📌 Chapter 28 (1): Semua Karena Bunda

97 6 0
                                    

Setelah selesai berbicara dengan Chyra, Cean langsung pulang tanpa menunggu bel berbunyi. Dia langsung pergi ke sebuah tempat untuk memastikan sesuatu.

"Bunda," sapanya.

Kepala Cean menyembul dari balik pintu. Dia langsung masuk tanpa permisi lalu duduk di hadapan bundanya. "Bunda bahagia, ya, lihat keadaan Cean sekarang?" Cean tersenyum lalu memutar-mutar tubuhnya seperti orang gila.

Sekarang dia berada di ruang kerja Bunda tanpa rasa takut. Dia sedang sedih, tetapi dia tak bisa mengungkapkan rasa sedihnya dengan cara apa.

Cowok itu mendekati bunda yang sedang bekerja di balik laptop lalu mencium pipinya. "Bunda jangan kerja terus. Coba deh liat aku."

Bunda menjauhkan bibir Cean dari wajahnya. Seperti tak mendengarkan perkataan anaknya, wanita itu lanjut mengetik agar bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Tak kehabisan akal, Cean duduk di paha sang Bunda lalu memeluknya seperti seorang bayi. "Bundaaa," panggilnya dengan manja.

"TURUN!" Bundanya mulai berteriak murka.

Cean menurutinya. "Bunda kenapa enggak mukul Cean kayak biasanya aja, sih? Kalau gini caranya Cean bisa mati."

Bunda menatapnya dengan datar. "Did you enjoy the show?"

Cean mengangguk dengan semangat. "I did, but i can't breathe. Maybe i'll be dead soon."

"Good job." Bunda bertepuk tangan dengan anggun. "Lantas apa lagi yang kamu mau dari saya?"

Cean terkekeh geli hingga membuat bundanya keheranan. "Hahahahah," tawanya terdengar renyah. "Bukannya aku yang harusnya nanya gitu sama Bunda? Apalagi yang mau Bunda ambil dari aku?"

Bunda langsung mengangkat tangan dan melayangkan tamparan ke wajahnya. Namun, Cean terlebih dahulu menangkis tamparan dari sang Bunda. "Bunda, apa bunda bisa tidak menyalahkan Cean atas kesalahan ayah dulu? Cean hanya ingin Bunda hidup dengan lebih bahagia dengan tidak menerus mengingat masa lalu."

"Tidak bisa!" Napas Bunda terlihat memburu. "Kamu adalah bencana bagi hidup saya!"

"Tapi, Bun," Cean meraih tangan Bunda lalu menggenggamnya erat, "di sini Cean adalah korban. Kenapa Bunda yang selalu merasa tersakiti? Apakah Bunda tidak pernah melihat Cean walau sekali saja?"

Bunda berdiri dengan melepaskan genggaman Cean hingga membuat gelas kaca di sebelahnya jatuh berserakan. Segera saja Cean menjauh, ia takut jika Bunda bertindak nekat.

"Kamu!" Bunda menunjuk Cean dan menatapnya dengan benci. "Saya hanya ingin kamu merasakan penderitaan yang sama besarnya dengan yang saya alami dulu."

"Bunda gila! Bunda benar-benar gila." Cean menggeleng, tidak mengerti lagi dengan pemikiran bundanya.

"Ini salah kamu karena tidak bisa menuruti perintah saya!"

Cean mendengus. "Aku capek, Bun. Aku capek terus-terusan ngemis minta maaf dari Bunda, tapi Bunda enggak pernah mengganggap aku ada. Aku capek selalu ikutin perintah Bunda walaupun itu bukan keinginan aku. Aku juga berhak memilih dengan siapa pada akhirnya aku harus bertahan, tapi kenapa Bunda malah menghancurkan segalanya?" kata Cean dengan berteriak.

Wanita itu mengambil serpihan kaca yang pecah lalu mendekatkan benda itu pada anaknya. "Berani kamu membantah saya," murkanya. "Asal kamu tahu, kamu tidak pantas bersanding dengan gadis seperti dia. Bukankah waktu itu kamu sudah bersedia menerima apa pun konsekuensinya? Lantas kenapa sekarang berubah?"

"Bukankah dia yang sudah membuat namamu buruk di sekolah?" Bunda tersenyum miring sembari mengelus rahang anaknya. "Oh, rupanya kamu sudah sangat mencintai dia sehingga tidak menyayangi Bunda, ya?"

Cowok itu benar-benar ketakutan kala Bunda mengacungkan kaca itu pada lehernya. "Bukan begitu Bunda. Cean sayang banget sama Bunda, tapi maaf untuk Ara aku enggak bisa. Dia gadis yang sangat berharga bagi Cean selain Bunda." Cean beringsut menjauh lalu memegang ganggang pintu di belakangnya.

