#53

1.2K 97 14
                                    

Deru langkah Dyon menggebu, ia begitu terburu-buru. Berjalan menjauh dari ruangan Lanara. Berjaga-jaga bila nanti ada yang menyusul.

Diraihnya handphone miliknya dengan cepat dari saku celana. Yang mana dugaannya benar terjadi. Itu adalah panggilan dari Om Rama.

Dengan sedikit perasaan kesal, diangkatnya panggilan itu.

"Ha-"

"Om kenapa nelpon sekarang sih?" potong Dyon dengan cepat.

Membuat orang di balik panggilan itu dapat merasakan kekesalan Dyon.

"Lho, kenapa? Lagian om nelpon karena baru liat ada banyak panggilan masuk dari kamu," ucap orang yang bernama Rama itu.

Dyon mendengus kesal.

"Ck, tapi sekarang aku lagi di rumah sakit om. Aku lagi jenguk Lanara, dan om nelpon aku di saat aku lagi sama mereka," jawabnya masih merasa kesal.

"Kamu di rumah sakit? Kenapa nggak ngabari om dulu?" senggak Rama atas tindakan Dyon tersebut.

"Gimana mau ngabari, kalau om ditelpon aja nggak bisa," keluh Dyon tak merasa salah.

"Ck, yaudah-yaudah. Om nggak mau ribut. Tapi, kamu ke sana sama siapa? Temen sekelasmu itu?"

"Iya, sama Rasca."

Rama yang mendengar itu, sekilas tersenyum.

"Ternyata ada untungnya juga kamu deketin dia," ucap Rama merasa bangga, karena sejatinya itu adalah ide Dyon.

"Kan aku udah bilang. Om serahin aja ke aku."

.
.
.
Flashback
Dyon datang dengan motornya, memasuki gerbang menuju parkiran. Kemudian berjalan menuju kelasnya. Ia tak tampak semangat, bahkan terlihat tak niat.

Lelaki itu memasuki kelas dan langsung menuju tempat duduknya. Karena bel masuk belum berbunyi, ia berencana menghabiskan waktu yang tersisa dengan bermain handphone. Dan dengan segera diambilnya handphone miliknya dari saku celana. Dimana saat dihidupkan, terpampang sebuah foto keluarga di layar handhonenya.

Senyuman Dyon perlahan terlukis dibibirnya. Namun senyuman itu terasa sakit. Karena sejatinya, foto yang ia lihat adalah sebuah foto yang begitu berharga baginya. Dimana di foto itu ada dia, tante dan omnya serta neneknya yang merupakan ibu dari tantenya Putri.

Dyon terhanyut, perasaanya kusut. Ia rindu keluarganya.

Dyon lekas membuka galeri, melihat foto-foto yang masih ia miliki. Mengenang moment dibalik foto itu.

Mengingat bahwa ia telah kehilangan nenek dan tantenya dalam kurun waktu yang berdekatan. Ditambah lagi, di saat Dyon masih begitu kecil. Yang mengharuskan Rama untuk membesarkan Dyon seorang diri. Walau sejatinya Dyon hanyalah kenponakan dari istrinya.

Sampai, perasaan sedihnya seketika ia alihkan saat bel masuk mulai terdengar. Ia segera menyimpan kembali handphonenya ke saku celana, menepikan sejenak kesedihan dalam hatinya.

Guru masuk, hari ini kelas di awali dengan pelajaran matematika oleh Pak Antoni.

"Selamat pagi semuanya," sapa pak Antoni dengan senyuman ciri khas miliknya.

"Selamat pagi pak," saut para siswa dengan semangat, kecuali Dyon yang hanya menyaut seadanya.

"Ada yang nggak dateng?" tanya Pak Antoni sembari matanya menyusuri area kelas mengecek kehadiran para siswa.

"Dateng semua pak," jawab Rasca mewakili yang lain.

Pak Antoni mengangguk.

"Okeh. Minggu lalu kita udah bahas barisan dan deret untuk yang aritmatika. Nah hari ini, kita mau bahas untuk yang geometrinya. Coba lihat halaman 65." Pak Antoni mulai menerangkan, sampai akhirnya suara ketukan pintu menghentikannya.

Milikku Zeylan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang