#57

1.1K 95 14
                                    

Saat langit mulai merah merona, melukiskan warna jingga yang begitu indah. Regan terus menyusuri gang melanjutkan pencariaannya.

Namun hasilnya tak seindah langit saat itu, karena Bagas muncul dari balik pintu rumah yang seharusnya menjadi tempat tinggal Rama.

"Lo?" Regan kaget saat melihat Bagas yang keluar, ditambah lagi dengan cairan merah menyelimuti tangannya.

Bagas tersenyum smirk.

"Akhirnya ketemu juga, Regan."

Regan menggelengkan kepalanya, tak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Lo kenapa bisa di sini?" Regan melirik ke arah tangan Bagas. "Jangan bilang itu darah."

Bagas tersenyum tak berdosa, kemudian dengan cepat menganggukkan kepalanya.

"Wanginya enak loh, mau cium?" Bagas dengan gilanya menyodorkan tangannya itu.

Yang segera ditepis oleh Regan. Membuat ekspresi Bagas seketika berubah jengkel. Tatapannya pun  berubah dingin.

"Ternyata Lanara sialan itu bener-bener ngerubah lo ya," hina Bagas yang seketika langsung memancing kemurkaan Regan.

Regan langsung menarik kerah baju Bagas, hingga hampir mencekiknya.

"Lo sebut nama dia lagi, tamat tiwayat lo."

Namun bukannya takut, Bagas malah terkekeh dengan anehnya mendengar ancaman Regan tersebut.

Lalu dengan dratis, ekspresinya tiba-tiba berubah serius, membalas tatapan Regan dengan berani.

"Kita lihat aja nanti, riwayat siapa yang akan tamat duluan."

Bagas kemudian dengan senyuman gilanya, menyapu tangannya yang belumuran darah itu ke wajah Regan. Yang sontak membuat Regan langsung memghempas Bagas, melepas cengkramannya.

Namun Bagas tampak merasa puas dengan itu. Lelaki itu tertawa senang.

Tapi itu tak bertahan lama, tawa Bagas langsung terhenti, bahkan ia tak dapat tersenyum kembali.

Karena saat ia kembali melihat ke arah Regan, lelaki itu hanya diam menatap ke arahnya tanpa ekpresi. Sehingga Bagas tidak bisa menebak apa yang sedang Regan pikirkan. Dan tiba-tiba saja, Regan mulai tersenyum, menyeringai menatap Bagas penuh hasrat.

Separuh wajah yang sudah dipenuhi dengan cairan merah itu membuatnya sudut bibir Regan begitu kuat, bahkan Bagas yang awalnya menggila, kini mulai menjadi sedikit gugup.

Regan melangkah maju, selangkah demi selangkah ke arah Bagas. "Kenapa harus nanti? Gue bahkan bisa lihatin itu ke lo sekarang."

Bagas tersudut, punggungnya sudah menyentuh tembok.

"Lo nggak akan bisa," ucap Bagas spontan.

Namun Regan tak membalas ucapan Bagas dan hanya diam mentapanya. Tapi dari ekspresinya tergambar jelas bahwa ia sedang menanyakan "yakin?"  pada Bagas.

Kemudian Regan dengan tiba-tiba meraih tangan Bagas yang masih berlumuran cairan merah itu, lalu mengarahkan Bagas untuk menyentuh wajahnya sendiri.

Kini bukan hanya Regan, tapi separuh wajah Bagas juga ikut berlumurkan cairan merah itu.

Regan tersenyum meledek, "Di sini, cuma gue yang bisa ngatur lo, bukan sebaliknya."

Dan tampak ada emosi yang tertahan dari Bagas saat ia mendengar Regan mengatakan itu.

Bagas menatap marah dan juga kecewa ke arah Regan. "Okeh—tapi gue bakal pastiin akan ada penyesalan atas keputusan lo itu."

Bagas kemudian melirik ke arah rumah yang menjadi tempat tinggal Rama.

Milikku Zeylan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang