"Kenapa, kenapa nggak bisa jelasin sekarang ? Lo bilang nggak sepenuhnya bener. Jadi kasih tau gue mana yang bener, mana yang nggak!" Suara Lanara meninggi di akhir, ia tampak kesal.
"Iya gue bakal jelasin Lan, tapi nggak sekarang," ucap Gemya berharap Lanara akan mengerti.
"Cih, alasan," celetuk Farel memanas-manasi yang langsung mendapat makian lagi oleh Gemya.
"Lo diem ya bangsat!" Gemya menunjuk Farel memberi peringatan.
Namun itu semakin membuat Lanara merasa asing dengannya. Ia tau siapapun bisa berubah. Tapi ia tak menyangka jika Gemya akan berubah seperti ini. Gadis itu bukan lagi Gemya yang ia kenal 10 tahun lalu.
"Dari pada nyuruh dia diem, mending lo jelasin ke gue Gem."
"Lan! Berapa kali gue bilang, gue nggak bisa jelasin sekarang. Jagan paksa gue!" Suara Gemya semakin meninggi, dan tanpa sadar sudah membentak teman lamanya itu. Emosi yang terlalu sering terpendam langsung menerobos keluar begitu ada kesempatan.
Lanara cukup kaget dengan bentakan itu, dari sudut bibirnya terbentuk senyuman kecut tanda tak percaya. Ia menatap lekat mata Gemya. Gadis itu benar-benar sudah berubah.
"Okeh ... gue nggak akan maksa lo. Terserah lo mau cerita kapan, gue udah nggak peduli lagi."
Lanara langsung berjalan pergi dari sana. Wajahnya terlihat dingin, membuat Gemya tak berani untuk menghentikan langkah Lanara agar tak pergi. Dalam hatinya terbesit rasa bersalah karena sudah membentak temannya itu. Namun ia benar-benar belum bisa menceritakan semuanya ke Lanara sekarang.
"Lan," lirihnya pelan.
.
.
."Lan, kok malah bengong?" panggil Dyon menyadarkan Lanara dari lamunannya.
"Eh, sorry-sorry." Lanara tampak tidak fokus.
Dyon menatapnya khawatir. "Lo beneran udah nggak papa? Kalau nggak, ke UKS aja sana. Biar ditemenin sama Rasca."
Rasca mengangguk setuju.
"Iya Lan, ke UKS aja yuk," ajak Rasca.
Namun Lanara menolak, ia menggeleng. Tersenyum menandakan ia baik-baik saja.
"Yaudah deh, tapi jangan di paksa, ya." Dyon tampak benar-benar peduli, membuat Lanara sedikit merasa bahagia. Gadis itu tersenyum, mengangguk pelan. Merasa bersyukur atas apa yang ia punya sekarang. Cahaya kecil miliknya perlahan mulai muncul satu per satu.
"Oh ya Lan, Zeylan gimana ?" tanya Rasca penasaran, yang langsung ditegur oleh Dyon karena ini bukan waktu yang pas untuk membahasnya.
"Ras," kode Dyon.
"Apa sih, kan gue cuma nanyak," Rasca membela diri.
"Ya tapi lihat situasinya juga kali," kata Dyon dengan tegas membuat Rasca kini jadi cemberut. Namun, karena pertanyaan Rasca barusan, Lanara kembali teringat soal Zeylan. Ia ingin bertemu dengan saudara tirinya itu.
"Oh ya, Gue mau ke kelas Zeylan dulu ya," pamit Lanara dan segera pergi.
"Gue temenin ya, Lan." Rasca berjalan menyusul Lanara tapi Dyon segera menahan tangan gadis itu.
"Nggak, nggak, nggak. Lo di sini aja."
"Igh, gue kan cuma mau nemenin dia." Rasca berusaha meyakinkan Dyon agar membiarkannya pergi. Namun Dyon hanya menatapnya, tak menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milikku Zeylan
RomanceDia terlalu fokus menyembuhkanmu, sampai lupa kalau dirinya juga sakit -Lanara Jika trauma adalah penderitaan paling nyata bagi korban. Maka rasa bersalah dan penyesalan adalah hukuman paling nyata bagi pelaku. "See u ninja," pamitnya.