"Seharusnya lo biarin gue loncat waktu itu." Setetes air mata terjun melewati pipi mulus gadis itu. Lanara terus mencoba menahan tangisnya agar tak pecah.
"Karena sebelum hari itu ... gue bahkan nggak inget udah berapa kali gue bunuh diri dalam pikiran gue sendiri." Suara Lanara kian parau, matanya memerah bahkan pengelihatannya sudah buram karena tumpukan air mata menutupi kornea matanya.
Zeylan mengepalkan tangannya, matanya ikut memanas, merasakan betapa sesaknya itu semua.
"Lan?" lirih Regan lagi.
Lanara menggeleng.
"Gue nggak mau berharap lagi Regan, berhenti buat gue ngerasa kalau gue bisa bahagia."
"Lo bisa. Lo bisa bahagia Lanara," ucap Zeylan akhirnya mulai mengeluarkan suara.
"Dan itu harus," lanjutnya sembari menatap Lanara lekat. Mata mereka bertaut, berada dalam sorot mata yang sama.
Regan tersenyum tipis.
"Iya, lo harus bahagia Lanara." Regan menambahi, mereka mulai mengubah suasana di antara ketiganya.
Lanara menatap Regan dan Zeylan bergantian.
"Semua orang berhak bahagia Lanara—Maaf kalau tadi gue udah buat lo kecewa, gue cuma kesel karena nggak seharusnya lo bantuin gue. Gue nggak mau ngebebanin lo, karena faktanya masalah lo jauh lebih berat dari pada gue." Zeylan berlutut, meraih pipi Lanara lembut. Menghapus jejak air mata di wajah gadis itu.
"Inget, gue udah janji bakal nyembuhin lo. Jadi gue mohon, jangan berhenti berharap. Kayak yang lo bilang, kita sembuhin ini sama-sama." Zeylan tersenyum teduh, menatap Lanara lekat.
Regan meraih pucuk kepala Lanara lalu mengetuknya pelan, Lanara menoleh.
"Kita sembuhin ini bertiga," tuturnya kemudian tersenyum hangat.
Zeylan mengangguk setuju, "iya, kita sembuhin ini bertiga."
Suasananya sudah benar-benar terkendali, seolah mereka adalah tiga serangkai yang sangat akur. Saling menguatkan, dan menjadi obat untuk yang lainnya.
Lanara menunduk, memainkan kedua tangan yang ada di pangkuannya. Kemudian kembali menatap Zeylan dan Regan bergantian. Ia mengangguk, kemudian tersenyum haru. Ia ingin percaya sekali lagi, bahwa setelah semua yang terjadi inilah waktunya ia akan bahagia.
"Lanara?" panggil Gemya khawatir, yang tiba-tiba sudah ada di sana.
"Lo nggak apa-apa, nggak ada yang lukakan?" Gemya meraih bahu Lanara mengecek kondisi teman lamanya itu dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Lo kok bisa di sini?" tanya Regan merasa heran.
"Ya gimana, orang sekarang sekolah lagi heboh karena perintah lo yang tiba-tiba itu. Mereka bilang Lanara hilang dan semua anak buah Regan lagi berusaha nyari. Jadi tadi gue telpon Aldi buat mastiin, trus langsung ke sini pas dapet kabar—tapi lo beneran nggak apa-apakan Lan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Milikku Zeylan
RomantizmDia terlalu fokus menyembuhkanmu, sampai lupa kalau dirinya juga sakit -Lanara Jika trauma adalah penderitaan paling nyata bagi korban. Maka rasa bersalah dan penyesalan adalah hukuman paling nyata bagi pelaku. "See u ninja," pamitnya.