Bak cahaya di tengah gelap gulita, remaja dengan senyum cerah itu sedikit demi sedikit mengerjap lalu menemukan kesadarannya. Sinar cahaya di atas kepalanya membuat remaja itu menyerngit.
Spontan pandangannya beralih ke samping dan tidak menemukan siapa pun di ruangan ini selain kehampaan. Memang, sudah berapa kali dia bangun dan berada di ruangan penuh warna putih ini dalam keadaan nasal canula telah menempel di hidungnya, tetapi tetap saja sebagai seorang anak dia ingin ibunya ada di sisinya saat ia membuka mata.
Lagi-lagi harapannya itu hanya akan membawa lara. Bunda mana mungkin ke sini untuk menemaninya. Remaja itu yakin betul yang membawanya ke rumah sakit adalah Bik Surti—sama seperti kejadian sebelumnya. Akan tetapi, mengapa dia seperti mendengar Bunda memintanya untuk tetap bertahan? Apakah itu hanya halusinasinya saja?
Cean memberengut kala merasakan kedua lengannya seperti mati rasa. Mengapa Tuhan tidak ambil nyawanya saja? Padahal kemarin ia sudah mengiris urat nadinya. Kini, tak ada lagi yang akan peduli padanya. Chyra, Ijun, serta teman-temannya yang lain pasti menjauhi Cean. Dia akan benar-benar sendiri, meskipun waktunya di dunia ini sudah tidak lama lagi.
Dua orang berseragam putih serta stetoskop yang melingkar di leher itu tiba-tiba masuk ke dalam kamar inap. Cean nampak terkejut ketika Dokter Gema masuk terlebih dahulu lalu diikuti oleh seorang suster di belakangnya. Dokter Gema tersenyum dengan tulus lalu menempelkan telapak tangannya di kening Cean. Dia juga mengecek infus, untuk memastikan perawatan anak itu berjalan dengan benar.
"Bagaimana kabar kamu?" Dokter itu bertanya ketika selesai menyuntikkan sesuatu ke dalam infus.
Cean menjawab dengan lirih, "Tangan Cean sakit, enggak bisa digerakin, Dokter."
Dokter Gema menatapnya dengan sedih. "Lain kali jangan coba-coba lagi untuk melakukan hal nekat seperti ini." Lelaki itu mengelus tangan Cean yang berbalut perban.
Dua hari lalu, seorang wanita datang dengan tergesa membawa tubuh anaknya yang sudah berbalut darah. Wanita itu tampak sangat ketakutan. Dokter Gema yang kebetulan lewat sempat terheran ketika wanita itu sampai memohon di hadapannya untuk menyelamatkan anaknya.
Dalam mimpi sekalipun, Dokter Gema sama sekali tidak menyangka bahwa keajaiban Tuhan akan datang seperti saat ini. Anak dari wanita itu adalah pasiennya sendiri. Dengan segera dia pun bergegas untuk menyelamatkan Cean dalam keadaan darurat. Remaja itu hampir mati karena mengiris urat nadinya sendiri.
Cean merasakan gejolak aneh dalam perutnya. Dia membekap mulutnya ketika tak dapat lagi menahan perasaan ingin muntah. Suster yang ada di situ langsung siap siaga memberikan sebuah ember di hadapan Cean. Tepat sekali, Cean langsung duduk dan memuntahkan seluruh isi di dalam perutnya.
"Do-dokter ...." Dokter Gema menggenggam tangannya untuk memberi anak itu kekuatan.
"Tenang, Cean. Ini hanya efek samping dari kemoterapi kamu semalam," kata Dokter Gema sembari mengurut leher Cean.
Remaja itu menahan napasnya sejenak ketika Dokter Gema bilang bahwa dia sudah dikemoterapi. Sebenarnya sudah berapa jam dia tidak sadarkan diri? Dan juga siapa yang memberikan izin untuknya melakukan pengobatan ini? Bukankah Cean sudah menolak semuanya?
Berkali-kali Cean hanya mengeluarkan cairan dari dalam perutnya. "Huekk." Cean benar-benar merasa lemas. Wajar saja, mengingat dia tidak makan apa pun semenjak dua hari lalu.
Setelah rasa mualnya reda, Dokter Gema membantu Cean bersandar lalu memberikan segelas air hangat untuk dia minum. Anak itu tampak sangat kehausan karena meminum airnya dengan rakus.
"Kenapa Cean dikemoterapi, Dokter? Cean udah bilang kalau Cean enggak mau menerima pengobatan apa pun lagi." Cean menatap Dokter Gema dengan kecewa.
"Hanya itu satu-satunya cara yang bisa Dokter lakukan untuk menyelamatkan kamu. Yang saya takutkan akhirnya terjadi," Dokter Gema menelan ludahnya sendiri. "Sel ganas itu sudah menjalar hampir ke seluruh bagian kepala kamu."
Cean menggeleng tidak percaya dengan perkataan Dokter Gema. "Cean enggak mau dikemo lagi, Dok. Cean enggak akan tahan sama efek sampingnya," lirih Cean membuat Dokter Gema menatapnya dengan raut wajah bersalah.
"Bunda kamu sendiri yang memaksa saya untuk melakukan pengobatan yang terbaik untuk kamu," akunya membuat kening Cean berkerut sempurna.
"Bunda?" bingungnya. Sejak kapan Bunda perduli akan keselamatannya?
"Bunda kamu ingin kamu sembuh, Cean. Apa kamu mau membuat usaha ibumu menjadi sia-sia?" Dokter Gema ikut duduk di kasur Cean. Dia menyatukan kedua tangan Cean lalu digenggamnya dengan erat. "Dokter percaya bahwa kamu adalah anak yang kuat. Kamu pasti mampu melawan penyakit ini sekali lagi."
Setitik air mata jatuh di pipi Cean. Jika benar Bunda yang memintanya sembuh, mengapa Bunda tidak ada di sampingnya hingga saat ini? Mengapa harus Dokter Gema yang selalu perduli padanya?
***
Ketika sinar rembulan menyinari bumi, Cean masih tidak bisa tidur. Tangan sebelah kirinya sudah bisa digerakkan, tetapi tangan kanannya masih belum bisa bergerak normal. Ponsel yang ada di atas meja terus berkedip-kedip tidak mau berhenti. Itu ponselnya yang diberikan Dokter Gema sore tadi, katanya ada yang menitipkan.
Cean yang penasaran langsung membuka kunci ponselnya lalu menemukan banyak pesan masuk di whatsapp-nya. Awalnya dia tidak mau perduli, Cean kira pesan masuk dari orang tak dikenal ini hanya ingin mengganggunya, tetapi ketika melihat banyak spam chat dari Ijun membuatnya perasaannya dilanda kebingungan.
Ijun
(99+)
Cean
Ceano
Cean
No
Gue minta maaf
Maaf gue lebih percaya berita itu
Gue mohon jangan marah sama gue, NoMeninggalkan pesan dari Ijun dalam keadaan terbaca, Cean berpindah menuju tiga pesan yang berada di paling atas. Kening cowok itu berkerut sempurna. Maksudnya apa?
Putri
Cean, i'm so sorry
Maaf gue udah nyakitin lo
Gue enggak bermaksudTanpa sadar Cean tersenyum miris. Mengapa semua baru perduli padanya sekarang. Bukankah mereka tidak mau mendengar penjelasannya waktu itu? Lantas apa penyebabnya?
Edo
Cen, maaf
Please, don't hate me
Gue enggak sengaja waktu ituTidak sengaja katanya? Cean ingat betul yang dikatakan lelaki itu padanya. Ucapan yang membuat Cean merasakan menjadi manusia paling hina.
"Murah, sih!"
"Udah berapa kali lo dipake?"
Mereka dengan mudahnya meminta maaf setelah membuat mental lelaki itu hancur lebur. Cean kacau, rasanya dia ingin mati saja, tapi lagi-lagi tak ada yang peduli. Cean sendiri, bahkan mungkin meskipun Cean pergi, mereka akan senang hati merayakannya. Tanpa mereka tahu bahwa kejadian itu menyebabkan luka mendalam hingga menimbulkan trauma yang tidak akan pernah sembuh.
Pesan teratas yang kebetulan disematkan itu, Cean buka dengan tangan bergetar. Hanya ada satu panggilan tak terjawab dan dua pesan yang gadis itu tinggalkan.
My Angel
(Panggilan tidak terjawab)
Hei, gue enggak tau mau ngomong apa lagi. Untuk minta maaf pun, kayaknya gue udah enggak berhak buat dapetin itu dari lo lagi ...
Silahkan benci gue sepuas lo. Gue akuin kali ini gue salah dalam menilai seseorang. Orang jahat kayak gue emang enggak pantas berteman dengan orang sebaik lo, Ceano.Cean menggeleng sembari memegang dadanya yang berdenyut nyeri. Meskipun Chyra adalah orang yang menyebabkan berita ini tersebar, tetapi ini semua bukan salahnya. Gadis itu hanya terpengaruh oleh seseorang yang dia sayangi. Cean tak akan bisa membencinya. Tak akan pernah bisa.
Untuk yang pertama kalinya, Bunda mengirimkan Cean pesan saat dia ingin menonaktifkan ponselnya. Cowok itu membaca dengan teliti sebuah surat klarifikasi dari Bunda beserta sebuah foto asli dari rumor yang beredar.
Cean membenturkan kepalanya ke belakang. Sebenarnya apa yang ingin dilakukan Bunda? Mengapa wanita itu senang sekali membuat luka dan bahagia dalam waktu yang sama?
***
Sabtu, 28 Mei 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Hate You [End]
Teen FictionChyra Anzaela Permana. Anak kecil yang selalu ceria tanpa memperlihatkan kesedihannya. Itu dulu ... sebelum satu rahasia yang ia ketahui tentang orang tua kandungnya. Bahkan, rahasia itu baru ia ketahui setelah 10 tahun kemudian. Sebuah fakta yang m...