EXTRAPRAT 2

3.1K 149 8
                                    

Waktumu terlalu berharga jika terus kau pergunakan hanya demi hal-hal murah, contohnya ngejar crush yang nggak peka-peka.

- :)

--🥳---

Waktu berjalan begitu cepat, tapi sayang semua masih begitu sama untuk Areska. Kehidupan dan kesedihannya masih sama bahkan lebih dalam. Genap sudah sepuluh tahun dirinya menjadi seorang duda muda, menjadi seorang ayah yang membesarkan putra semata wayangnya seorang diri.

"Papi!"

"Hemmm?"

"Pagi ini Ar ada les jadi berangkat agak pagi, terus siangnya ada latihan karate." ungkap Arshata masih dengan wajah bantalnya.

"Lalu?"

Mendengus kesal, kedua tangan bocah itu berkacak pinggang, "masih nggak peka? Kenapa seorang ayah sangat susah untuk peka!"

"Tau apa kamu tentang peka hemmm?" goda Areska membuat putranya semakin menahan kesal.

"Sudahlah bicara dengan papi membuat Ar darah tinggi." pungkas Arshata sebal.

Terkekeh kecil Areska menuntun tubuh Arshata untuk duduk disampingnya, "papi boleh mengatakan sesuatu Ar?"

Anggukan sebagai jawaban seakan membuat Areska lega, mencoba merangkai kata seapik mungkin agar putranya tak tersinggung, "lain kali kalau kamu ketemu sama orang lain jangan pernah ungkap keburukannya didepan semua orang bisa?"

"Keburukan apa? Ar tidak pernah bicara buruk."

"Yakin?" Arshata mengangguk mantap seolah membenarkan bahwa dia anak baik-baik, "kalau lupa kejadian kemarin sore? Ah bukan hanya itu kemarin lusa dan minggu lalu?"

Mencoba berfikir keras, Arshata kembali menggeleng, "lupa."

Menghembuskan nafas dalam-dalam, Areska mengelus puncak kepala putranya penuh sayang tapi juga menahan kesal. Bagaimana tidak jika ia mengajak Arshata keluar, bocah ini akan dengan gamblangnya mengutarakan apa yang dilihat.

Seperti kemarin sore saat di pusat perbelanjaan kota. Acara yang seharusnya dijadikan Areska untuk melepas penat sekaligus mempererat hubungan dengan Arshata justru membuatnya dongkol luar biasa.

"Papi," panggil Arshata dengan raut wajah yang mulai Areska hafal.

"Apa?"

"Lihat!" menunjuk kearah salah satu orang wanita dewasa dengan pakaian terbuka, "aneh ya?"

Memejamkan mata beberapa saat kini Areska tau apa yang sebenarnya dilihat sang putranya, "udah biarin aja. Itu urusan dia, ayo!"

Dengan eskpresi menyebalkan Arshata mengangguk, mengikuti langkah sang papi dengan anteng sedikit membuat Areska lega.

"Pulang yok Pi, disini nggak enak banget," aduh Arshata, "rasanya pengap. Banyak yang coba ngedeketin minta tolong segala macem, Ar nggak suka!"

"Ya udah ayo," putus Areska tau akan ketidak nyamanan yang dirasakan Arshata.

Mengandeng tangan tangan Arshata dengan erat untuk menuju basemen. Tapi sayang belum sampai pada tujuannya perkataan Arshata berhasil membuat Areska melotot tak suka.

"Tante, lain kali kalau pakai jarum jangan dimuka," tutur Arshata dengan suara agak keras, "terus kenapa tante bisa punya ekor. Itu ekor monyet mana tante ambil hemmm?"

"Hey kamu ini ngomong apa? Masih kecil juga!" balas wanita dengan pakaian terbuka serta dandanan menornya.

Memijat pelipisnya yang terasa ngilu, Areska menarik tangan Arshata agar berdiri agak dibelakangnya, "maafkan putra saya, dia hanya bercanda."

EskamelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang