Gemya menatap kosong ke depan, dirinya masih tak percaya dengan siapa yang ia temui tadi.
Lalu tiba-tiba saja datang seorang lelaki melempar sebotol minuman padanya. Namun karena kaget ia tak sempat menangkap botol itu. Sehingga botol itu terjatuh ke lantai dan menggelinding tepat ke arah kaki Zeylan yang kebetulan lewat.
Zeylan hanya melihat ke arah botol itu tak acuh kemudian melangkahinya dan berlalu pergi.
"Woi batu," panggil lelaki itu, yang sontak menghentikan langkah Zeylan.
"Mau main?" lanjutnya.
Zeylan menoleh dengan tatapan tak suka.
"Berisik." Suaranya menekan, mengisyaratkan ketidak sukaannya terhadap orang itu. Dan kemudian kembali berjalan pergi.
-○●○-
Lanara kembali ke kelasnya, mencoba tidur disisa waktu yang ia miliki sebelum bel masuk berbunyi. Namun sekeras apapun ia mencoba, ia tak bisa tidur. Perasaannya terlalu gundah, pikirannya kusut, ia tak menduga akan kembali bertemu dengan Gemya. Lanara menghela nafas panjang.
"Hai!" sapa seseorang yang duduk di depannya. Lanara tak merespon dan hanya menatapnya dengan ekspresi datar.
"Emm, gue Rasca. Salam kenal," ujarnya ramah, dan Lanara hanya tersenyum tipis.
"Emm, kalau lo butuh sesuatu, bilang gue aja, nanti gue bantuin," lanjut Rasca mencoba akrab.
Lanara hanya mengangguk kemudian beranjak pergi.
"Lo mau kemana?" tanya Rasca peduli.
"Toilet."
"Ou, mau gue temenin."
"Nggak usah, makasih," ujar Lanara lalu lanjut pergi.
Namun secara kebetulan, ia berpapasan dengan Zeylan. Terjadi kontak mata di sana, mereka saling tatap. Namun hanya tatapan kebencian. Dan kemudian saling mengabaikan dan berlalu pergi.
—○●○—
Saat pulang sekolah, Lanara menunggu Zeylan di gerbang untuk pulang bersama. Cukup Lama menunggu, sampai akhirnya Zeylan keluar dengan motornya. Namun bukannya berhenti, ia malah melewati Lanara begitu saja dan terus pergi meninggalkannya di sana.
Lanara merasa jengkel, ia menggigit bibir bawahnya kesal. Mau tak mau ia harus naik taksi untuk pulang. Sekali lagi Ia menghela nafas panjang. Karena akan butuh waktu ekstra untuk mencari taksi.
Zeylan yang sudah tiba di rumah, langsung disambut oleh Sarah.
"Zeylan? udah pulang?" sapa Sarah dengan lembut. Dilihatnya ke belakang Zeylan, tidak ada tanda-tanda dari Lanara.
"Loh, Lanaranya mana?"
Zeylan segera mengeles. "Ou, tadi dia bilang pulang sama temennya ma," ujarnya kemudian segera tersenyum berusaha meyakinkan. Mendengar itu Sarah merasa senang, karena Lanara sudah mempunyai teman di sekolah barunya.
"Yaudah ma, aku ganti baju dulu ya," ujar Zeylan mengakhiri percakapan.
Kembali pada Lanara, ia kini harus bersusah payah menemukan taksi untuk pulang. Namun karena tak kunjung menemukannya, ditambah lagi ia juga belum begitu mahir menggunakan aplikasi untuk memesan taksi online. Lanarapun akhirnya memutuskan untuk berjalan ke halte bus terdekat agar lebih mudah menemukan taksi.
Namun dalam perjalanan menuju halte, di sela-sela bangunan yang sepi. Lanara tak sengaja melihat seseorang siswa yang sedang dipukuli secara bergantian oleh sekelompok siswa berandalan. Dan dari lambang sekolah di seragam mereka, dapat dipastikan mereka adalah murid di sekolah yang sama dengan Lanara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Milikku Zeylan
RomanceDia terlalu fokus menyembuhkanmu, sampai lupa kalau dirinya juga sakit -Lanara Jika trauma adalah penderitaan paling nyata bagi korban. Maka rasa bersalah dan penyesalan adalah hukuman paling nyata bagi pelaku. "See u ninja," pamitnya.