49 Salah Paham

0 0 0
                                    

"Tidak ada saya tidak buat perjanjian apapun, saya hanya bilang, Pak Presiden saya salah satu pendiri dari Cogent dan salah satu anggota Cogent. Dari semua anggota Cogent cuma saya yang punya masalah dengan Móguī oleh sebab itu saya sebagai anggota Cogent merasa wajib menghadap bapak Presiden dan memberi tahu persoalannya agar antara kami dan dunia tidak terjadi salah paham. Tujuan Cogent didunia ini hanya dua. Satu menciptakan perdamaian dunia. Dan dua menumpas kejahatan. Saya rasa itu juga semangat dari konstitusi Amerika."

"Setelah itu apa yang terjadi?"
Marzuki semangat bertanya,
"Ya saya berbicara cuma segitu, lalu Presiden Amerika itu tertawa dan mengatakan jika demikian kita tidak punya perbedaan visi-misi terhadap dunia ini. Lalu dia cerita soal bagaimana Amerika berdiri, dan mengenai sifat manusia yang selalu ingin tahu dan selalu ingin menguasai. Karena itu juga manusia punya sifat curiga. Dia bercerita begitu mungkin karena dia pikir saya bukan manusia. Yang saya tangkap begitu meski kata-katanya tidak persis begitu."

"Kamu tidak rekam percakapanmu dengannya?"
"Apa kamu gila? Dia Presiden Amerika, berada dihadapannya saja saya sudah bingung harus bicara apa."
"Mattulada! Kamu Amphibia, si Mada kamu sadar kamu siapa? Kamu lebih hebat dari Presiden Amerika Serikat sekalipun."

Prabu dapat memahami Marzuki yang agak frustasi dengan keadaan sekarang. Percakapan mereka berdua, membuat suasana tegang, yang tadinya santai. Holy Man mengingatkan Mattulada,
"Mada, mana makanan yang kamu bawa? Ayo kita makan dulu, dan berbicara dengan santai. Cogent akan menemukan jalan. Tidak mungkin setiap orang suka dengan Cogent Marzuki, paling tidak para penjahat sudah membenci kita sejak awal. Ayo makan dulu."

Suasana kembali cair, namun itu tidak lama. BreakingNews selanjutnya adalah konferensi pers perdana mentri Inggris. Marzuki khawatir ini tidak baik dan ini pasti soal pertemuan Mattulada dan Presiden Amerika.

Perdana Mentri Inggris mempertanyakan hasil dari pertemuan Mada dan Presiden Amerika Serikat. Dunia harus tau apa yang terjadi dibalik dinding Gedung Putih. Demikian kecam Perdana Mentri Inggris. Jika yang dibicarakan adalah tentang ilmu pengetahuan, Amerika tidak bisa menyimpannya untuk sendiri, jika yang dibicarakan adalah hal lainnya maka Amerika harus mengumumkannya. Itu menjadi hak umat manusia.

"Kita harus mengunjungi Inggris, Arab Saudi, Jerman, Perancis dan Rusia. Dan kali ini sebaiknya Cogent yang melakukan pertemuan." Holy Man memberi saran. Rupanya semua setuju, sementara itu konferensi pers Perdana Mentri Inggris masih terus berlangsung.

Sarah menggendong Edbert, Holy Man memperhatikannya seperti memberi pesan kepada Edbert, dan anak kecil itu melihat Holyman layaknya tatapan orang dewasa.

Nurmeilina keluar tentu saja diikuti oleh Mattulada. Rain ada diluar sejak tadi. Nurmeilina menyapanya dengan menepuk pundaknya dari belakang "Apa yang kamu hayalkan Rain?"

"Tidak ada, saya hanya senang menjadi bagian dari ini semua. Coba bayangkan Nur, seluruh kepala negara ingin bertemu Cogent. Saya disini justru sedang bicara dengan kalian. Dan Mattulada baru saja bertemu Presiden Amerika, sekarang dia disini bersama kita. Tidakkah dunia ini ajaib Nur?"

"Bener juga ya, Cogent ini memang benar-benar punya pengaruh akhirnya, pantas saja Holy Man dan Prabu bergabung disini." Nurmeilina mulai merasakan bahwa Cogent nantinya akan berpengaruh. Dia akan mendorong orang untuk menyelamatkan pulau Kalimantan, yang semakin menjadi perkotaan dan ekosistem yang semakin rusak. Dia tidak bisa sekedar menakuti orang lagi. Harus ada perlawanan secara politik. Ketamakan manusia untuk kepuasan matanya, rasanya sulit dibendung dengan cara-cara lama.

"Lin kamu tau yang punya ide untuk buat Cogent ini? Hmmm" Mattulada bicara seperti itu sambil pura-pura lihat keatas, kekiri dan kekanan meledek Nurmeilina. Saat Mattulada sedang konyol seperti itu Sarah datang.

"Bikin konyol apa lagi ni si Mattulada, udah nikah ajalah. Betah banget sih jomblo?" Sarah meledek Mattulada. Rain dan Nurmeilina tertawa lepas tangan Nurmeilina dan Rain tiba-tiba diangkat tinggi, mereka melakukan tos. Putu Tantra pun datang.

"Ada apa sih kok dari dalam kelihatannya disini seru banget, didalam orang-orang itu bicara politik terus, pusing kepala saya."
Rain tertawa mendengar keluhan Putu Tantra.

"Makanya disini saja Putu, melihat ada yang dibully disini." Rain menyarankan.
"Dibully? Wah siapa yang dibully?" Putu Tantra pura-pura menanyakan padahal ia tau persis siapa yang dibully
"Ah tidak ada bully-bully, kita semua cuma becanda saja, biasa lah kayak gak kenal Sarah saja." Jelas Mattulada.

Edber tidur dikamarnya namun Rain yang sudah dekat dengan Edbert penasaran dan ingin menengoknya, dan dia bergerak masuk.
"Mau kemana Rain." Tanya Sarah.
"Mau lihat Edbert, takut dia bangun. Atau nangis."
"Gimana sih Rain, kalo dia bangun ada pemberitauan dialat saya ini. Kamu tenang saja."
"Iya Rain disini saja temenin aku sama Sarah disini. Lagian lagi seru kamu pergi."
Rain tersenyum,
"Ok deh, kalo gitu, tapi enaknya sambil ngemil nih Nur." Nurmeilina ngerti maksud Rain, agar Mattulada beli sesuatu.
"Ngemil apa ya Rain enaknya?"
"Apa aja sih yang penting gak iseng."

Mattulada terbang dalam lima belas menit dia sudah kembali membawa tas terbuat dari kertas.
"Kemana saja kamu Mattulada? Kok lama, tumben." Tanya Sarah penasaran.
Nurmeilina pun penasaran,
"Iya hampir saja kami masuk, tapi Sarah yakin kamu bawa cemilan."
"Ini yang lama nunggu pesanannya, penuh banget disana antri, aku juga nyesel, tau gitu beli yang gak terlalu ramai."
"Apa itu Mattualada?"
Tanya Rain,
"Tunggu sebentar saya kasih orang-orang didalam dulu sebentar."

Didalam suasana masih seru bicarakan strategi politik. Mattulada langsung berikan yang dia bawa kopi dan cemilannya.

"Ini biar semakin seru pembicaraannya."
"Kamu kemana saja Mattulada, malah asik pacaran. Disini saja, kita sedang bicarakan strategi Cogent kedepan menghadapi ini."
"Ok tapi sebentar saya kasih ini dulu ke mereka yang diluar."

Diluar Mattulada memberikan kesemua orang sambil menjelaskan apa yang dia bawa.
"Ini kopi dan Bungeoppang."
"Wah apalagi itu Mattulada?" Putu Tantra membuka bungkusnya,
"Wah ikan-ikanan." Putu Tantra mengambil roti itu dan menggerak-gerakkan ikan tersebut mencoba mengikuti gaya ikan berenang.
"Sudah makan saja dulu, ini makanan terkenal di Korea, ini enak, isinya pasta kacang merah, coklat, ubi manis, kadang ada yang es krim dan hal lainnya. Cemilan ok nih. Pas dengan kopi ini."

"Kalo Mattulada bilang enak, itu berarti enak banget Putu, coba saja." Sarah meyakinkan Putu. Benar saja semua suka. Dan pas rasanya menjadi cemilan sambil minum kopi.
"Oh gitu ya? Jadi rekomendasi dia soal makanan ok ya?" Putu Tantra mulai memakannya, dia mulai dari ekornya.
"Ya ampun Mattulada, bener kata Sarah, ini enak." Logat balinya membuat Nurmeilina tertawa kecil.
"Makanya makan dulu baru komentar, ini bentuknya aja ikan padahal gak ada ikannya."
"Iya aku suka ini manis gurih, karena ada ubinya kali ya?"
Nurmeilina menambahkan,
"Tuh kan, Nurmeilina juga suka, hahaha." Sarah tertawa lagi.

Mereka sudah mengeluarkan meja ketika Mattulada pergi, karena Sarah yakin seratus persen Mattulada akan bawa makanan. Mereka bercengkrama di luar. Tapi Mattulada harus masuk.
"Putu kamu dipanggil sama bapak-bapak di dalam, saya juga akan masuk setelah makan ini."
"Ok, kita bicara politik lagi setelah ini, hehehe."
Putu Tantra masuk lebih dulu.






49

COGENT   - The BeginningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang