#13

3.1K 338 39
                                    

Gemya manatap Zeylan dalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gemya manatap Zeylan dalam. Matanya mencari jawaban, dari lelaki di hadapannya itu.

"Maksud lo ?" tanyanya dengan suara yang gemetar.

Zeylan hanya menatapnya dingin. Sepasang mata itu tampak mengerikan.

"Karena lo, Lanara hampir aja mati hari ini."

Deg!

"Ha?"

Gemya tertegun, dunia terasa hening seketika. Tubuhnya gemetar, mundur perlahan, melemah. Ia terperosok jatuh, terduduk di sana. Meratapi kebodohannya sendiri. Bahkan Air matanya menerobos begitu saja, jatuh tanpa meminta izin lagi darinya.

"Teruslah tersiksa dalam rasa bersalah. Karena itu hukuman paling adil buat lo," ujarnya yang semakin pelan di akhir, matanya meneduh. Kata-kata yang seolah bukan hanya tertuju pada Gemya, tapi juga pada dirinya sendiri.

Zeylan berpaling, segera pergi meninggalkan gadis itu dengan kesedihannya. Berjalan kembali masuk ke Rumah sakit. Langkahnya terasa berat, dadanya sesak. Pikirannya terlalu penuh, bahkan langkah kakinya sendiripun tak mampu lagi ia dengar.

Zeylan terhenti, tepat di depan ruangan Lanara. Tangannya meraih gagang pintu, tertahan beberapa saat baru kemudian dengan yakin membukanya. Ia masuk, kakinya melangkah perlahan, kepalanya tertunduk.

"Loh, kok udah balik?" tanya Sarah. Zeylan mengangkat kepalanya enggan, lalu menoleh ke arah wanita yang baru saja bertanya.

Ia tampak sedih."Ngak jadi ma." Suaranya serak.

"Kenapa?"

"Udah putus," jawabnya pelan, yang seketika membuat Sarah ikut sedih mendengarnya. Ia segera beranjak, menghampiri putranya itu. Dipeluknya hangat, sembari menepuk-nepuk bahu Zeylan pelan.

"Ngak papa, berarti dia bukan yang terbaik," kata Sarah menenangkan putranya itu.

Zeylan hanya diam, membenamkan wajahnya di pundak Sarah. Pelukan Sarah begitu hangat, membuatnya teringat akan sosok yang benar-benar ia rindukan.

"Mama," lirihnya.

Jika trauma adalah penderitaan paling nyata bagi korban. Maka rasa bersalah dan penyesalan adalah hukuman paling nyata bagi pelaku.

.
.
.

Seorang wanita terbaring di tengah jalan. Tubuhnya terdiam di sana dan tak lagi bergerak. Hujan yang turun deras malam itu, menghanyutkan darah yang terus keluar dari kepalanya. Bahkan juga ikut menghanyutkan nyawanya sendiri.

Sebuah tangan yang tampak berusaha meraihnya, berusaha mendekat. Namun tak mampu, karena tubuhnya juga terbaring tak berdaya di bawah hujan malam itu.

"Mah ... " suaranya melemah.

.
.
.

Zuan sudah tiba di tempat lesnya Ryn. Untuk menjemput putranya itu, walau sedikit terlambat. Ia segera turun dari mobilnya. Dan di depan gerbang, sudah ada Ryn dengan wajah masamnya.

Milikku Zeylan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang