#28

2K 201 8
                                    

Matahari semakin meninggi, dan Regan kian mengintimadisi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari semakin meninggi, dan Regan kian mengintimadisi. Namun entah bagaimana, Bagas tak langsung menyerah dengan tekadnya. Matanya menatap tajam Bagas yang masih belum berpaling atau setidaknya menghindari sorot matanya. Ekspresinya berubah.

"Masih yakin ?"

Bagas tak langsung menjawab, namun ekspresinya sudah cukup menjelaskan bahwa tekadnya begitu kuat. Regan yang melihat itu, tersenyum sinis. Kemudian memandangnya remeh. Ia berbalik, kembali berjalan menuju singgasananya.

"Gue gak pernah takut sama lo, Gan."

Kalimat itu tiba - tiba terlontar dari mulut Bagas. Membuat langkah Regan kini terhenti. Sorot matanya berubah, bahkan ekspresinya begitu ketat. Hawa dingin begitu mencuat darinya, membuat siapapun enggan untuk berada di sekitarnya.

Dan tanpa aba - aba, Regan langsung berbalik dan melayangkan pukulan kuat ke arah Bagas. Menjatuhkan Bagas hingga ke lantai.

"Lo bilang apa ? Ngak takut ?"

Satu tendangan langsung menghantam perut Bagas yang masih terbaring lemah. Dan Bagas hanya bisa membuat pertahanan sembari menahan sakitnya pukulan Regan.

"Ha ? Jawab bangsat!"

Sekali lagi, Regan menendang Bagas seperti orang kesetanan. Sampai Bagas sudah benar - benar tekulai lemas, tak berdaya di buatnya. Regan berjongkok, menarik kerah Bagas kasar dan mendekatkannya ke wajahnya.

"Ingat, kalau gue mau. Gue bisa buat lo mati kapan aja," bisiknya namun penuh penekanan.

Dihempaskannya tubuh Bagas kembali ke lantai dengan kesal. Ia berdiri, merenggangkan badan kemudian menoleh menatap ke arah Bagas masih dengan tatapan dingin.

"Aaah, gue jadi ngak mood buat tidur," ujarnya kemudian pergi meninggalkan Bagas sendiri di sana.

Regan kembali turun, malangkah dengan pasti langsung menuju kelas Lanara. Langkahnya kembali terhenti tepat di jendela terakhir kelas IPA 3 itu. Ia melirik Lanara yang sedang sibuk memperhatikan Bu Aini yang sedang mengajar. Tatapannya sedikit meneduh, terasa lebih hangat dibandingkan sebelumnya.

-○●○-

Ketika bel istirahat mulai berbunyi, seperti biasa pak Wira segera merapikan buku - bukunya kemudian bergegas pergi meninggalkan kelas. Dan setelah Pak Wira pergi, Gemya langsung menuju meja Zeylan. Tatapannya penuh curiga, menatap lelaki itu penuh tanya.

"Lo tadi dari mana ?" tanya Gemya namun seperti yang di perkirakan, Zeylan tak menggubrisnya.

"Zeylan ?"

Zeylan masih saja tak acuh. Dan itu membuat Gemya mulai jengkel.

"Lo mau jawab gue atau mau Lanara aja yang gue panggil ke sini buat nanyain itu ke elo," ancam Gemya yang langsung berhasil membuat Zeylan menatapnya sinis.

Milikku Zeylan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang