Semburat kemerahan mulai merangkak keluar dari peraduan memancarkan sinar yang menyilaukan mata. Gelapnya mega seolah sirna oleh terangnya yang surya. Kapan lagi langit bisa secerah ini?
Mungkin itu karena wanita dengan netra berpendar indah itu sudah bangun saat ayam belum berkokok, sehingga dia ikut mentransfer kehangatan lewat senyuman hangatnya. Mungkin itu juga pengaruh kegembiraannya karena hari ini adalah salah satu hari yang membahagiakan dalam hidupnya.
Wanita itu mengaduk nasi goreng yang sedang ia masak beberapa menit yang lalu. Jam baru saja menunjukkan pukul tujuh pagi, para anggota keluarga yang lain belum jua bangun.
Dia tersenyum sumringah ketika sang anak datang dengan muka bantal wajah khas bangun tidur. Suatu hal yang sangat aneh mengingat gadis itu biasanya bangun sehabis azan Zuhur. Wanita itu menatap anaknya dengan aneh sembari mengucek matanya berulang kali.
Chyra mengangkat kedua alisnya lalu melirik Jesika dengan wajah cemberut. "Mami enggak usah sok kaget gitu, deh." Gadis itu merenggut kesal.
Jesika tertawa mendengarnya. Dia mematikan kompor lalu mendekati Chyra dan merangkul pundaknya dengan akrab. "Tumben banget loh Kakak bangun sepagi ini."
"Mami." Chyra langsung memeluk Jesika dengan erat seakan ada hal yang gadis itu pendam rapat-rapat.
"Kenapa, Sayang?" tanya Jesika dengan heran.
Lingkaran hitam tercetak jelas di bawah mata Chyra. Mungkin pengaruh akibat anaknya ini tidak tidur seharian. Jesika tersenyum ketika Chyra mengelus perut buncitnya. "Chyra kangen sama Mami," katanya dengan manja.
"Hari ini hari hajatan tujuh bulanannya, ya Mi?"
"Iya, nanti jam 4 sore acaranya."
Chyra mengangguk. "Boleh Chyra pergi keluar dulu sebentar hari ini? Chyra janji bakalan pulang awal." Gadis itu menggigit bibir bawahnya cemas.
"Emangnya mau kemana?"
Gadis yang ditanya tidak menjawab dan setia dalam keheningannya. Jesika yang melihat itu tertawa lalu mengelus pelan surai anaknya. "Mau cerita sama Mami?" tanyanya sekedar untuk menghilangkan raut kegelisahan di wajah Chyra.
Chyra mengangkat wajah lalu menatap Jesika dengan binar kesedihan yang amat jelas di matanya. "Chyra udah bikin kesalahan besar," adunya. "Dan sekarang Chyra bingung harus bersikap gimana, Mi. Chyra malu untuk nunjukin wajah ke orang itu."
Jesika tersentak. Kesalahan apa yang sudah dibuat Chyra hingga anak itu begitu menyesal? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ini ada hubungannya dengan kasus Cean kemarin? Wanita itu menatap anaknya dengan lekat lalu tersenyum simpul. "Kamu tahu kan kalau salah sudah seharusnya—"
"Minta maaf," potong Chyra. "Chyra tahu, Mi, tapi Chyra takut dia enggak mau maafin Chyra. Meskipun itu semua tidak sepenuhnya salah Chyra, tapi secara sadar Chyra yang udah buat dia terluka."
"Sebesar apa pun kesalahan seseorang, sudah sepatutnya dia mempunyai hati yang lapang untuk saling memaafkan. Mami yakin selagi kamu mau untuk berbuat baik, pasti Tuhan akan berbaik hati menunjukkan jalannya. Kesalahan itu memang tidak bisa ditolerir kalau orang itu berbuat dengan sengaja atau bahkan ingin mengulangi kesalahan yang sama."
"Mami tahu berat memang pada awalnya. Mungkin kamu akan merasakan kecewa dengan dirimu sendiri. Tapi, coba kontrol perasaan kamu dengan baik dan mulai untuk memperbaiki kesalahan yang udah kamu buat."
Chyra menggeleng. Kesalahan yang ia buat terlalu besar dan akan sulit untuk dimaafkan. "Chyra takut, Mi."
"Jangan takut. Mami akan selalu dampingi kamu di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Hate You [End]
Teen FictionChyra Anzaela Permana. Anak kecil yang selalu ceria tanpa memperlihatkan kesedihannya. Itu dulu ... sebelum satu rahasia yang ia ketahui tentang orang tua kandungnya. Bahkan, rahasia itu baru ia ketahui setelah 10 tahun kemudian. Sebuah fakta yang m...