Tiga puluh delapan

146 36 0
                                    

HAI AKU UPDATE TENGAH MALEM, ADA YANG MASIH BANGUN GAK???

EHEHEHE, MOOD AKU MEMBAIK JADI MAU DOUBLE UP ><

jangan lupa jejaknya ✌
---

Louise dan Jayden mendatangi sebuah pesta resmi menggantikan kedua orang tua Jayden yang tidak bisa datang ke pesta hari ini. Jayden tidak tau harus berkata apa saat Louise terus berceloteh tentang harinya.

Lagi lagi tentang Andi, jadi pemuda itu hanya tersenyum simpul lalu menyapa orang lain sebagai peralihan perhatiannya.

"Jay, William sakit ya?" Tanya Louise tiba tiba membuat Jayden langsung menoleh kepada gadis itu sambil menaikan sebelah alisnya.

"Kamu tidak perlu menyembunyikan fakta itu, benar atau tidak?" Tanya Louise lagi membuat Jayden langsung mengangguk.

Jayden dapat melihat wajah kekecewaan Louise, seakan akan William lebih berarti dari dirinya sendiri atau mungkin dari diri Jayden sendiri. Jayden tidak tau kenapa seberat ini untuk mendapat Louise? Andi, William, apa selanjutnya?

Pemuda itu hanya menengguk alkohol yang ada didekatnya, menengguknya dalam satu tenggukan, berusaha tidak peduli dengan tatapan kecewa Louise. Menurut Jayden, dirinya sudah dianggap pembohong oleh Louise jadi percuma saja kalau ada kata kata menghibur untuk keadaan William saat ini.

"Sakit apa?"

"Tidak tau."

"Apa Dereck tau?"

"Entahlah, bukan urusanku."

"Tapi itu urusanku, Jay."

"Dan aku bukan urusanmu, benar Lou?" Tanya Jayden kali ini menatap lekat netra mata kelam Louise yang ada dihadapannya.

"Kamu ini kenapa sih?" Balas Louise.

"Aku merasa hanya peran paling belakang dari kesekian banyak prioritasmu, Louise. Aku tidak pernah bisa menjadi nomor awalan dari daftar prioritas kamu. Sekeras apapun Louise, aku mencoba untuk dekat denganmu, membicarakan hal tentang masa depan, menyatakan aku mencintaimu, tanggapanmu seakan akan membalas perasaanku. Tapi, selanjutnya hanya bohong. Lucu sekali aku seperti anak berusia 5 tahun yang mudah di bohongi oleh seorang penculik." Jelas Jayden.

"Kamu mabuk ya?" Tanya Louise.

Jayden hanya menghela nafasnya, "jangan bertemu lagi sementara waktu, pikirkan perkataanku, lalu kita bisa bertemu lagi mungkin, berkomunikasi." Kata Jayden.

"Aku semata mata hanya takut kepada orang tuamu, Jayden."

Jayden hanya mendengus geli. "Aku bukan anak pengadu, Louise. Jika kamu memang tidak setuju dengan perjodohan bedebah ini, aku akan bilang kepada orang tuaku membuat seakan akan aku yang tidak setuju." Kata Jayden lagi.

"Aku tidak ingin menghancurkan citra orang manapun." Lanjut Jayden membuat Louise tampak terdiam.

"Kalau memang orang tuaku yang membuatmu takut, aku akan mengatakannya mungkin 3 hari lagi untuk menulis surat kalau aku tidak setuju karena tidak mempunyai kecocokan kepadamu." Jelas Jayden.

"Lalu apa selanjutnya? Apa kita masih bisa bertemu setelahnya?" Tanya Louise.

"Tidak. Aku akan kembali ke Benteng Willem II, kembali bersekolah di rumah untuk melanjutkan cita cita sebagai pegawai sipil." Jawab Jayden.

"Jay," Louise tampak membalas tatapan matanya. "Aku-

"Kita tidak usah bertemu lagi sehabis pesta ini, Louise. Setelah keadaanku atau mungkin keadaanmu membaik, kita bisa bertemu lagi. Entah melalui surat atau bertemu langsung." Potong Jayden sambil mengusahakan untuk tersenyum.

"Maaf aku tidak bisa menjadikanmu prioritas paling atasku, Jay. Maaf aku tidak pernah memperhatikanmu, maaf aku terkesan palsu kepadamu." Balas Louise.

"Kita akan tetap tidak bertemu sementara waktu Louise." Kata Jayden lalu mengambil sebuah kue kecil di meja.

***

Jayden hanya menatap datar didepan kedua pemuda yang ada di rumahnya. Dirinya sudah lelah sehabis pulang dari pesta manusia manusia Netherland sombong tadi, mendengar Louise di cela karena perbuatannha yang menyebar cepat, dan perdebatan kecil dengan Louise tadi.

Mereka adalah suruhan kedua orang tuanya untuk membantunya bersekolah lagi, atau mungkin membantunya mengirim surat dengan cepat untuk kedua orang tuanya, tanpa membutuhkan merpati ataupun kotak pos.

"Apa yang perlu kami bantu, tuan?" Tanya salah satu dari mereka.

"Usut latar belakang Louise Godilieve, dan alat alat yang terbakar di gudang tua milik Hasselt beberapa minggu- mungkin bulan yang lalu." Jawab Jayden dengan wajah datarnya.

Tidak lama pintu rumahnya terbuka.

"Gadis itu bukan dari zaman ini, Jay. Apa kamu sudah sadar?"

Jayden mengangkat kepalanya menatap Jacob yang berdiri tegak didepannya, memberikan beberapa lembaran gambaran nyata dengan jelas berwarna hitam putih- ini bukan lukisan.

"Entah kertas apa ini, yang jelas ini gambaran alat ajaib yang tidak di miliki kita pada tahun ini. Louise terakhir aku lihat sedang berkontribusi dengan Lamina dan Dereck." Kata Jacob.

"Baik, berkontribusi tentang apa?" Tanya Jayden.

"Mereka menyebut lubang cacing, kamu paham maksudnya?"

"Tempat tinggal cacing."

"Jayden, bisa kita bahas tentang jeratan keluarga Eerens?" Tanya Jacob.

"Setelah mengetahui langsung latar belakang Louise Caroline Godilieve, kita akan bahas tentang keluarga tidak punya hati itu." Jawab Jayden sambil melihat foto keluarga William, menatap sahabatnya yang harus berwajah datar dengan angkuh disana.

'Maafkan aku yang harus menjadi mata matamu, Louise'

NETHERLAND, 1860 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang