Sesuai janji aku bakalan up tiap hari ehehehe !!
Jangan lupa jejaknya ya ❤
---Aya menatap William yang muncul dihadapannya sekarang. Aya tidak tau sampai kapan pemuda ini akan pindah ke Buitenzorg dan berhenti bersekolah disini. William terlalu menyebalkan untuknya. Ditambah, pekerjaannya untuk membereskan perlengkapan sekolahnya tidak ada habis habisnya karena pemuda rusuh ini.
"Kamu ingin aku tendang lagi, ya?" Tanya Aya membuat William membelakan matanya sambil menutupi sesuatu dibawah sana.
"Ti-ti-tidak tuh! Aku tidak mau." Jawab William dengan wajah pucat pasi membuat Aya tergelak sambil memegangi perutnya.
"Lihat wajahmu, astaga- aduh ketawa banget.."
"Hah?"
Aya sudah malas kalau dirinya menjadi aneh seperti ini. "Uhuk.. tidak jadi tertawa, suasana hatiku sudah berubah." Kata Aya membuat William mendorong lengan atasnya membuat dirinya terhuyung sedikit.
"Apa?!" Tanya Aya dengan galak.
"Louise bisakah sehari kamu bersikap lembut kepadaku? Aku ingin sekali sikapmu kepadaku sama seperti kamu memperlakukan si inlander itu. Dasar gadis pilih kasih!" Protesnya.
"Andi maksudmu?"
"Semuanya! Andi, Dereck, Jayden."
"Memangnya kamu siapa ingin aku kasihi juga seperti mereka?" Tanya Aya.
"Louise itu menyakitkan." Jawab William dengan dramatis.
Aya yang muak kini meraih alat tulisnya memberi unjuk kepada William. "Kamu tau ini apa? Bagaimana kalau ini menancap ke keningmu? Mau?" Tawar Aya dengan senyum kejinya.
William mengambil alat tulis itu lalu membuangnya. "Kali ini aku berbicara sangat serius, teman."
"Sej-
"Jangan sampai mulutmu aku sumpal dengan kaos kakiku." Ancam William.
"Ah, tidak seru sekali... kamu sudah berani mengancam." Keluh Aya pelan.
Kelas semakin suram karena hawa yang dibawa dari ke seriusan William. Aya harap begitu, karena William sangat suram dari sederet orang orang suram yang biasanya. Aya yang biasanya menjadi Vitamin untuk meteka sepertinya menjadi ikutan penasaran dengan perkataan yang ini William katakan padanya.
Tiba tiba saja perutnya tergelitik, seperti semua organ tubuhnya ingin keluar melalui mulutnya. Aya berwajah tidak terkontrol sekarang, apalagi William yang sedaritadi bergumam karena bingung ingin mengatakannya mulai dari mana.
Brak!
Aya menggebrak meja membuat William hampir terjungkal dari tempat duduknya. Aya bisa pastikan kalau wajah dirinya memerah sekarang, karena dirinya bisa merasakan rasa panas dari pipinya.
"Tidak. Jawabannya tidak William! Aku sudah memiliki Jay, aku mencin-
"Mencintaiku? Terima kasih, aku memang layak dicintai Louise. Tapi aku tidak mencintaimu." Potong William sambil menunjukan gigi giginya dengan bangga.
Untung saja tidak ada makanan yang tersangkut dari sela sela gigi itu. Tapi, wajah Aya semakin memanas. Kalau bukan tentang menyatakan perasaan lalu apa? Pikir Aya.
"Aku dijodohkan. Ayah datang dua hari yang lalu ke rumahku, rumah sementara. Namanya Ayu, seorang pribumi. Sore ini aku akan bertemu dengannya, menurutmu aku ini orang yang romantis tidak?" Tanya William.
"Romantis?" Aya terheran, sedangkan William mengangguk. "Tidak salah dengar?" Ulang Aya membuat William mengangguk penuh semangat.
"Romantis darimana? Dari letak mana sisi romantismu, William?" Seru Aya sambil tertawa keras.
