Sepuluh

236 47 1
                                        

Andi masuk ke dalam rumahnya melihat gubuk tempatnya hidup dengan senyum. Setidaknya rumah ini menjadi tempat pertama kalinya Andi mengenal dunia, dunia yang paling tidak pemaaf, tidak ada keadilan, dan tidak ada yang namanya keadilan. Andi tau dirinya tidak di terima didua tempat, sama seperti Lami.

Beberapa orang mengatakan kalau dirinya mengkhianati kaumnya sendiri karena berlagak seolah dirinya orang Netherland. Tapi, apa orang orang penjajah melihatnya seperti itu? Tidak. Andi tetap seorang pribumi, seorang hina di mata orang orang berambut terang,  mungkin dianggap sebagai kutu atau bisa saja dirinya dianggap seperti pion catur mereka.

Andi menyembunyikan bunga yang dirinya bawa kebalik tubuhnya. Ibunya layak mendapat kejutan yang membahagiakan, cukup kejutan penderitaan ibunya. Sebelumnya Andi bercermin ke kaca dekat bangunan sana, melihat wajahnya agar sebaik mungkin. Tidak peduli dengan wajahnya yang masih lebab sedikit.

"Andi?"

Andi menoleh melihat seorang wanita muda yang menurutnya paling cantik dimuka bumi ini berjalan setengah berlari kearahnya. Keranjang yang wanita itu bawa tidak menghalagi untuk berjalam cepat, atau mungkin rok kebayanya tidak menghalanginya juga. Wanita itu ibunya, ibu Andi satu satunya pelipur lara yang Andi punya.

Tanpa aba aba, wanita itu memeluk Andi. Meraih rambut Andi dengan sedikit berjinjit, mengelus wajahnya lalu mengecup kening Andi dengan penuh kasih. Sedangkan Andi tersenyum kepada ibunya menunjukan mawar merah muda yang dirinya petik, membuat ibunya semakin tersenyum.

"Andi wajah kamu kenapa?" Tanya ibunya sambil menatap wajah anak semata wayangnya itu.

"Tidak apa apa, bu. Andi han-

"Diganggu dengan anak Netherland, ya? Andi, suatu saat kamu akan setara dengan mereka. Terus belajar dengan keluarga Hasselt, ya? Kamu pantas belajar, nak."

"Lalu, ibu?" Tanya Andi.

Ibunya menjawab dengan senyum. "Andi dunia ibu, ingat? Kamu pantas mendapat hak yang tidak bisa ibu beri, kamu pantas menjadi seorang Netherland murni."

"Tapi nyatanya kita pribumi, bu."

"Batu mirah ini bukti." Ibunya menujuk dada Andi. "Bukti kamu akan mendapat hak layaknya manusia, kamu bukan binatang Andi. Jangan pedulikan ibu, ini hidup kamu, hak kamu. Belajar dengan keluarga Hasselt, dan di- Netherland- kan itu masa depan kamu. Ibu hanya bisa memberi izin dan menuntun kamu." Jelas ibunya.

"Tapi tidak tanpa ibu. Andi tidak ingin melupakan asal usul Andi sebagai pribumi, Andi menerima bu terlahir menjadi manusia yang diperlakukan seperti binatang asal ibu ada disisi Andi terus." Balas Andi.

Ibunya tersenyum lalu mengangkat keranjangnya lagi, menaruh bunga mawar dikeranjang tersebut dan berjalan masuk ke rumah. Aba aba Andi untuk mengikuti ibunya masuk.

Andi melihat adanya senapan tergeletak disana, ada pakaian khas tentara kolonial bertebaran disana membuat Andi melihat kepada ibunya. Tangannya mengepal, menahan marah. Andi benci pakaian itu ada dirumahnya, Andi benci ada senapan yang diujung ruangan sana, Andi benci kondisi senonoh yang sangat sering terjadi ini.

Ibunya memberikannya sebuah teh dan nasi yang mulai menguning. Lauknya seperti biasa, tidak perlu disebutkan. Ibunya duduk didepannya, menatapnya agar memakan makanan sisa tersebut membuat Andi hanya menyesap tehnya.

"Orang kolonial itu." Geram Andi.

"Tidak ap-

"Tidak apa apa bagaimana?"

"Andi, ibu tidak apa apa." Ulang ibunya, kali ini dengan penuh penekanan.

"Bohong, ibu sedang berbohong." Kata Andi.

"Tidak. pasti lelah datang sampai rumah dengan berjalan kaki, bukan? Makan Andi, ibu tidak bisa memberikan apa yang keluarga Hasselt beri ke kamu, tapi-

Andi dengan cepat melahap makanannya ke mulutnya menggunakan tangan. Dimulutnya yang penuh Andi menyunggingkan senyum tenang ke ibunya, biasa kalau dirinya lakukan untuk memuji ibunya. Ibunya membalas dengan senyuman.

Dirinya tidak peduli harus berlama lama disini. Andi hanya ingin berdiam dengan ibunya walaupun diluar sana hujan.

Tok.. tok.. tok..

Wajah ibunya dapat Andi lihat berubah menjadi pucat pasi. Jelas Andi tau sarat ketakutan dari gurat gurat wajah wanita berumur 30 tahun didepannya ini. Andi menggelengkan kepalanya untuk meminta ibunya diam.

"Tidak apa apa." Kata ibunya memaksakan berdiri lalu pergi kearah pintu.

Andi berinisiatif mengambil senapan yang tergantung disana. Lalu berlari dengan cepat kearah orang yang didepan pintu, seorang Netherland disana.

"Maaf! Serius, aku tidak berniat merampok rumahmu!" Seru gadis itu berjongkok sambil memohon ke bawah kaki ibunya.

Louise.

Andi mau tidak mau menurunkan senapan, lalu menghela nafasnya dengan berat menatap gadis itu terus menerus mengikutinya. "Pulang sana!" Usir Andi.

Louise berdiri menatapnya dengan penuh tanya membuat Andi muak dengan kelakuan gadis didepannya ini. "Jangan membututiku lagi, apalagi ke rumahku. Perlakuanmu sangat lancang karena ingin mengulik kehidupan seseorang." Kata Andi.

"Aku-

"Masuk nona, diluar hujan." Kata ibunya membuka lebar pintu rumahnya dan mempersilahkan Louise masuk kerumahnya.
























Tbc..

Halo apa kabar?? Masih simpan work ini di perpustakaan kalian?

Yang PAS semangat yaaa <3

NETHERLAND, 1860 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang