#7 Marzuki Sampaikan Rahasia

4 1 0
                                    

Hotel tempat Dokter Mattulada menginap adalah hotel bintang lima yang ada dijalan utama Jakarta. Lokasinya disekitar jalan Thamrin dan Sudirman. Daerah paling dikenal di Kota Jakarta. Letak hotel tersebut terbilang strategis berada di tengah Jakarta.

Mattulada sering kali naik sepeda motor melewati daerah tersebut. Daerah itu punya kenangan indah yang terus disimpan oleh Mattulada. Jalan itu dulu penuh dengan pohon-pohon besar. Sekarang jalan itu lebih Indah namun pohon-pohon tua itu telah hilang, sedih seperti kehilangan orang yang dikenalnya. Ingatan indah itu terasa dirampas darinya. Dan hilangnya pohon-pohon besar itu membuatnya bertambah sedih, sebab setiap kali Ia lewat jalan itu, yang pertama menjadi perhatiannya adalah pohon-pohon besar itu.

Dari dalam taksi Ia melihat jalan bersejarah itu. Ia mencari kepingan-kepingan masa lalu yang tersisa. Ia tak menemukannya, yang tersisa hanyalah gedung-gedung lama. Ia bersyukur dan berharap semoga gedung-gedung masih ada sampai akhir hayatnya. Begitu cara Mattulada mengingat orang tuanya. Perjalanan pendek itu seakan memberi pelajaran padanya, hidup berubah, jalan-jalan yang kokoh seakan dibuat untuk selamanya pun bisa lenyap. Jalan-jalan dan pohon-pohon besar itu buktinya.

Sampai dikamar hotel yang nyaman tidak lantas membuat Dokter Mattulada bisa tidur. Justru dia semakin tidak bisa tidur mengingat sahabatnya yang ditinggalkan di Laboratorium, apalagi setelah melihat semangatnya yang menggebu. Itu semua membuat Mattulada takut. Dia tidak bisa tidur karenanya.

Sementara Profesor Marzuki sedang bersemangat memindahkan formula yang ditemukan Dokter Mattulada ke laptopnya. Profesor Marzuki memutuskan untuk lembur malam ini.

Selama tiga hari di Jakarta Dokter Mattulada tidak kemana-mana kecuali dari Hotel tempatnya menginap, langsung ke Laboratorium.

Di hari terakhir, dimakan siang terakhirnya bersama Profesor Marzuki, Mattulada menyampaikan,
"ini menjadi malam terakhir saya di Jakarta Prof"

Ucapan Mattulada membuat Marzuki merasa sunyi seketika,
"Tidak terasa sudah tiga hari ya Dok, oh ya terimakasih anda sudah ajak saya terlibat dalam penemuan luar biasa ini."

"Tentu saja Prof, anda yang terbaik untuk hal ini, kesiapa lagi saya bisa berbagi penemuan gila ini?"
Lalu Marzuki membuka rahasianya,
"Disini kita sarapan, makan siang dan makan malam. Ini tempat sudah menjadi rumah sejak anda datang Dok, istri saya mulai curiga apakah saya punya istri lain?"
Mattulada tertawa senang,
"Hahaha mungkin sebaiknya anda bilang, ya saya punya istri baru, saya mulai berfikir poligami baik untuk mental saya." Kata Mattulada.

Marzuki tidak terima mendaoat pelajaran dari orang yang belum menikah lalu Ia berkata,
"Ya anda belum tau bagaimana pernikahan Dok, anda belum pengalaman, mudah bagi anda bicara seperti itu"
Mattulada tertawa lagi kali ini Ia tertawa karena merasa apa yang dikatakan Marzuki lucu,

"Hahaha, siapa tau berhasil, bukankah 'kecelakaan' sering kali menjadi penemuan luar biasa?"

Marzuki ingin menghentikan percakapan konyol ini,
"Fokus Dok, fokus. Jangan buat saya semakin khawatir, sekarang saya membayangkan wajah marahnya."

Seketika itu istri Dokter Marzuki telpon. Dan Dokter Marzuki menunjukkan layar Hp nya ke Mattulada saat berdering. Tertulis dilayarnya 'Istri tercinta' dan foto Sarah sedang tersenyum memakai jaket coklat dengan latar menara Eifel, dengan rambut pirangnya yang tergerai.

Dokter Mattulada tertawa kemudian menggoda sahabatnya,
"Wow sepertinya setelah ini kita harus mempelajari disiplin ilmu berbeda Prof. Telepati mungkin?"

"Hallo, ya ada apa? Enggak, ok nanti aku bawakan, belum tau. Ok." Marzuki mengakhiri,
"Nah itu seninya sudah menikah Dok, kita ada yang cari, gak seperti orang liar.. Hahaha, oh ya Mattulada saya hampir lupa, semalam saya berfikir bagaimana dengan semut?"
"Ada apa dengan semut Prof? Apakah anda ingin menambahkan semut di formula sebelumnya? Semua bisa jadi Prof selama tidak merusak struktur yang sudah ada, saya khawatir alih-alih berhasil malah justru merusak yang sudah ada dan gagal fungsi."

"Betul itu Dok, tentu kita akan memulai dari awal, ah tidak juga tidak terlalu awal. Tapi semut termasuk hewan paling kuat, dan banyak kelebihan lainnya"
Mattulada mengingatkan Profesor dengan Kumbang,
"Kalo untuk kuat mengapa tidak kumbang badak? Atau bahkan elang, kita tau elang tidak hanya kuat fisiknya dan bisa terbang seperti kumbang badak, tapi juga matanya bisa melihat sangat jauh dan tajam"
Marzuki senang berhasil mengajak Mattulada ke tingkat berikutnya, menurutnya mengapa tidak?

Itu ditunjukkan dengan mimiknya yang senang namun serius,
"Wah menarik Dok, mungkin kita bisa mengeluarkan Chameleon dari daftar menukarnya dengan kumbang badak, semut atau bahkan elang.!"
Seperti biasa Mattulada selalu berhati-hati,
"Yah untuk ide riset mengapa tidak Prof?"
Marzuki tidak putus asa dia terus memancing Mattulada,
"Setuju jika bisa Revolusi mengapa harus tunggu Evolusi?"

Dokter Mattulada mulai sedikit tenang, dengan candaan ide-ide riset yang tetap memberi celah hipotesa baru. Ya mengapa tidak dijalankan, pikirnya. Bagaimana jika nanti ada ide yang sama liarnya misalnya mencari jalan untuk mengembangkan kemampuan otak manusia?
Hari menjelang malam saatnya Dokter Mattulada ke airport, dia sudah cek out sejak pagi buta dan menuju ke Laboratorium.

Mattulada pamit ke Marzuki,
"Ok Prof saya kembali sebentar ke Makasar kita akan bertemu lagi dalam waktu dekat."
"Siap Dok, lain kali tidak usah ke Hotel tinggal dirumah saja, anda lebih banyak menghabiskan waktu di sini ketimbang di Hotel."
Mattulada setuju,
"Baiklah Prof, sekali lagi terimakasih banyak Prof."
Kali ini Profesor Marzuki mengantarnya sampai Lobby dan menunggu Dokter Mattulada sampai naik taxi.

Sesampai di Makasar Dokter Mattulada merasakan rindu teramat sangat untuk berenang dan menyelam di laut. Namun dia tau harus sampai dirumah dulu, sebab ada banyak barang yang dibawanya. Mungkin besok pagi lebih pas waktunya, itu dialog yang ada dalam angannya.

Dialog dalam angannya itu seperti percuma. Kerinduannya lebih besar dari pada angannya. Baru saja sampai di rumah Dokter Mattulada langsung bersiap untuk keluar lagi. Daya pikat laut begitu besar baginya sekarang ini, tidak ada yang bisa mencegahnya untuk pergi ke laut, dan dia sudah siap untuk pergi, kali ini dia naik motor besarnya.

Ia menikmati perjalanan memakai motor besarnya, udara laut mulai tercium, tak lama kemudian Ia sudah parkir motornya, kemudian membuka baju dan celananya, setelah it dia langsung loncat-loncat menuju laut seperti ingin cepat sampai ditengah laut. Tentu saja kali ini dia tidak ragu lagi.

Setelah badannya separuh terendam Ia langsung melesat ke tengah laut. Hari itu malam cukup dingin. Namun dingin tidaklah terasa bagi Mattulada, adaptasinya terhadap suhu sangat cepat.

Ia dapat melihat indahnya biota laut ditengah malam. Baik itu ikannya, karangnya, tumbuhannya, maupun mahluk-mahluk uniknya. Bagi manusia biasa, hal tersebut tidak mungkin dapat dilihat, bagi Mattulada siang ataupun malam dia dapat melihat dengan jelas didalam laut. Ia asik bermain kedalaman laut, intuisinya memaksa dia melihat keatas, dia lihat diatas ada kerlipan lampu kapal. Mattulada penasaran dia mencoba mendekatinya, kapal ukuran sedang tidak kecil tidak juga besar sekali.

Semakin dekat dia merasa semakin ada yang tidak beres, diatas kapal dia melihat tubuh-tubuh tegap berteriak-teriak seperti memberi arahan. Mattulada tidak tau apa yang diucapkan, mereka berbahasa China. Mattulada semakin bingung apa yang mereka lakukan. Dan mengapa menepi di pantai yang sepi dimalam hari?

Dokter Mattulada baru sadar bahwa mereka ternyata sedang menyelundupkan Narkoba. Dia terus memperhatikan, dia menyesal tidak membawa kamera. Ia yakin ini adalah penyelundupan Narkoba yang besar. Jika itu Sabu mungkin lebih dari 500 kilo. Ini luar biasa besar seingatnya dia sering membaca berita belum pernah ada penangkapan Narkoba yang sebesar ini. Narkoba ini diangkut lewat laut memakai kapal ukuran sedang ini harus saya laporkan.



7

COGENT   - The BeginningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang