#4

4.6K 501 64
                                    

Lanara berjalan terburu-buru dikoridor sekolah, lalu berhenti di depan kelas yang tak lain dan tak bukan adalah kelasnya Zeylan.

Ia segera masuk, namun tak melihat ada Zeylan di sana. Yang ada malah Gemya dan gengnya. Gemya menatap Lanara tak suka lalu memalingkan wajahnya dari Lanara. Karena hanya Gemya yang Lanara kenal, Lanara berniat untuk bertanya pada teman lamanya itu. Iapun berjalan mendekati Gemya. Sedangkan Gemya yang menyadari itu, seketika gugup, berpikir Lanara mencoba menggodanya.

"Mau apa sih lo?" ketus Gemya.

"Galak bener," goda Lanara.

Gemya memasang wajah masam. Lanara tersenyum tipis, lalu langsung menyampaikan niatannya.

"Yaudah, kasih tau gue dimana Regan."

"Apa urusannya sama gue." Gemya kembali memalingkang wajahnya.

"Bukannya kalian sejenis," sindir Lanara. Membuat Gemya dan gengnya merasa jengkel.

"Lo ngak usah cari masalah deh sama kita." Lanara tersenyum tipis.

"Lo bodoh atau gimana sih, siapa yang nyari masalah. Udah jelas-jelas gue nyari Regan," balas Lanara sinis dengan tatapan tajamnya, membuat Gemya merasakan hawa dingin yang mencekam.

"Di... dia di atap," jawab Gemya sedikit gagap. Mendengar itu Lanara segera pergi.

"Lanara."

Langkah Lanara terhenti.

"Regan bukan tandingan lo. Nggak usah cari masalah sama dia," ucap Gemya memperingatkan. Namun Lanara hanya tersenyum tipis kemudian lanjut pergi, tak menggubris ucapan Gemya barusan.

Ia segera menuju atap, berlari dengan cepat menaiki tangga, khawatir jika Zeylan sudah di bawa oleh geng berandalan itu. Dan setibanya di atap tak ada siapun di sana. Hanya ada beberapa kursi dan meja yang sudah usang.

"Ck."

Lanara terkekeh menyadari dirinya telah dipermainkan oleh Gemya. Ia segera berbalik, namun ternyata permainannya belum selesai. Gemya menutup pintu atap dan menguncinya dari dalam. Lanara dapat mendengar suara tawa mereka karena berhasil mempermainkannya.

'Sialan.'

Lanara menarik nafas panjang dan membuangnya kasar.

Bel masuk sudah berbunyi, dan Lanara masih terkunci di atap. Ia tak membawa handphone miliknya sehingga tak bisa meminta seseorang untuk menolongnya. Ia mencoba beberapa kali berteriak, tetapi tak ada yang menyadari keberadaanya. Kini ia hanya duduk di lantai dan berharap ada seseorang yang membuka pintunya.

Cukup lama ia di sana sampai terdengar suara langkah kaki dari balik pintu itu. Terlihat seseorang mencoba membuka pintunya namun terkunci. Lanara segera mendekat, dan memanggil.

"Tolong, tolong bukain pintunya," pinta Lanara sembari memukul-mukul pintu itu, namun tidak ada balasan.

Hening...

suara dari orang itu seolah menghilang. Tak ada langkah kaki ataupun gagang pintu yang dicoba dibuka. Awalnya ia pikir itu Gemya yang mencoba mempermainkannya lagi. Namun pikiran itu terbantahkan.

Brakkk!!

Suara dobrakan pintu yang cukup kuat, membuat Lanara kaget. Gemya tak mungkin sekuat itu. Nafas Lanara mulai memburu, dadanya sesak, ia mulai cemas. Perlahan ia melangkah mundur menghindari pintu itu.

Brakkk!!

Suaranya semakin keras, membuat Larana terjatuh sangking kagetnya. Kakinya lemasnya tak sanggup lagi berdiri. Nafasnya berat dan tanpa sadar air matanya mulai jatuh. Ada sebuah kilasan yang muncul dalam kepalanya, kilasan yang berasal dari masa lalu yang mengerikan. Tubuh Lanara membeku, tak bisa bergerak. Ia kesulitan bernafas.

Milikku Zeylan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang