Langit yang kian indah, terlukis sempurna di permukaan sungai. Sedangkan Lanara, melukiskan hal indah lainnya dalam senyumannya. Ia mulai merasa yakin akan dirinya, akan orang-orang di sekitarnya. Bahwa ia tidak sendiri, masih ada orang yang peduli dan menginginkan dirinya.
Lanara mengambil ancang-ancangnya sebelum bercerita tentang sejauh mana ia tau. Satu tarikan nafas, yang dihembuskan perlahan dengan tenang. Gadis itu sudah siap, menatap yakin kerah Zeylan yang juga menatapnya teduh.
"Gue sebenernya nggak inget semuanya. Tapi sejauh yang gue tau. Gue bukan anak kandung nyokap gue. Sarah ngangkat gue jadi anaknya setelah peristiwa itu. Orang pertama yang nerima gue atas semua yang terjadi. Disaat gue bener-bener kesulitan buat berhubungan lagi sama orang lain ... " Lanara terhenti, dadanya sesak. Ia sedih sekaligus bersyukur. Tentang seberapa beruntungnya ia bisa memiliki sosok Sarah disisinya. Namun gadis itu kini lebih tampak tegar.
"Mungkin kalau nggak ada dia, gue udah mati dari dulu. Karena dia satu-satunya alasan, kenapa gue nggak ngelakuin bunuh diri di dunia nyata." Lanara melirik ke arah Regan.
"Dulu, setiap gue kambuh. Kilasan ingatan tentang pristiwa itu bakal muncul, rasanya kayak gue di tarik balik ke pristiwa itu dan gue bisa rasain semua penyiksaan yang gue alami waktu itu. Tapi dulu ingatan itu cuma bisa gue ingat waktu gue kambuh, dan bakal ilang setelah gue sadar. Dan nggak tau kenapa, semenjak kejadian di atap. Setiap gue kambuh, kilasan ingatan yang muncul nggak ilang lagi kayak dulu, jadi sekarang gue bisa inget semua kilasan yang muncul. Ingatan saat dia nyiksa gue, bahkan ..." Lanara sekali lagi menarik nafas panjang kemudian membuangnya perlahan. Ia benar-benar berusaha menguatkan diri.
"Saat dia bunuh lily," suara Lanara mulai parau.
"Lyli?" gumam Gemya kebingungan karena ia belum tau siapa Lyli.
Regan yang mendengar, meraih bahu Gemya, "Adek Lanara," ujarnya dengan suara yang tak kalah beratnya.
Mendengar itu, Gemya membulatkan matanya kaget. Kemudian kembali menatap Lanara, merasa tak percaya tentang seberapa kuat gadis dihadapannya itu.
Lanara menelan ludahnya sendiri, ia berusaha melanjutkan pengakuannya.
"Gue juga ... inget waktu, dia gedor-gedor pintu kamar pakai kursi, terus pas udah berhasil masuk ... gue diseret dan tiba-tiba aja kepala gue ditutup pakai batal. Dan rasanya gue udah mati saat itu." Mata Gemya mulai berkaca-kaca. Sedangkan Regan dan Zeylan yang sudah tau ceritanya hanya bisa menundukkan pandangan mereka ikut merasakan sakit.
"Tapi ternyata gue masih hidup. Gue kebangun dengan badan yang nggak bisa gerak, dan sialnya gue cuma bisa liat mayat dia yang udah gantung diri," ujar Lanara mengakhiri pengakuannya dengan tawa.
Sejenak kesunyian melanda mereka, hanya terdengar suara air sungai yang mengalir. Sampai akhirnya Regan mulai menanyakan sesuatu mengawali pembicaraan.
"Lo nggak inget, alasan kenapa nyokap lo ngelakuin itu?"
Lanara menautkan alisnya mencoba mengingat. Namun pada akhirnya ia menggeleng pelan menidakkan.
"Atau, itu memang sifat asli nyokap lo?" tanya Regan sedikit hati-hati.
Lanara merasa tak setuju, karena ia merasa punya moment indah dengan ibu kandungnya. Lanara mulai berpikir keras. Mencoba mengingat kenangan yang sudah pernah muncul dalam kepalanya.
Dan bagai orang yang hampir mati, Lanara kecil kembali mengingat saat - saat bahagianya. Dimana ia pernah dengan gembiranya bermain di taman dengan kedua orang tuanya di setiap akhir pekan. Bermain dengan bebas bersama ibunya di halaman rumah. Dan tertidur lelap dalam pelukan mereka. Semuanya begitu indah bagi Lanara, sampai Lyli adiknya lahir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Milikku Zeylan
RomanceDia terlalu fokus menyembuhkanmu, sampai lupa kalau dirinya juga sakit -Lanara Jika trauma adalah penderitaan paling nyata bagi korban. Maka rasa bersalah dan penyesalan adalah hukuman paling nyata bagi pelaku. "See u ninja," pamitnya.