59

1.5K 93 3
                                    

Angin laut terus menyapu ke daratan, membelai manusia manapun yang ia temui. Menghantarkan sejuk di teriknya matahari yang kian meninggi.

Namun itu tak berlaku untuk Regan yang kian lemas di sana, ia telah banyak kehilangan darah. Namun satu hal yang tak hilang darinya adalah senyuman yang ia tujukan pada Lanara.

Lanara menggenggam tangan Regan, gadis itu menangis.

"Jangan mati Regan."

Regan mengangguk pelan, tanda setuju.

"Tapi setelah ini kamu harus bahagia ya ... ikhlasin semua yang udah terjadi ...  kamu pasti bisa ... semut merah aku pasti bisa," ujarnya dengan susah payah, di akhiri senyuman yang lagi-lagi tak bosan ia kembangkan.

Tangisan Lanara kian kencang. Ia kian mengeratkan pegangannya.

Air mata Regan ikut jatuh melihat itu, karena sejatinya iapun sama takutnya. Ia takut jika tak bisa bertahan, karena ia sadar tenaganya sudah nyaris habis. Tarikan nafasnya sudah sangatlah berat.

"Regaan please ... simpen tenaga lo," pinta Zeylan putus asa.

Regan beralih lagi pada Zeylan. Ia mencoba tersenyum, tapi tenaganya sudah benar-benar habis. Pandangannya mulai redup, kesadarannya menipis.

Zeylan panik. "Regan, lo jangan pingsan, sebentar lagi pertolongan datang, bangun." Ia menepuk-nepuk pipi lelaki itu menahannya agar tetap sadar.

"Regaaaan," isak Lanara.

"Zeylan ini gimanaa?"

Zeylan sendiripun tak tau, ia bingung.

Dan perlahan, bersama kembalinya ombak ke lautan, Regan mulai memejamkan matanya. Lelaki itu tak sadarkan diri lagi.

"Regaaan! BANGUN BANGSAT!"

Lanara menggeleng takut, "Regan." Suaranya gemetar.

Menatap penuh ke arah lelaki yang menjadi tokoh penting dalam beberapa halaman cerita di hidupnya itu, tatapannya nanar.

Bu Hanum tiba di sana, bahkan lebih dulu sebelum ambulance yang ia utus datang.

Wanita itu segera turun dari mobilnya, berlari menuju mereka.

"Zeylan, Regan gimana?" tanyanya panik.

Zeylan menggelengkan kepalanya.

"Regan? Regan bangun Regan?!" Regan tak merespon lagi, Bu Hanum lantas segera mengecek denyut nadi Regan.

Padam.

Bu Hanum terduduk lemas. Dan dengan gemetar ia segera mengecek deru nafas lelaki itu, ia tak merasakan apapun.

Bahkan suhu tubuh Regan sudah sangatlah turun.

"Bu?" panggil Zeylan kian takut setelah melihat ekspresi Bu Hanum.

Bu Hanum menoleh, dengan berat ia menggelengkan kepalanya. Tanda hal buruk telah terjadi.

Zeylan tak dapat mengatur ekspresinya,  ia menggeleng tak percaya.

"Nggak bu, nggak mungkin," ujar Zeylan tak percaya. Lalu ikut mengecek deru nafas Regan.

Bu Hanum segera beranjak dan menelpone seseorang.

"Halo pak, saya ada kabar buruk ..."

Lanara yang melihat itu semakin dibuat cemas. Pikirannya tak bisa lagi positif.

"Zeylan? Regan ... Regan nggak apa-apakan? Iyakan," air mata Zeylan jatuh, menatap Lanara sedih. Dan itu sudah cukup menjawab pertanyaannya.

Lanara menggelengkan kepalanya.

Milikku Zeylan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang