[SEBAGIAN PART DI PRIVATE, FOLLOW AGAR BISA MEMBACA LEBIH LANJUT]
/CERITA INI BANYAK MENGANDUNG KATA DAN ADEGAN KASAR JUGA SEDIKIT BUMBU-BUMBU KEBUCINAN!!!
📌JANGAN SAMAKAN CERITA INI DENGAN CERITA LAIN KALAU BELUM MEMBACA KESELURUHANNYA
📌CERITA IN...
Jika ada typo atau kalimat berulang-ulang mohon direfresh ulang ceritanya. Oke enjoy and happy reading gaes.🥳
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
—JANGAN LUPA VOTENYA!—
°°°🥳°°°
Sembilan orang menatap kaca didepannya tak percaya, tatapan mereka terpaku pada satu objek yakni seorang yang kini berbaring lemah di atas brankar rumah sakit.
Mel membekap mulutnya tak percaya antara senang dan sedih semua berkecamuk menjadi satu.
"Apa kalian keluarga pasien?"
Semua menoleh menatap seorang dokter paruh baya, "saya kakak iparnya," balas David.
Dokter itu mengangguk sembari menghembuskan nafas lega, "syukurlah kalian kesini, di kondisi sekarang yang pasien butuhkan hanya support dari keluarga,"
"Bukankah Ares sudah mulai sadar?" tanya Barat tak paham.
"Benar pasien sudah sadar sejak kemarin, tapi karena terus histeris kami memberikan suntikan untuk menenangkannya,"
"Apa saya boleh temuin suami saya?"
"Silakan, usahakan bergantian ya," dokter itu mengekori Mel dan David.
Mel berjalan mendekat, air matanya luruh tanpa diminta. Menyentuh tangan kekar yang selama ini ia rindukan.
"Jangan sentuh saya!"
Mel berjingkat kaget, "ini Mel kak," bisik Mel.
Tangan Areska meraba mencari tangan mungil istrinya, "sayang kamu disini?"
David menatap pergerakan aneh dari Areska, ia merasa ada yang tak beres dengan suami adiknya.
"Ini gelap banget, nyalain lampunya." pinta Areska terus menggenggam tangan istrinya erat.
Deg!
"Kak Eska ini lampunya nyala kok," Mel menghapus air matanya kasar, "jangan bercanda ya, aku kangen banget."
"Hey, aku nggak bercanda sayang, ini beneran gelap banget," ujar Areska mulai panik, "aku pengen lihat wajah kamu, nyalain lampunya ya please," lanjutnya memelas.