Hai, aku update jam segini ya, aku tau ini belom tanggal 25 kok T^T. Aku takut aku drop lagi, jadi aku update.
---
Buitenzorg, 1860
Andi memasuki ruang aula milik keluarga Eerens. Sudah hampir seminggu kepergian William, dan keluarga sedarah saudara tirinya itu hanya mengguncang guncang kaki di ruang dekat perapian mereka, bahkan setelah Andi lihat tadi keluarga ini rela melakukan pemakaman murah dengan uang yang mereka gunakan untuk membelikan pegawai Rodhi baru.
Karena keterbatasan ekonomi juga Andi menggunakan pakaian William, menggunakan pakaian ningrat dan sepatu boots mendiang saudaranya itu sebagai pengingatnya juga kalau saudaranya itu layak dikabulkan permintaannya.
Tidak peduli berapa banyak orang menatapnya sekarang, saat ini gilirannya membalaskan dendamnya, tidak peduli kalau harus mengorbankan darah. Kalau prediksi Lami mereka akan pergi kira kira hampir seabad lagi, maka Andi yang akan mengusir mereka, mulai hal remeh remeh seperti Nyonya Eerens contohnya.
Wanita gila itu bahkan menahan jasad William, menduduki saudara tirinya itu di kursi sofa rumah berhari hari sampai berbau busuk. Kalau Jayden tidak mengamankan nyonya Eerens yang gila harta itu pergi, mungkin saudaranya tidak mendapat pemakaman yang layak.
Untuk Ayu, gadis itu juga minta menghentikan mereka.
"Selamat pagi, saya Andrew Eleazar Van Eerens dan saya menerima keputusan anda kalau saya akan menjadi penerus anda." Andi menatap ayah dan ibunya dengan angkuh, "penerus Jeffery dan untuk memenuhi permintaan terakhir putra anda, William."
"Aku tidak setuju siap-
"Saya anak pertama Jeffery, anda lupa, ya?" Potong Andi menegakkan tubuhnya, menghampiri Rosè sambil menyunggingkan senyumnya.
Rosè tampak ingin mengutarakan argumennya lagi.
"Saya tidak peduli anda beranggapan saya adalah anak haramnya atau aib karena hubungan suami anda dengan ibu saya," Andi berjalan kearah Rosè dengan menantang. "Saya tetap anak pertamanya dan saya layak menagih hak lahir saya." Tekannya membuat Rosè pucat pasi, bahkan Jeffery tampak tidak berkutik.
"Kamu hanya anak rendahan dari seorang pribumi, dan seorang sepertimu tidak layak menentang seorabg Netherland seperti kami!"
Andi tertawa lantang memegangi perutnya, bahkan air matanya turun. Tawanya menggema disana membuat tatapan bingung para pelayan keluarga Eerens. "Anda bahkan lupa kalau saya termasuk orang Netherland juga, Nyonya, berkat suami anda, ikatan darah dari ayah itu selalu erat, bukan?" Balasnya sambil berusaha menghentikan tawanya.
Jeffery menatapnya. Diantara bangga, terkejut, dan takut tergurat diwajahnya.
Andi sudah mendengar kabar kalau usaha perkebunan ayahnya mulai bangkrut selama William sakit, dan setelah mengakui Andi sebagai anaknya. Seakan akan reputasi ayahnya itu sudah di renggut
"Anda boleh menikmati masa pensiun anda, ayah."
Andi berusaha menerima kenyataan ini berbulan bulan. Kenyataan yang membuatnya kena pukulan dengan batu karang, yang membuatnya muak sekaligus malu pada dirinya yang terlalu membenci orang Netherland.
Dirinya sudah banyak belajar juga kalau kita tidak bisa memilih darimana kita berasal, atau siapa orangtua kita dan siapa bentukan saudara tirimu seburuk apapun mereka. Andi juga belajar menerima keadaan tentang kepergian orang orang, dirinya akan berusaha mengikuti takdir hidupnya tanpa penyangkalan lagi.
Bahkan dirinya rela kalau memakai nama lahir dari ayahnya.
Andi bisa melihat Jeffery tersenyum bangga kepadanya, dirinya sudah menerima tawaran ayahnya yang terakhir kali, sekaligus mau menolong ayah dan orang orang terdekatnya untuk menyingkirkan seseorang.
