"Tapi, Ano. Sebenarnya gue udah punya pacar."
Cean tersedak air liurnya sendiri ketika mendengar pengakuan dari Chyra. "Ehm ... maksud kamu?" Bibirnya bergetar menahan cemas.
Dia menatap lekat gadis di sebelahnya. "Iya," Chyra sama sekali tidak berani membalas tatapan Cean, "pacar gue seminggu yang lalu."
"Siapa?"
Chyra tersenyum simpul. "Dia sahabat sewaktu gue di Bandung pas kecil dulu." Pacarnya itu adalah seseorang yang sangat Chyra nantikan kehadirannya sedari dulu. Sekalinya bertemu dengan pria itu, Chyra merasa bisa merakit kembali serpihan hatinya yang sudah hancur.
Jantung Cean semakin berdetak tak menentu. Oh ayolah, katakan yang sebenarnya. Dia sedang tidak ingin diajak bercanda. Apakah kali ini harapannya akan menjadi nyata?
"Namanya Samudra. Samudra Riley Falanio."
Saat itu pulalah Cean serasa ingin menjatuhkan rahangnya ke bawah. Dia langsung memejamkan mata seraya mengepalkan tangan dengan erat. Ternyata cowok itu terlalu percaya diri. Harapan itu hanya akan menjadi ilusinya saja.
"Lo kenapa?" Cean menunduk untuk menghindari pertanyaan dari Chyra yang sangat menyakiti perasaannya.
Kenapa harus orang lain, Zel? batinnya tidak terima.
Cowok itu mengangkat wajah, lalu menarik senyum selebar mungkin--meskipun terasa sangat-sangat menyakitkan. "Hehe, enggak, kok. Aku kaget aja tadi," alibinya sembari tertawa hambar. Kemudian dia menjabat tangan Chyra dengan erat. "Selamat, ya, aku ikut bahagia," katanya, bohong.
"Lo mau dengerin cerita gue?"
Cean mengangguk dengan lemah. Sebenarnya Cean tak ingin mendengar. Sakit sekali rasanya jika gadis itu membicarakan pria selain dirinya. Namun, dia berusaha untuk menghargai apa pun keputusan dari Chyra.
"Jadi-"
"CHYRA!"
Belum saja Chyra sempat menyelesaikan kalimatnya, seseorang meneriakinya dengan keras. Gadis itu sontak berdecak kala Rindu datang di hadapannya dengan raut wajah tidak bersalah.
"Kenapa?" tanyanya sebal.
"Dih, kenapa lo?" Rindu mengangkat sebelah alisnya heran. Tak biasanya sahabatnya yang satu ini langsung emosi ketika dipanggil.
"Ada perlu apa?" Chyra gemas sekali ingin memukul Rindu. Padahal tadi dia masih asyik-asyiknya mengobrol dengan Cean.
"Ini," Rindu menunjuk kertas yang ada di tangannya, "temenin gue ke ruang kepala sekolah, yuk. Mau nganterin berkas buat proposal OSIS."
Chyra mengerutkan keningnya. "Lah, kan acaranya dah jalan. Kenapa harus diantar sekarang?"
Bukannya mengapa, Chyra sering menjadi panitia dalam suatu kegiatan, jadi sudah pasti dia tahu betul tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Untuk proposal, bukankah seharusnya menjadi rancangan awal dari sebuah kegiatan?
"Iya, Ra, tapi kata bapaknya yang kemarin itu ada yang salah jadi harus direvisi. Dia setuju sama kegiatannya, cuman buat proposal disuruh beresin lagi, baru deh ntar minta tanda tangan sama dia. Nah, sekarang baru selesai dan gue mau minta tanda tangan," jelas Rindu panjang lebar. "Ayok lah temenin gue. Anggota OSIS yang lain pada sibuk di lapangan."
Chyra menghembuskan napas kesal. "Ya udah," pasrahnya ketika tangannya ditarik-tarik oleh Rindu. "Cean, gue pergi dulu, ya, ntar gue ceritain yang tadi."
Cean tersenyum ramah pada Rindu lalu mengacungkan jempolnya untuk menyetujui perkataan Chyra. Gadis itu pun beranjak dari hadapannya. Cowok itu menaruh sebelah tangannya di dada. Sesak ini semakin menyakiti perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Hate You [End]
Teen FictionChyra Anzaela Permana. Anak kecil yang selalu ceria tanpa memperlihatkan kesedihannya. Itu dulu ... sebelum satu rahasia yang ia ketahui tentang orang tua kandungnya. Bahkan, rahasia itu baru ia ketahui setelah 10 tahun kemudian. Sebuah fakta yang m...