Saat Regan dan Gemya masih berada di luar, Sarah mencoba memulai pembicaraan. Memperjelas sesutau yang masih mengganjal menurutnya.
Diraihnya tangan Lanara, menggenggamnya lembut. Membuat Lanara yang sedari tadi melihat ke luar jendela, kini menoleh ke arahnya.
Sarah tersenyum hangat, sebelum akhirnya membuka suara.
"Itu temennya Lanara kapan datengnya? Trus si Gemya itu, bukannya tadi udah pergi ya."
"Ngak tau ma."
Sarah menghela nafas, kemudian mencoba memulai percakapan lagi.
"Nara udah ingat sesuatu?" tanyanya sedikit hati-hati.
Lanara hanya diam, sampai beberapa menit setelahnya baru ia menggeleng menidakkan.
"Tapi kenapa Nara sampai ngelakuin hal kayak tadi, dan ini udah yang kedua kalinya loh sayang."
Lanara membuang pandangannya ke luar.
"Lanara juga gak mau ma, tapi Lanara capek. Setiap kali kilasan itu muncul Nara jadi susah nafas, kayak ada yang bekap Lanara ma. Dan dari ujung kepala sampai unjung kaki Nara, semuanya terasa sakitma. Kayak ada beribu tangan yang lagi mukulin Lanara tanpa ampun. Bahkan di kepala Lanara ada banyak suara-suara yang nyuruh Lanara untuk mati ma." lirihnya.
Ia kembali menoleh Sarah, menatap ke arah ibunya dalam. Sedangkan Sarah terus melihat ke arah Lanara pilu. Ia sakit mendengar ucapan Lanara barusan. Ia tak bisa membayangkan seberat apa rasa sakit yang putrinya alami.
"Maaf ya ma, Lanara terlalu payah sampai mikir buat bunuh diri."
"Lanara salah, maafin Lanara ma ..."
"Ngak," bantah Sarah.
"Mama yang minta maaf ... mama yang belum bisa pahami Lanara sepenuhnya. Mama yang selalu sibuk ngelakuin sesuatu yang mama pikir itu bisa nyembuhin kamu. Tanpa mikirin, apa yang kamu rasain. Maafin mama sayang. Mama belum bisa jadi ibu yang baik buat kamu, hiks ... " Sarah terisak, ia tertunduk. Berusaha menyembunyikan air matanya.
"Kenapa bilang gitu, kalau mama aja belum cukup baik. Gimana dengan ibu kandung Lanara ... " ia tertawa kecil, namun matanya berkaca-kaca.
Sarah yang mendengarnya tampak kaget. Lanara tak pernah menyinggung soal itu. Bahkan Sarah berpikir jika Lanara tak ingat sama sekali bahwa ia hanyalah anak angkatnya.
"Kak? Kamu ingat ... "
Lanara tersenyum tipis.
.
.
.Kembali ke 12 tahun yang lalu, saat Lanara masih dirawat di rumah sakit selepas kejadian itu. Sarah yang datang berkunjung, di temui oleh dokter Veni yang bertanggung jawab mengawasi kondisi Lanara.
Mereka berdua berdiri, menghadap kaca yang langsung menunjukkan Lanara di baliknya. Lanara sudah di tempatkan di ruang rawat dimana sebelumnya sempat tertahan di ruang ICU.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milikku Zeylan
RomanceDia terlalu fokus menyembuhkanmu, sampai lupa kalau dirinya juga sakit -Lanara Jika trauma adalah penderitaan paling nyata bagi korban. Maka rasa bersalah dan penyesalan adalah hukuman paling nyata bagi pelaku. "See u ninja," pamitnya.