"Semua foto bohong itu itu juga dari anak buah Bunda supaya membuat hidup Cean lebih hancur, kan?" Cowok itu sadar betul bahwa Bunda tidak akan main-main dengan tindakannya. "Cean tahu semuanya, Bunda. Apa yang Bunda dapatkan dari ini semua? Kepuasan? Bunda seneng sekarang? Bunda itu orang terjahat yang aku temui di dunia."

"Berani sekali kamu!" Bunda mengejar cowok itu sebelum dia berhasil membuka pintu. Serpihan kaca tadi mengenai Cean hingga menghasilkan goresan yang cukup panjang.

"Akhh!" Cowok itu memekik kesakitan. Cairan merah itu langsung jatuh membasahi lantai. "Kenapa Bunda? Kenapa harus marah? Kenapa harus jahat sama aku? Apa lagi, Bunda? Aku udah terlanjur sakit, jangan lagi dibuat sekarat."

Bunda menampar wajahnya dalam per sekian detik membuat cowok itu tidak bisa melawan. "Berani sekali kamu melawan saya!"

Wanita itu bangkit lalu menarik tangan Cean untuk mengikutinya. Cean memberontak saat  Bunda membawanya menaiki lantai dua. "Cukup, Bunda! Jangan siksa aku lagi! Aku manusia bukan binatang."

Bunda menatapnya sinis lalu semakin mengeratkan Cengkareng. "DIAM!" teriakannya marah.

Cean menurutinya hingga mereka sampai di ruangan yang paling cowok itu benci. Bunda merogoh kunci dalam sakunya lalu membuka pintu itu dengan kasar.

"CEAN ENGGAK MAU!" Cean memberontak saat Bunda memaksanya masuk ke dalam. Kegelapan itu bisa membuatnya sesak napas. Cean tidak akan bisa mau masuk ke dalam penjara itu lagi. "BUNDA GILA! APA BUNDA MAU AKU MATI?"

Akan tetapi, Bunda tidak mau kalah. Wanita itu mendorong Cean dengan kuat hingga anaknya bisa masuk ke dalam. Dia seperti seorang ibu yang tidak memiliki hati.  "Diam di situ semalaman sampai kamu sadar apa yang sudah kamu katakan."

"Bunda ... jangan tinggalin Cean di sini," katanya dengan lirih. Anak itu menutup telinganya agar tidak mengingat tentang bayang-bayang menyeramkan. Tubuhnya bergetar ketakutan. "Bunda di sini gelap, tolong buka pintunya." pintanya dikasihani.

Cean membenturkan kepalanya hingga beberapa kali. "Cean takut. Di sini gelap, Bunda."

Namun, Bunda tetap tidak peduli. Dia mengunci pintu itu dari luar, kemudian duduk di depan membelakangi pintu. Bunda mendengar semua perkataan anaknya, tetapi hatinya menolak untuk mendengarkan. Wanita itu merasa ini adalah hukuman yang pantas untuk anak pembangkang dan tidak taat aturan seperti Cean.

***

Pagi harinya, Bunda bergegas pergi ke gudang dengan tergesa. Perasaannya tidak enak. Saat membuka pintu, wanita itu tidak langsung menemukan keberadaan anaknya. Hingga ketika sampai di balik lemari, dia langsung menjerit saat melihat kondisi anaknya yang sangat buruk.

Rambut Cean berguguran seperti habis dipotong dengan acak-acakan. Darah membanjiri sekitar tubuhnya. Banyak luka di tangannya. Bunda sadar betul jika tadi malam ia sengaja menggoreskan serpihan kaca itu di lengan Cean, tapi tidak sebanyak ini.

Bunda membalikkan tubuh anaknya yang tadi semula dalam keadaan tengkurap. Wanita itu pun menyadari sebuah gunting yang masih melekat di tangan anaknya. Tubuhnya langsung membeku, detak jantungnya seakan ikut berhenti. Cean menggores tangannya menggunakan benda itu. Bunda melepaskan gunting itu lalu melemparkannya ke sembarang arah. Dia mengecek nadi anaknya dan menghela napas lega saat dirasa masih berdetak.

Tanpa bisa dia duga, air matanya mengalir deras saat mengangkat tubuh Cean yang terasa seperti kapas. Wanita itu keheranan kenapa bisa sampai seringan ini. "Bunda, Cean mau pergi." Bunda langsung terlonjak kaget saat mendengar suara lirih dari Cean.

Anak itu mengigau dalam ketidaksadarannya. "Bunda benci Cean, jadi lebih baik kalau aku mati."

Bunda menggeleng saat gumaman Cean kembali dia dengar. Mengapa dia tidak terima jika Cean meninggalkannya dengan cara seperti ini? Dalam diamnya ketika mengendarai mobil, Bunda menerawang apa saja yang sudah dia lakukan kepada buah hatinya sendiri.

***

Tbc!

Annyeong!
Apa kabarrr?
Hari ini baik-baik aja, kan?

Sabtu, 28 Mei 2022

The Way I Hate You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang