📌 Chapter 21: Diagnosis

166 11 0
                                    


Dokter Gema
Cean, apa kamu bisa ke rumah sakit sekarang?

Cean yang tengah berbaring di kamar setelah selesai membersihkan kolam renang langsung bangkit kala mendapat pesan masuk dari Dokter Gema. Namun, setelah membaca pesan itu kepalanya terasa amat pusing. Cean sampai harus berpegangan dengan kursi yang ada di sampingnya. Sayangnya, tangan Cean juga ikut bergetar karena terlalu kelelahan. Ini sudah biasa, mengingat cowok itu sering merasakan gejala ini muncul secara tiba-tiba.

Setelah didiamkan beberapa saat pun, sakitnya tidak mau hilang bahkan rasanya mulai merambat ke seluruh tubuh Cean. Karena tidak tahan, Cean mengobrak-abrik laci di kamarnya dengan tergesa. Dia pun menemukan obat yang biasa ia gunakan ketika sakit kepala. Tanpa sadar Cean langsung menelan obat itu sebanyak dua kapsul tanpa menggunakan air. Barulah pusing yang tadi dirasakannya berangsur reda.

Baru saja selangkah cowok itu berjalan, tiba-tiba tubuhnya ambruk hingga kepalanya membentur pinggiran meja. "Ya Allah Cean kenapa?" bingungnya ketika merasakan darah mengalir dari hidungnya.

"Shhh, sakit ...," rintih cowok itu sembari memegang kepalanya.

"Cean enggak kenapa-napa, kan?" Tangan Cean semakin gemetar saat darah di hidungnya tidak mau berhenti mengalir, bahkan sampai menetes di atas lantai. Dia juga tidak sempat untuk berpikir mengambil tisu yang ada di atas meja.

"Cean cuma kecapean. Dokter Gema pasti mau bilang kalau Cean sehat-sehat aja." Cowok itu berusaha menyakinkan dirinya untuk terus berpikir positif. "Tapi kenapa yang ini rasanya sakit banget," imbuhnya sembari menjambak kuat rambutnya sendiri.

"Cean enggak kuat," lirihnya.

Tepat setelah dia berkata demikian, pandangannya mulai menggelap. Cean berusaha untuk menggapai apa pun yang ada di sekitarnya, tetapi tidak bisa. Tubuhnya terlalu lemas walau hanya untuk membuka mata. Akhirnya, kesadaran lelaki itu pun direnggut tanpa aba-aba.

***

Saat pertama kali membuka mata, yang pertama kali Cean lihat adalah kehadiran Dokter Gema tepat di hadapannya. Cowok itu melirik melalui ekor matanya bahwa lengan kirinya sudah diinfus. Hidungnya pun dipasangi dengan selang oksigen; nasal cannula. Dia pun sadar bahwa sekarang ia tengah berada di kamar rawat darurat.

"D-dokter ...," panggil Cean dengan lirih. Dokter Gema yang sedang menyuntikkan obat melalui infus itu pun langsung tersenyum ketika melihat anak itu sudah siuman.

"Kenapa Cean ada di sini?" heran Cean. Dia tidak mengingat kejadian yang terjadi sebelum berada di sini.

"Kamu lupa?" Cean mengangguk. Dokter Gema mengelus rambutnya dengan lembut. "Kamu tidak kenapa-napa, hanya ... kelelahan," katanya, tetapi hal itu malah membuat Cean tidak yakin dengan kondisinya sendiri.

Cowok itu berusaha bangkit saat tenggorokannya yang terasa kering. Namun, Dokter Gema menahan tangannya dan menyuruh Cean untuk berbaring kembali. "Kondisi kamu masih belum stabil. Jangan banyak bergerak dulu."

"Haus," lirihnya sembari menunjuk gelas yang berada di sisi kasur.

"Kenapa enggak ngomong sama dokter?" Dokter Gema pun mengambil gelas itu dan membantu Cean bangun untuk minum. "Cean enggak mau ngerepotin."

"Kamu pasien saya sekarang, jadi saya yang akan bertanggung jawab atas kondisi kamu."

Cean merasa tubuhnya lemas sekali, bahkan hanya untuk menjawab perkataan Dokter Gema. "Istirahat dulu sebentar. Kamu mau cepat sembuh, kan? Saya harus memeriksa pasien lainnya dulu."

"Dokter ...," panggil Cean tanpa suara. Dokter Gema tidak berbalik ke arahnya dan malah melanjutkan langkah keluar ruangan. Mata Cean pun mulai terasa berat. Sepertinya obat yang diberikan Dokter Gema beberapa menit tadi sudah mulai bereaksi.

The Way I Hate You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang