Lina menangis tanpa suara, keheningan tetap ia jaga. Walau sebenarnya itu semakin menyiksa. Tapi ia sudah terlanjur tenggelam dalam sunyi, membunuh perasaannya sendiri.
Rasa sakit yang teramat besar, merenggut satu hal yang ia miliki. Tapi itu berhasil membuat Lina tutup mata dengan hal lain yang ia punya, yaitu putri kecilnya Lanara dan bayi yang masih berada dalam perutnya.
Lina menangis hingga tubuhnya kehilangan tenaga. Ia tertidur di meja makan dengan handphone Wira yang masih melekat di tangannya. Bahkan sampai ia tak sadar, air bening mulai mengucur melalui selangkangan Lina. Menggenang di lantai. Air ketubannya pecah.
Wira yang terbangun di pagi hari, tak kaget saat tak melihat Lina di sampingnya. Ia lebih kaget saat mendapati handphonenya sudah tak ada. Dengan panik ia segera keluar kamar, takut jika Lina yang mengambilnya.
Pucat wajah Wira, saat mendapati handphonenya yang ada di tangan istrinya.
"Ayah, mama ngompol ya ?" tanya Lanara yang baru saja bangun dengan polos, sembari menunjuk genangan air yang ada di bawah kursi yang Lina duduki.
Deg!
"Sayang ? Sayang kamu nggak apa-apa sayang?" Wira dengan panik menghampiri Lina, mengecek kondisi istrinya itu. Lina sudah tak sadarkan diri, handphone Wira terlepas begitu saja. Seolah mengisyaratkan, ia sudah tau semuanya dan ini adalah akibatnya.
Wira segera menggendong istrinya, membawanya ke rumah sakit.
"Lanara ikutin ayah," perintah Wira buru-buru berjalan pergi. Dan dengan kaki kecil serta wajah kebingungannya Lanara berlari mengikuti Wira.
Beruntungnya Lina dan bayinya selamat, setelah menjalankan operasi caesar. Wira sedikit merasa lega, tapi sejatinya ia masih gusar. Cemas tentang bagaimana ia harus menghadapi istrinya nanti. Karena kini, istrinya sudah tau akan perbuatan kejinya.
Ditemani Lanara yang kini terlelap di pangkuannya. Wira menatap ragu pintu ruangan Lina. Ia takut untuk masuk. Ditambah notif pesan masuk dari Sarah yang menanyakan alasan Wira tidak menjemputnya hari ini membuat Wira kiat gelisah. Perasaannya campur aduk.
"Ayah ?" panggil Lanara yang terbangun dari tidurnya. Matanya memerah, gadis kecil itu ingin menangis.
Wira menoleh, menatap lembut putrinya itu.
"Iya sayang ?"
Tangisan Lanara pecah.
"Ayaaahhh, Aku mimpi mama nangis. Kata mama perutnya sakit. Aku udah coba sembuhin pakai tongkat, tapi nggak bisa yaaahh! Kasian mamaaaaa!!" isak Lanara menceritakan mimpi buruknya.
"Iya sayang udah, nggak apa-apa."
Wira mengelus lembut rambut Lanara, menenangkan putri kecilnya itu.
_____________Dengan perasaan gelisah, Wira akhirnya memberanikan diri untuk menemui istrinya. Bersama Lanara yang ada di gendongannya, Wira membuka pintu pelan. Di dalam, ada Lina yang masih terlelap akibat pengaruh obat bius.
"Mama?" panggil Lanara senang karena bisa melihat ibunya itu.
"Sayang, mama lagi tidur. Kita jangan berisik ya. Nanti mamanya ke ganggu, oke ?" ujar Wira dan Lanara langsung mengangguk sembari meletakkan jari telunjuknya di mulut, tanda untuk tetap diam. Lalu tersenyum manis, kembali menatap ibunya yang masih terlelap di atas brankar.
Wira berjalan pelan menghampiri Lina, kini ia berdiri tepat di sebelah istrinya itu.
"Ayah, aku mau cium mama," bisik Lanara di telinga ayahnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milikku Zeylan
Любовные романыDia terlalu fokus menyembuhkanmu, sampai lupa kalau dirinya juga sakit -Lanara Jika trauma adalah penderitaan paling nyata bagi korban. Maka rasa bersalah dan penyesalan adalah hukuman paling nyata bagi pelaku. "See u ninja," pamitnya.