"Heh! Aku ini baik hati, sabar, tidak-
"Kamu baik hati dan layak untuk dipukul, Will. Ada ada saja! Hentikan semua bualan ini, perutku keram." Kata Aya sambil memegang perutnya, nafasnya tidak beraturan.
"Aku tidak ingin menikah sedini ini, Louise. Aku ingin menjadi ahli botani." Balas William membuat Aya tambah tertawa keras.
"Hentikan lelucon ini, bodoh!"
"Kamu yang seharusnya hentikan tawamu! Aku serius." Kali ini suara William meninggi membuar Aya tersentak dan menatap wajah William yang sama sekali tidak ada tatapan bercanda seperti biasanya. Pemuda itu menghembuskan nafasnya. "Seharusnya aku tidak terlalu banyak bicara padamu, Lou. Sulit berbicara serius seperti ini jadinya." Lanjut William lalu berdiri hendak meninggalkan Aya.
Aya mengepalkan tangannya, seribu satu kata umpatan untuk dirinya sudah di ucapkan dengan kata kata non verbal atas ke bodohannya sendiri. Aya tidak pernah menyangka dirinya bisa bersikap sekanak kanakan ini. Biasanya dirinya paling dewasa.
"Maaf, maafkan aku." Kata Aya mengejar William dan meraih tangan pemuda itu untuk berbalik.
William menatapnya dengan tatapan dingin. Menunggu kata kata selanjutnya untuknya, mungkin? Aya baru mengetahui pemuda ini beberapa bulan lalu, dirinya bukan Louise bahkan Aya tidak mengenali sikap dari wujud barunya ini.
"Bicara saja padaku kalau ada yang ingin kamu ceritakan, kali ini aku akan mendengarkan." Kata Aya pelan.
"Aku tidak bisa mendengarmu, Louise. Bicara yang keras!" Balas William.
"BICARA SAJA PADAKU KALAU ADA YANG INGIN KAMU CERITAKAN, KALI INI AKU AKAN MENDENGARKAN!"
"Kamu dengar itu, Andi? Orang seperti ini kamu tinggalkan. Sepertinya Louise memang benar benar pantas untuk Jay."
Seketika Aya mengangkat kepalanya melihat Andi, Lami, dan Jayden yang ada didepan pintu. Aya tidak tau harus bersikap apa, disisi dirinya Aya membiarkan untuk mengabaikan Andi, disisinya yang lain ada dirinya yang memberontak ingin menghampiri pemuda itu dan memeluknya.
Aya melihat semalam Andi di gendong oleh Jayden atas permintaannya. Aya melihat William yang bersorak ke girangan setelah ayahnya meninju perut pemuda itu. Kalau Jayden tidak mengajaknya keluar, mungkin pemuda itu akan mati.
Dirinya dengan cepat melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan William. "Ya, memang siapa yang ingin dengan dirinya?" Tanya Aya tanpa memandang kearah Andi.
Aya melihat lembaran lembaran yang dirinya cari sejak pulang dari rumah keluarga Hasselt. Selembaran yang dirinya tulis untuk makalahnya nanti, entah kenapa dan Aya tidak tau selembaran itu bisa ada ditangan Lami.
"Bisa aku bicara dengan Louise? Hanya empat mata." Kata Lami membuat semuanya mengangkat bahu lalu keluar dari ruangan, membuat hanya menyisakan dirinya dan Lami.
"Bicara dengan cepat. Aku ingin pulang."
"Kamu mengenali selembaran ini, ya?"
Aya menelan salivanya dengan susah payah, tangannya meremas rok yang dirinya gunakan hari ini. Aya sama sekali tidak tau ingin berkata apa dengan Lami yang menyeringai didepannya.
"Halo, Ayara Carissa." Bisik Lami.

KAMU SEDANG MEMBACA
NETHERLAND, 1860 [✓]
Random[Park Jisung fanfict] ©ariadne Ayara atau biasa dipanggil dengan sebutan Aya adalah seorang mahasiswi Sastra Belanda yang harus pusing dengan segala macam hal yang berkaitan dengan sejarah dan budaya Belanda yang sangat berkaitan erat dengan Sejarah...