Angin laut menyapa, menyambut Regan yang baru saja turun dari mobilnya. Namun mata lelaki itu terfokus pada seseorang ditengah jalan, tatapannya tajam.
'Bagas'
Dan ya, tak jauh dari Regan ada Bagas yang berdiri di tengah jalan itu menghadang jalan. Ia tersenyum menatap ke arah Regan, merasa senang karena telah berhasil menemukan lelaki itu.
Lalu sejenak mengalihkan sorot matanya ke arah Lanara yang masih duduk di dalam mobil. Senyumannya mendadak hilang.
Regan yang menyadari itu, ikut menoleh ke arah Lanara. Lalu dengan tajam ia kembali menatap ke arah Bagas.
Tatapannya dingin, membuat Bagas merasa diasingkan. Di tambah lagi pertanyaan Regan yang seolah tak menyambut kehadirannya.
"Lo ngapain di sini?" tanya Regan begitu saja, tanpa menyadari jika itu melukai perasaan Bagas yang mendengarnya.
Bagas kesal.
"Gue yakin, kalau bukan karena dia. Lo nggak akan pernah nanya hal itu ke gue," imbuhnya.
Namun bukannya memperbaiki suasana hati Bagas, Regan malah tampak tak acuh dengan menyebutkan fakta.
"Nggak usah sok tau- bukan berarti karena lo nggak pernah denger, jadi gue selama ini nggak ada niatan buat ngomong gitu ke lo." Regan terkekeh kecil, merasa lucu akan situasinya.
"Lagian sekarang lo siapa, bukannya lo udah keluar."
Bagas mengangguk dengan kecewa, menatap Regan emosional.
"Iyah, gue memang udah keluar."
Rahang Bagas mengeras.
"Tapi, untuk semua yang udah gue lakuin buat lo. Nggak seharusnya lo perlakuin gue kayak gini."
Regan tersenyum tipis.
"Oke," ucapnya kemudian mulai berjalan mendekati Bagas. Bagas mulai sedikit merasa senang, berpikir Regan telah kembali.
Jarak diantara keduanya hanya tinggal selangkah. Mereka kini saling berhadapan. Senyuman tipis terkembang di wajah Bagas, menantikan sesuatu yang akan di ucapkan oleh Regan.
Regan mendekatkan mulutnya pada telinga Bagas. Ada sebuah senyuman jahat di wajahnya.
"Minggir, atau lo bakal gue tabrak." Senyuman tipis yang bahkan samar itu sontak lenyap.
Regan kembali menghadap Bagas, "Puas?" tanyanya, dengan senyuman yang tampak mengejek.
Lalu berjalan kembali ke mobil berniat untuk segera pergi dari sana. Namun baru beberapa langkah, Regan dapat mendengar suara tawa dari Bagas. Ia menoleh ke belakang, melihat lelaki itu.
Bagas menyeringai.
"Mau main?" tanya Bagas tiba-tiba, dengan nada yang sama persis dengan Regan.
Regan mengerutkan dahinya merasa aneh, tapi ia tak menggubris hal itu, dan hanya menatap dingin ke arah Bagas.
Senyuman Bagas seketika memudar, tatapannya tiba-tiba serius.
"Lo tau, semakin lo nyuekin gue, semakin besar pula niat gue ngehabisin cewek sialan itu," ucap Bagas dengan penuh penekanan, dan di akhiri dengan senyuman gilanya.
Namun lagi-lagi Regan hanya diam. Dengan segaja mengabaikan Bagas, ia berjalan kembali menuju mobilnya.
"Lo pikir gue main-main? Gue serius, bangsat."
Regan masih mengabaikannya.
"Regaaan!"
Mata Bagas membelalak, ia penuh emosi. Deru nafasnya menggebu-gebu. Bagas mulai mengeluarkan pecahan kaca dari saku celananya. Dan ya, itu adalah pecahan kaca yang sama dengan yang ada di rumah Regan malam tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milikku Zeylan
RomanceDia terlalu fokus menyembuhkanmu, sampai lupa kalau dirinya juga sakit -Lanara Jika trauma adalah penderitaan paling nyata bagi korban. Maka rasa bersalah dan penyesalan adalah hukuman paling nyata bagi pelaku. "See u ninja," pamitnya.