📌 Chapter 2: Ceano Aquilla

500 30 0
                                    

"Aku juga berharap kita bisa bertemu kembali."

***

1 Oktober 2019

Setiap orang pasti pernah mengalami masalah dalam hidupnya, entah itu masalah ringan ataupun berat. Namun, setiap masalah pasti memiliki penyelesaiannya sendiri. Kadang penyelesaian itu tidak selalu berakhir indah, dan itulah tugas dari manusia untuk melalui semuanya dengan ikhlas.

Sama seperti yang dialami oleh Chyra. Kehilangan orang tua merupakan masalah terburuk dalam hidupnya. Sebelum almarhum ayahnya meninggal, Chyra meminta agar Mahes tidak pergi ke luar rumah. Kala itu Chyra hanya gadis kecil yang lugu, tidak tahu kepentingan ayahnya yang mendesak.

Beberapa menit Mahes pergi dari rumah, sebuah telpon mengejutkan mereka semua. Mahes kecelakaan dan dirawat beberapa Minggu. Setelah beberapa hari berjuang, akhirnya Mahes pergi meninggalkan Chyra dan juga mamanya untuk selama-lamanya. Karena kejadian itu, Chyra menyalahkan dirinya sendiri. Semua ini salahnya, andai saja waktu itu Chyra tidak merengek agar Mahes tidak pergi, pasti konsentrasi Mahes tidak terpecah dan ayahnya itu akan selamat sampai ke tujuan.

Setelah Mahes pergi, mamanya berubah. Sering marah dan memukul Chyra tanpa sebab. Chyra tahu dia pantas mendapatkan semua ini. Dia pembawa sial.

Tak lama dari kematian Mahes, mamanya ditemukan bunuh diri di kamar mandi. Chyra histeris saat melihat banyak busa di mulut mamanya. Kondisinya sudah mengenaskan. Dokter memvonis Nisa meninggal karena overdosis meminum obat tidur. Depresi yang dialami juga memperparah keadaan mentalnya.

Chyra sempat terpuruk, tetapi untung saja ada Nathan yang membuat hidupnya lebih baik. Nathan sudah seperti malaikat dalam hidup Chyra. Kehadiran Nathan merubah hidup Chyra yang abu-abu menjadi lebih berwarna.

"Assalamualaikum, Ma." Chyra mengusap batu nisan yang bertuliskan nama mamanya. Dia pergi ke sini ketika hujan telah berhenti, itu juga karena hasil merengek dari Nathan.

Sudah lama sekali rasanya ia tidak mengunjungi tempat ini. Chyra merapatkan jaketnya ketika angin bergerak semakin liar.

"Mama apa kabar? Maaf Chyra baru sempat jenguk mama sekarang."

"Mama tahu enggak sekarang Cyhra datang sama siapa?" Chyra menoleh ke arah Nathan seraya tersenyum. "Chyra datang sama om Nathan, Ma. Dia baik banget sama Chyra."

"Pasti mama beruntung punya sahabat seperti om Nathan. Iya 'kan, Om?" tebak Chyra seolah-olah ibunya memang ada di sini.

Nathan terdiam, ingatannya melayang saat dimana dia memperlakukan Nisa dengan sangat buruk. Saat dimana mereka masih bersama. Nathan tidak bisa memberikan yang terbaik untuk Nisa. Status lelaki bodoh sudah sepatutnya disematkan untuk pria itu.

Nathan tersenyum miris mendengar perkataan Cyhra. Suaranya seakan tercekat di tenggorokan. Bukan Nisa yang beruntung memiliknya. Dia yang beruntung memiliki Nisa.

Setelah bercerita panjang lebar, Chyra membacakan surat Yasin untuk almarhum ibunya. Gadis itu menaburkan bunga matahari yang sudah dibawanya dari rumah. Chyra membenci bunga mawar. Dia trauma karena bunga itu. Sebuah bunga yang menjadi pertanda kematian ayah dan ibunya. Jika ada yang memberinya bunga mawar, Chyra akan berteriak histeris bahkan sampai menangis selama berhari-hari.

"Mama yang tenang ya, disana. Pasti mama sudah bahagia ketemu sama ayah." Chyra menghela napas panjang lalu menarik tangan Nathan untuk beranjak ke makam sebelahnya, yaitu makam Mahes-ayahnya. "Nanti Chyra pergi lagi ke sini."

The Way I Hate You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang