Dia terlalu fokus menyembuhkanmu, sampai lupa kalau dirinya juga sakit -Lanara
Jika trauma adalah penderitaan paling nyata bagi korban. Maka rasa bersalah dan penyesalan adalah hukuman paling nyata bagi pelaku.
"See u ninja," pamitnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Karena gue kangen nyokap gue." Ucap Zeylan dingin dan itu membuat Lanara tak bisa berkata - kata lagi.
Walaupun jawaban Zeylan tersebut belum sepenuhnya menjawab pertanyaannya. Karena seperti yang ia lihat tadi, mata Zeylan sudah sembab lebih dulu sebelum di meja makan. Dan itu artinya, Zeylan sudah menangis sebelumnya.
Zeylan yang kembali melanjutkan langkahnya, tak bisa Lanara tahan lagi. Ia membiarkan lelaki itu pergi ke kamarnya. Zeylan tampak membutuhkan waktu untuk menenangkan dirinya sendiri.
Di tatapnya dalam ke arah punggung Zeylan yang mulai menjauh. Lelaki itu tampak lelah, dan bahunya tampak sangat berat. Seolah ada begitu banyak beban yang sedang ia pikul.
Lanara menghela nafas panjang. Kemudian melangkah menuju meja makan, dan kembali duduk di sana. Menyandarkan kepalanya di atas meja, merehatkan lehernya sejenak. Karena hari ini begitu terasa panjang dan melelahkan.
-•-
Zeylan tak keluar lagi dari kamarnya setelah perbincangan di meja makan tadi siang. Bahkan ia melewatkan makan malam begitu saja. Ia mengunci dirinya di kamar, dan tak mengizinkan siapapun untuk masuk. Tidak satupun, termasuk Zuan ataupun Ryn.
Ia berdiam diri di kamar, dengan bertelanjang dada ia berdiri di depan cermin. Menatap dalam ke arah bekas luka yang mengotori dadanya itu. Membuat ingatannya tentang malam itu kembali terlintas di kepala. Malam dimana seharunya ia sedang makan malam dengan keluarganya yang dulu sangat terasa sempurna. Malah berubah menjadi malam yang mengerikan.
Setes air mata kembali jatuh dari kelopak mata Zeylan. Amarah, gelisah, sedih dan juga takut bercampur memenuhi relung hatinya yang begitu kecil untuk semua perasaan itu. Karena walau luka itu hanya tinggal bekasnya saja, kenangannya masih terus menyiksa. Bahkan lebih terasa sakit dari pada luka yang hanya tinggal bekasnya itu.
Lanara berjalan kembali ke kamarnya, namun saat ia ingin membuka pintu. Ia berhenti sejenak menatap pintu kamar Zeylan yang tak jauh dari sana, baru kemudian memutuskan untuk masuk ke kamarnya.
Dan di ke esokan harinya, Zeylan semakin terasa dingin.
"Lan, ayok," ajak Zeylan tanpa menatap ke arah Lanara, dan langsung pergi menuju garasi.
"Zeylan, ngak sarapan dulu ?" tanya Sarah.
Namun Zeylan tak menjawabnya, seolah tak mendengar itu.
"Yaudah ya ma, aku berangkat dulu."
"Eh tunggu-tunggu, mama buatin bekal dulu buat Zeylan. Biar nanti dia bisa makan di sekolah," ucap Sarah dan bergegas memasukkan nasi goreng beserta telor mata sapi itu ke dalam kotak makan.
"Nih."
Lanara meraih tempat makan itu, kemudian segera pamit dan menyusul Zeylan ke garasi.
Tak ada percakapan saat di jalan, keduanya saling diam. Sampai akhirnya mereka tiba di parkiran sekolah. Zeylan mematikan motornya dan Lanara segera turun.