Hola !!
----
William duduk terdiam dimeja yang tidak pernah ingin dirinya duduki sekarang. Keluarga sudah lengkap, bahkan dirinya menatap seorang gadis lugu menggunakan kebaya tradisional yang sedang merasakan kue yang dihidangkan.
Dirinya sangat anti dengan orang orang anti Netherland. Dirinya di doktrin oleh kedua orang tuanya untuk menjadi seperti itu sejak kecil. Tapi, anehnya orang tuanya yang menerima keluarga tersebut masuk ke dalam keluarganya. Kalau ini adalah lelucon ulang tahunnya yang masih 2 bulan lagi, ini sama sekali tidak lucu.
William memilih untuk menyesap teh melatinya, tidak peduli menahan tangannya yang bergetar dan perutnya yang seperti di cengkram cengkram sejak tadi dirumah keluarga Hasselt.
Dirinya melihat ibunya yang berdiri sambil tersenyum kearahnya, membentuk aba aba melalui tatapan matanya untuk melakukan obrolan pribadi diluar. William mengangguk, lalu berdiri sambil berdeham pelan dan pergi.
"Kamu tau William? Mama muak." Ujarnya.
"Iya, ma." Kata William sambil menganggukan kepalanya.
"Tinggalkan dia saat ayahmu sudah pergi." Tambah nyonya Eerens lalu meninggalkannya lagi diluar ruangan makan besar.
Pemuda itu hanya menatap alas kakinya, menahan sakit dan berusaha sebisa mungkin untuk bertahan dan tetap berdiri. 16 tahun hidup dibawah bayang bayang orang tuanya.
Dirinya melihat kedua pemuda yang berjalan kearahnya. Salah satu dari mereka memakai seragam khas ke militeran dan satu lagi memakai jas putih khas dokter, William mengenali keduanya. Jacob dan Dereck, anjing peliharaan kedua orang tuanya.
Ralat. Jacob adalah anjing peliharaan, dan Dereck adalah ular, keduanya sama sama berani, licik, dan bawahan kedua orang tuanya. Pada intinya sama saja, keduanya adalah hewan peliharaan kedua orang tuanya.
"Ada apa, tuan?" Tanya Jacob menghampirinya dengan wajah panik.
Dereck langsung menempelkan punggung tangan ke keningnya, mungkin kalau disituasi dimana anggota tubuhnya bisa diajak untuk kerjasama William tidak segan segan untuk menepis tangan dokter muda tersebut.
Lalu kedua pemuda itu saling menutun William untuk kamarnya.
Buitenzorg tempat tinggalnya, saksi bisu dirinya bertumbuh sendirian, dan satu satunya tempat yang dirinya benci. Termasuk ruangan kamarnya. Dirinya tidak tau kenapa setuju setuju saja untuk melakukan perjalanan jauh jauh ke tempat yang dirinya benci.
"Tetap sadar." Tegur Jacob dengan tegas.
"Perutku sakit." William
menyunggingkan senyum paling sombongnya. "Siapa wajah yang ingin menjadi wadahku buang angin?" Ujarnya.
Dereck menendang pintu kamarnya yang tertutup, lalu merebahkan William ke kasur empuk yang sama sekali tidak dirinya rindukan.
"Berkeringat dingin, perutmu membengkak, suhu tubuh naik, dan wajahmu pucat." Kata Dereck.
"Anjing anjing ini menggemaskan sekali." Balas William.
Jacob merotasikan bola matanya dengan malas, menghela nafasnya, lalu tersenyum kembali membuat William ingin sekali melempar wajah pemuda itu dengan mainan kayunya yang masih tersimpan di kolong kursinya.
Beralih ke Dereck, pemuda itu sekarang menekan nekan perut William sesekali lalu mencatat sebuah catatan bahkan membolak balikan lembaran. Membuat dirinya penasaran.
"Jadi apa yang aku der-
"Ada apa denganmu?"
Semuanya langsung berdiri tegak, termasuk William. Sebagai anak yang berbakti dirinya membungkuk hormat membuat dirinya tambah mati matian menahan untuk mengumpat karena perutnya semakin meronta ronta kesakitan.
"Saya ingin berbicara berdua dengan William, kalian bisa keluar sebentar, mungkin istri saya memerlukan kalian." Katanya membuat Jacob dan Dereck keluar dari ruangan dan menutup pintu dengan rapat.
Menyisakan hubungan ayah-anak yang William benci. Tapi disisi lain, William menyukainya karena dirinya bisa melihat sisi ayahnya yang sebenarnya, pria yang sama dengan ayah lainnya.
"Ayah ingin membahas tentang kamu bukan satu satunya." Kata Jeff membuat William mengangguk.
"Kamu bukan satu satunya anak ayah, maaf kalau pembicaraan waktu itu sedikit canggung dan memiliki makna ganda." Lanjut Jeff.
"Kalian membuang kembaranku? Adik? Kakak?" Tanya William kini masih berusaha tenang dan tidak meringis.
"Bukan kalian, tapi ayah atas permintaan ibumu." Jawab Jeff.
"Ada apa memang dengannya? Tangannya tiga? Ginjalnya ada lima? Atau orang itu cacat?" Tanya William.
Dirinya masih berusaha mungkin untuk menjernihkan pikirannya. Keluarga yang dia ikuti selama ini, mungkin sebagian besarnya menganggap keluarganya normal, bahagia- William menyukai keluarganya walaupun dirinya menjadi bayang bayang mereka.
Ayahnya kini terdiam.
"Apa yang terjadi dengannya?" Tanya William.
"Ibumu meminta ayah membunuhnya beserta dengan ibunya." Jawab Jeff.
"Aya-
"Ya, ayah salah Will. Tapi, wanita itu orang pertama yang ada disisi ayah sebelum ibumu, dan sialnya wanita itu inlander dan melahirkan seorang anak yang tidak diterima oleh siapapun disini, melihat anak itu tumbuh saja tidak." Potong Jeff.
"Tapi, dia sudah mati?" Tanya William lagi, dirinya tidak tau berapa banyak pertanyaan yang bermunculan dikepalanya sekarang.
"Tidak, hidup. Ayah sering menemuinya, dia satu sekolah denganmu sekarang." Jawabnya.
"Lamina?"
"Andrew Van Eerens."
"Aku tidak pernah mengenal atau mengetahui nama itu."
"Tentu. Anak itu membenci ayah, dan bangga dengan keadaannya sekarang padahal itu membuatnya terus menerus di injak injak."
"Jangan buat aku berpikir ayah."
"Kamu bisa mengenalnya dengan Andika Surya, Andi."
Krak.
Sebuah benda terjatuh di luar ruangannya membuat Jeff menatapnya. "Ada yang mendengar pembicaraan kita, sebaiknya aku keluar." Kata Jeff lalu meninggalkan William yang terdiam.
Andi saudaranya, orang yang selama ini dia injak injak.
"Kenapa harus Andi?" Gumam William lalu meremas perutnya yang semakin sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
NETHERLAND, 1860 [✓]
RandomNETHERLANDVERSE - ©ariadne 2021 Ayara atau biasa dipanggil dengan sebutan Aya adalah seorang mahasiswi Sastra Belanda yang harus pusing dengan segala macam hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya Belanda yang sangat berkaitan erat dengan Sejara...
![NETHERLAND, 1860 [✓]](https://img.wattpad.com/cover/282015085-64-k405395.jpg)