"Siapkan makanan yang lezat untuk putraku!" Perintah Jeffery membuat semua pelayannya langsung berhamburan keluar dari ruangan tersebut.
Rosè masih menatapnya dengan penuh amarah, dan Andi sama sekali tidak takut lagi kepada wanita itu. Dirinya sudah memegang kendali sekarang, dirinya mempunyai apa yang dirinya mau, ini hak lahirnya, seperti mendiang ibunya katakan sebelum meninggal.
Andi bisa membunuh dengan sekejap wanita itu, membayar tunai atas apa yang wanita itu lakukan kepada ibunya bahkan siksaan yang tidak ada habis habisnya kepada saudara tirinya yang sama sekali tidak punya pilihan, bahkan menjalin hubungan saja masih diatur dengan wanita tidak tau diuntung ini.
Dirinya masih menyimpan sebilah bahkan pistol yang sudah dirinya berani isi dengan peluru sekarang. Peluru perak dan tembaga ada disakunya, berjaga jaga kalau ada pengkhiatan.
"Apa ayah akan kembali ke Netherland?" Tanya Andi membuat Jeffery tersenyum kearahnya.
"Seminggu lagi, aku akan mengajarimu beberapa hal dasar, dan banyak surat surat yang harus kamu tanda tangani, anakku." Jeffery mengusap kepalanya, masih terasa asing baginya karena dirinya tidak pernah merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, bahkan Cornelius tidak mau repot repot menngusap dan mengecup keningnya sebelum tidur.
"Jeffery, dia aib."
"Ro-
"Mungkin aku harus mengingatkan tentang ini, Nyonya. Perilaku anda yang sebenarnya menjadi aib ayah saya-- saya belum merapungkan perkataan saya, jangan dipotong, buktikan kalau anda adalah orang yang berpendidikan. Anda membiarkan jasad saudara saya, William dengan paksa duduk di tahta selama tiga hari. Apa ini adalah tindakan yang manusiawi, dan normal? Ini bisa saja saya sebarkan seluruh warga pribumi atau orang orang Netherland yang tinggal di Buitenzorg ini." Tanya Andi sebenarnya dirinya mengancam.
Rosè menatap marah kearah Andi, jelas dia kalah telak dengan anak blasteran yang baru menginjak usia 17 tahun. Rosè muak, dan meninggalkan ruangan itu. Membuat Andi puas.
"Untuk perkarangan rumah dibelakang, ayah punya ide untuk menjualnya saja karena tidak ada William yang bisa mengurus perkebunan itu, Laboratorium Observasi Botani sudah tidak ada yang mengurus, bahkan-
"Ayah bisa menyerahkannya kepada Ayu, tentu ayah tidak melupakan gadis malang itu, bukan? Gadis itu mencintai William, dan sebaliknya. Mungkin tambahan berikan monumen untuk pengingat William, dan memindahkan makam William bawah monumennya." Penjelasan Andi membuat Jeffery mengangguk angguk setuju.
"Terakhir," Andi memutar mutarkan pistol, membuat wajah Jeffery panik. "Sebentar ayah," Andi memasukan peluru kedalam pistolnya itu.
'Dor
'Dor
'Dor
'Dor
'Dor
Tepat sebanyak lima peluru menancap ke dada, seperti peluru yang menancap ke dada ibunya sebelum meninggal. Membuat Jeffery menatap Andi dengan terkejut dan wajah yang pucat.
Jeffery terkejut dengan anaknya yang bisa melakukan hal seperti itu sejauh ini. Andi benar benar bukan anak yang dirinya tinju perutnya saat malam ditengah hujan waktu itu.
"Aku bukan anak rendahan yang bisa di tinju dan merengek lagi, ayah." Katanya sambil menyeringai.
KAMU SEDANG MEMBACA
NETHERLAND, 1860 [✓]
Aléatoire[Park Jisung fanfict] ©ariadne Ayara atau biasa dipanggil dengan sebutan Aya adalah seorang mahasiswi Sastra Belanda yang harus pusing dengan segala macam hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya Belanda yang sangat berkaitan erat dengan Sejarah...