kesini Aya membawa ponsel dan earphone nya pasti dirinya akan memakainya seharian, dan sudah dipastikan juga dirinya tidak akan jatuh cinta dengan cara aneh seperti ini.

Sekarang Aya hanya berkutat dengan buku Max Havelaar dan ocehan William sekaligus mencerna perkataan ibunya waktu pertama kali datang kesini. Siapa itu Dereck? Apa Louise sangat dekat dengan pemuda itu? Aya tidak tau kemana dirinya harus bercerita tentang pengalaman aneh ini. Rasanya setelah kejadian Andi tadi, Aya semakin ingin pulang.

Aya ingin memeluk kasur dan adiknya lagi sampai di rumah. Pasti keluarganya sedang mencarinya, mungkin saking paniknya nanti di Jakarta banyak wajahnya tertempel di jalan jalan dan tiang listrik dengan kata orang hilang.

"Louise jadi kutu buku, hebat!" Seru William membuat Aya tidak bisa menahannya lagi, dirinya berdiri.

"Uh, Louise marah." Cemooh William membuat Aya menarik kerah baju pemuda itu lalu menendang selangkangannya membuat William berguling dibawahnya.

"Aku bilang diam ya diam." Kecam Aya.

"Ya maafkan aku! Awh awh awh- tanggung jawab ini sangat sakit." Kata William sambil melompat lompat.

"Aku tidak peduli."

"Aku minta pertanggung jawabanmu."

"Pertanggung jawaban apa? Gue kan gak ngehamilin lo." Balas Aya kesal.

"Hah?"

"Iya." Aya berdecak, sungguh mulutnya tidak terbiasa untuk berkata sebaku ini. Mulutnya gatal sekali ingin berkata kasar dengan bahasa yang dirinya gunakan. "Terserah kamu deh, aku terlalu malas untuk mengulang."

Gak seru amat elah pakai bahasa halus kayak gini. Umpat Aya dalam hati.

"Kamu bicara menggunakan bahasa campuran darimana?" Tanya William sambil menyunggingkan senyum jahilnya.

"Kamu tau ini apa?" Balas Aya menunjukan buku yang dirinya pegang.

"Buku. Buku tebal." Jawab William datar.

"Kalau buku ini terlempar ke kepalamu, mau?"

"Kamu ingin membuatku terkena gagar otak, ya?"

"IYA AGAR MULUTMU DIAM." Bentak Aya kesal.

William tergelak membuat Aya menghela nafasnya dengan kasar. Berbicara dengan manusia idiot seperti William tidak akan pernah selesai, karena otak orang normal dengan otak orang miring sudah tidak bisa di jadikan satu menurut Aya.

Seorang laki laki kurang lebih berusia 20 tahun berjalan menghampiri Aya, menggunakan jas dokter dan kemeja biru sambil memasukan jari jari tangannya ke saku celana agar lebih keren. Aya tidak perlu mendengar alasannya, karena itu sudah jadi alasan basi laki laki aligator di kampusnya. Ah, jadi merindukan teman temannya di kampus, sedang apa mereka.

Aya berpikir jangam jangan pemuda ini adalah orang yang William, Lami, dan orang tuanya sebut. Keluarga dari Benterng William I, orang yang akan menjadi pendampingnya nanti dikehidupan ini. Wajah Aya menjadi pusat pasi, sungguh- usianya disini baru menginjak 16 tahun, dan dirinya belum terima kalau menikah. Di usia aslinya saja dirinya belum punya pasangan masa disini dirinya menikah.

"Wah, kita baru tidak bertemu selama 2 bulan yang lalu Louise. Tatapanmu seperti orang asing saja." Kata pemuda itu membuat William mendengus.

"Tingkah Louise tidak terlalu banyak berubah, broer." Balas William sambil menunjukan gigi giginya, ingin sekali Aya merontokan semua gigi gigi itu.

"Hei, masa kamu melupakan ku!" Seru pemuda itu.

"Ya." Aya mengangkat dagunya. "Ya, aku lupa kamu siapa perkenalan lagi!" Seru Aya segalak mumgkin, ada bagusnya juga jadi anak teater.

"Decker Reasel, dari London datang ke Hindia Belanda untuk menjadi sukarelawan. Siapapun yang bilang aku ini dokter militer akan aku cuci mulutnya menggunakan buah Belladona." Kata Decker.

Aya pura pura membulatkan matanya dan mulutnya, lalu mengangkat bukunya tinggi tinggi untuk memukul pundak pemuda itu. Berterima kasih juga atas insting dirinya yang mudah beradaptasi dengan kebiasaan Louise yang konyol.

"KENAPA KAMU PULANG?! SEHARUSNYA TIDAK HARUS PULANG. BODOH!" Kata Aya menghantamkan buku itu berkali kali, sedangkan William yang berdiri sambil menahan sakit dari selangkangannya bertambah meringis kesakitan karena melihat aksi brutal Aya kepada Decker.

Lalu Aya menghentikan pukulannya dan memeluk Decker seperti saudara jauhnya. Lagipula ini pasti hal lumrah, dan Aya juga mengikuti instingnya lagi. Decker membalas pelukannya seakan pemuda itu adalah kakak kandungnya.

"Aku mau ikut pelukan juga."

Aya dan Decker melonggarkan pelukannya dan memandang William dengan wajah galak. "Tidak, aku alergi dengan orang idiot." Kata Aya membuat Decker tergelak.

"Aku juga alergi dengan orang aneh." Balas William.

"Terserah."

"Louise, aku masih menagih pertanggung jawabanmu. Ini masih sakit, tau tidak?"

"Tidak. Aku tidak tau dan tidak ingin peduli. Terima nasibmu sendiri, Eerens." Ejek Aya.

NETHERLAND, 1860 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang