Empat

348 73 2
                                    

Siapa sangka Louise Caroline yang menyebalkan ini harus menghadiri kekediaman keluarga Hasselt yang sudah ingin dirinya hindari sejak kejadian dua hari yang lalu di sekolah. Anak angkatnya sangat aneh, siapa lagi kalau bukan Lami? Gadis itu sukses membuat Aya tidak tidur selama dua hari, membuat dirinya melewatkan sekolahnya untuk melihat Andi.

Sebenarnya Aya ingin ke sekolah untuk membela orang orang yang senasib dengan pemuda itu. Tapi, entah kenapa pemuda itu menarik perhatiannya. Aya tidak pernah melihat pemuda usia enam belas tahun sesantai itu menghadapi penindasan.

Aya turun dari kereta kudanya, melihat bangunan besar berwarna putih didepannya. Sebenarnya Aya tidak terlalu mengagumi bangunan ini, Aya hanya berpikir apa yang terjadi di tahun 1860 didalam buku sejarah. Mungkin dinding atau atap ini bisa memberi pencerahan kepadanya.

"Ayo Lou. Waktu tidak akan berhenti jika kamu terus menatap tembok dan mematung." Kata nyonya Godilieve membuat Aya mengekor ke keluarga barunya ini.

Aya memilih untuk duduk manis disalah satu sisi kursi, berhadapan dengan Lami yang sedang menyesap tehnya ditengah tengah kakak kakaknya. Menurut Aya keluarga Hasselt ramah, apalagi dengan para inlander yang mengantarnya dan tamu yang tidak Aya kenal. Intinya mereka dari Buitenzorg.

"Masakan buatan inlander tidak pernah mengecewakan." Kata tuan Godilieve sambil menyesap kopinya yang diikuti oleh kekehan tuan Hasselt.

"Buatan kami dan inlander, kami diajari oleh mereka." Kata nyonya Hasselt dengan ramah membuat orang tua Louise - keluarga Aya menatap mereka dengan muak.

"Udah bagus di kasih makanan, bersyukur dikit kek!" Seru Aya dalam hati.

Tiba tiba seorang wanita datang sambil melempar buku khas zaman dulu ke meja lalu duduk sambil menyilangkan kaki disofa. Dibelakangnya diikuti oleh seorang laki laki pasangannya dan anak laki laki seumuran Aya yang Aya duga adalah seorang anaknya, mereka duduk tanpa menunggu basa basi dari keluarga Hasselt. Bahkan, Lami melirik keluarga itu dengan sinis.

Tuan Godilieve berdiri dari tempat duduknya, membungkuk sambil terkekeh kekeh melihat keluarga tadi. Dari perawakannya Aya bisa melihat laki laki itu bangga sekali mempunyai rekan tidak sopan seperti mereka. Aya melihat anak laki laki itu yang menatap kue kering dimeja, sepertinya tidak dibolehkan ambil oleh keluarganya.

Nyonya Hasselt membisikan sesuatu ke telinga Lami membuat gadis itu mengangguk dan meninggalkan ruang tamu dengan jalannya yang elegan. Aya tidak pernah melihat sisi angkuh gadis itu kemarin, kecuali nada suaranya yang seperti pembawa mimpi buruk. Aya lebih memilih berganti melihat buku yang terletak di meja.

"Max Havelaar karya Multatuli." Gumam pelan Aya teringat sesuatu.

"Ya, tentang tuduhan atas perlakuan keji kita ke inlander." Ujar nyonya Godilieve menatap Aya malas.

"Sebutannya adalah buku yang membunuh para kolonialisme." Balas Aya lebih pelan lagi untung saja semuanya tidak mendengar perkataannya.

Tiba tiba muncul seorang pemuda dibelakang Lami menggunakan jas yang sama resmi dengan tuan Hasselt. Bahkan, keluarga Hasselt tampak bangga melihat pemuda itu seakan akan mempunyai sisi Netherland karena dibesarkan olehnya. Hal itu membuat para tamunya termasuk keluarga Louise yang tidak sopan ini terhenyit jijik melihat pemuda itu.

"Andika Surya, anak didik saya yang terakhir sekaligus salah satu penasihat saya. Inlander dermawan yang saya harapkan nantinya dapat menjadi pegawai sipil."

Andi membungkuk lalu duduk di kursi kosong sendiri menatap pertemuan pertemuan yang tidak mengenakan disini. Aya sadar kalau pemuda itu sudah punya rasa ingin membenarkan apa yang dalam buku Max Havelaar, karena dari tatapan Andi lewat buku itu jelas sekali sudah membacanya.

Aya memperhatikan kalung batu mirah yang melingkar di keluarga yang sangat terpandang ini. Anak laki lakinya tidak mempunyai batu mirah yang sama dengan keluarganya, ya mungkin karena anak itu tidak diakui karena wajah konyolnya itu. Aya duga kalau pemuda itu pasti dianggap aib karena sikapnya yang tidak cepat tanggap.

"Senang kalian bisa datang, keluarga Eerens." Kata Andi sambil tersenyum, tangannya memegang dadanya mungkin takut ketahuan kalau dia mengambil batu mirah itu.

Ternyata tidak hanya dirinya yang menyadari keberadaan batu mirah yang tidak dimiliki oleh anak laki laki Eerens itu. Lami juga menatap Andi menatapnya dengan tatapan penuh bertanya, dan berpikir tenyang kalung batu mirah yang dua hari ditunjukan, barangkali?

"Ada yang mengenali kami rupanya, seorang inlander. kamu tau kedudukan kami di Buitenzorg, bukan?" Tanya tuan Eerens membuat sudut bibir Andi berkedut.

"Ahli botani terpandang." Jawab Andi.

Apa yang harus dibanggakan dari ahli botani? Aya sama sekali tidak habis pikir bisa bisanya seorang ahli botani seangkuh ini. Apa tanaman tanaman mengajarkan mereka cara menjadi sombong yang baik dengan benar? Mungkin, keluarga ini berteman dengan tanaman tanaman Hemlock membuat mereka mematikan sama dengan Hemlock sendiri. Aya berpikir, kenapa mereka tidak membuat rundingan saja dengan Nila, Mawar, Rafflesia, atau Kola. Sepertinya tumbuhan tumbuhan itu lebih asik diajak mengobrol daripada manusia, karena keluarga Eerens sama sekali tidak punya sisi manusiawi fari sudut sudut wajahnya.

























To be continues..

HALO, selamat hari minggu!
Apakabar kalian? Maaf ya, akhir akhir ini aku lagi selesain draft cerita ini- dan beberapa lagi sudah mau tamat ehe. Bagaimana dengan chapter ini?

Sekali lagi ini cuma fiksi ya, jangan sampai kebawa ke real 😌.

NETHERLAND, 1860 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang