Zeylan berlari sekuat tenaga ke parkiran, ia mengumpulkan semua tenaga yang tersisa. Ia menyalakan motornya lalu segera menancap gas pergi, namun setibanya di gerbang ia terpaksa berhenti. Karena sudah ada Regan di sana. Lelaki itu tersenyum menggoda sembari memain-mainkan kunci gerbang yang sudah ada ditangannya.
"Gue ngak punya waktu buat main-main sekarang," ujar Zeylan menekankan.
"Sayang banget," kata Regan seolah kecewa kemudian dengan tiba-tiba ia langsung melempar kunci itu ke luar gerbang.
"Eh! kuncinya jatoh."
Regan memasang wajah polos tak bersalah membuat Zeylan semakin muak terhadapnya. Zeylan menarik nafas panjang kemudian membuangnya kasar.
Dimatikannya motornya kemudian segara turun dan berjalan mendekati Regan yang masih berdiri di depan gerbang. Tatapannya dingin, dan begitu tajam sedangkan Regan dengan senyuman, menunggu reaksi musuhnya itu. Dan saat sudah dekat, dalam hitungan detik, satu pukulan dilayangkan ke wajah Regan, sangat kuat, hingga membuatnya terdorong menabrak gerbang.
Kemudian dengan cepat dia memanjat gerbang dengan bertumpu pada bahu Regan. Dan segera pergi begitu saja setelah memanggil taksi. Sedangkan Regan malah tertawa merasa puas sembari mengusap sudut bibirnya yang terluka.
Zeylan tiba di tempat yang dikatakan Ryn saat di telpon. Sebuah bangunan setengah jadi di dekat les Ryn namun sekarang sudah terbengkalai begitu saja. Ia terlusuri gedung itu ke setiap penjuru sembari terus memanggil adiknya.
"Ryn!" teriak Zeylan keras.
Ryn yang terduduk sembari menekuk lututnya. Menatap bingung ke arah Lanara dengan isak tangis yang belum juga berhenti. Kemudian mulai mendengar suara Zeylan yang terus memanggil namanya. Ia segera beranjak dan mencari kakaknya itu.
"Kak Zeylan!" teriak Ryn saat melihat kakaknya itu, di kejarnya Zeylan kemudian langsung menghempaskan diri ke dalam pelukan Zeylan.
"Kamu ngak papa?" tanya Zeylan khawatir, dan Ryn hanya mengangguk sembari terus menahan tangisnya yang ingin kembali pecah.
"Lanara dia ..." Ryn terisak.
"Lanara?" tanya Zeylan yang bingung dengan maksud adiknya itu. Ryn melepas pelukannya, dan menyadari kalau kakaknya juga sedang tidak baik-baik saja.
"Muka kakak kenapa?"
"Ngak papa, tadi jatoh," ujar Zeylan menenangkan.
"Tadi kamu bilang Lanara, kenapa dia?" sambung Zeylan dan tampak Ryn tak bisa lagi menahan air matanya untuk tak jatuh lagi.
"Aku gak tau dia kenapa, dia ... dia ..." ujar Ryn belum selesai karena tangisannya kembali pecah.
"Kamu sama Lanara?" tanya Zeylan lembut tak ingin membuat adiknya tertekan. Dan Ryn mengangguk mengiyakan.
"Trus Lanaranya dimana sekarang?" Ryn menarik tangan Zeylan membawanya ke tempat Lanara berada.
Setibanya di tempat itu, Zeylan melihat Lanara yang terduduk di lantai, tatapannya pilu, tubuhnya gemetar dan ia kesulitan bernafas. Zeylan melihatnya khawatir dan segera menghampiri saudara tirinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milikku Zeylan
عاطفيةDia terlalu fokus menyembuhkanmu, sampai lupa kalau dirinya juga sakit -Lanara Jika trauma adalah penderitaan paling nyata bagi korban. Maka rasa bersalah dan penyesalan adalah hukuman paling nyata bagi pelaku. "See u ninja," pamitnya.