Gadis itu tak bersuara semenjak melihat kehadiran pria tadi. Tamu tak diundang yang nyatanya mampu membuat hatinya porak-poranda. Netranya terlihat sendu seperti langit yang kini kelabu. Keterdiamannya itu pula mengusik lelaki yang menemaninya hampir seharian. Gelisah semakin menghujam dadanya. Lelaki itu takut bahwa semua ini akan berakibat buruk.
Beberapa menit kemudian, gadis itu akhirnya merespon. Mulai dari mengangkat wajah, menghela napas panjang lalu menyenderkan kepalanya di bahu tegap Cean. Cairan bening langsung meluncur deras di pipinya tanpa bisa dia cegah. Sakit sekali ketika melihat orang yang hampir menghancurkan hidupnya masih bisa berkeliaran dengan bebas. Padahal, dia sendiri rasanya sudah ingin bunuh diri.
Begitu tidak adilnya dunia yang dia alami. Raganya seakan tak berdaya menghadapi kenyataan pahit ini.
"Aku akan selalu ada di samping kamu, Ra. Jangan takut hanya karena dia. Aku akan melindungi kamu di mana pun itu." Dengan nada tulusnya, lelaki itu berhasil membuat air mata Chyra mengalir lebih deras.
"Dia jahat, Cean." Bayangan mengerikan itu kembali terlintas dalam benaknya. "Aku benci dia," kata gadis itu dengan nada yang benar-benar lirih.
Cean yang mendengar itu langsung mengatupkan bibirnya. Wajar jika gadis ini sangat kecewa. Dia pun menautkan jemari mereka, mengangkat tangan mulus gadis itu, mengarahkan ke bibirnya lalu menciumnya dengan lembut.
"It's oke," bisiknya, "nangis aja sepuas-puasnya kalau itu bisa bikin kamu lega. Kamu bisa berbagi perasaan itu sama aku, Anzel. Jangan pernah merasa sendirian lagi. I'm here with you."
Tangisnya kembali pecah. Gadis itu memeluk erat tubuh Ceano lalu menghirup aromanya dalam-dalam. Dari sini Chyra dapat merasakan kehangatan yang membuatnya nyaman. Tak terhitung berapa kali dia mengatakan ini, tetapi sungguh, pelukan Ceano adalah tempat terbaik untuknya berbagi luka. Cowok itu dan segala kesederhanaannya berhasil membuat Chyra jatuh cinta.
"Maaf, ya, ini salah aku karena udah ngajak kamu ke tempat ini." Ceano menghembuskan napas kasar sembari mengelus rambut Chyra.
"Aku enggak apa-apa." Chyra menegakkan tubuhnya lalu menghapus air mata yang masih membekas di pipinya. "Harusnya aku bisa lupain cowok brengsek itu karena di sini udah ada kamu yang selalu ada untuk aku."
"Zel ...."
Chyra langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir Cean untuk mencegah cowok itu menyalahkan dirinya sendiri lagi. "Aku juga udah janji sama kamu untuk lebih kuat ke depannya. Masa gini aja langsung lemah." Raut wajahnya terlihat masam. "Secara enggak langsung aku mengingkari janji yang udah aku ucapkan."
Gadis itu tersenyum lebar lalu merentangkan kedua tangannya bersamaan dengan rintik hujan yang turun secara tiba-tiba. Dia berteriak sekeras mungkin hingga Cean menarik lengannya untuk pindah ke tempat yang lebih aman.
"Ayo masuk ke dalam mobil, Zel. Hujan, nanti kamu sakit," katanya terburu-buru.
Namun, Chyra masih bergeming. Gadis itu seakan menikmati tetesan air yang jatuh ke wajahnya. Bajunya sudah basah kuyup. Jujur, suasana hujan adalah waktu yang paling Cean tunggu, tetapi dia tidak mau jika Chyra kenapa-napa. Setahunya dulu, Chyra tidak bisa bermain hujan. Jika masih nekat, maka gadis itu akan sakit hingga berhari-hari.
"Anzel," panggilnya sekali lagi.
"Sebentar, Cean." Gadis itu bangkit lalu menarik tangan Cean dan membawanya berlarian di jalan. Kala itu pula, hujan turun semakin deras berserta petir yang terus menyambar.
"Kamu ingat, Cean, dulu waktu kecil aku paling enggak suka sama hujan. Aku langsung demam pas kamu ngajak aku lari-larian di belakang rumah sakit waktu itu."
Cean tersenyum, tentu saja dia mengingatnya. Kejadian itu membuat mereka berdua dimarahi oleh suster yang sedang berjaga.
"Ara, ayo ke sana." Anak laki-laki itu menunjuk ke arah luar yang sedang dilanda hujan deras.
"Enggak mau, ah, Kak. Ke sana kan dingin. Mending di sini aja, hangat." Gadis itu memeluk dengan erat lengan anak laki-laki yang lebih tua darinya.
"Ayo lah, Ra. Aku udah lama banget enggak main hujan," paksanya.
Gadis itu tetap menggeleng. "Nanti kakek marah, lagipula Kak An kan masih sakit."
Akan tetapi, anak laki-laki itu tidak mau mendengarkan. Dia menarik tangan Chyra lalu mengajaknya berlari di tengah derasnya guyuran hujan. Hanya ini salah satunya cara yang bisa membuat perasaannya lega. Dia tahu dia sakit, dia juga tahu hal ini akan semakin memperburuk kondisinya. Chyra juga bisa ikut-ikutan sakit, tetapi saat itu yang ingin dia inginkan hanyalah melakukan apa pun yang dia mau, sebelum semuanya terenggut kapan saja.
"Nah, makanya sekarang kamu jangan basah-basahan gini nanti-"
Chyra menyeringai hingga kedua sudut bibirnya berkedut. Raut wajah Cean yang terlihat khawatir membuat perutnya tergelitik. "Diem, Kak! Ara belum selesai ngomong."
Dengan santainya gadis itu berlari dengan masih menggandeng lengan Cean lalu memutarkan tubuhnya seperti anak kecil yang sudah lama tidak bermain. Tawanya terdengar lepas. Cean sampai heran dengan apa yang sudah dia perbuat hingga Chyra jadi seperti ini.
"Aku berani sumpah kalau kali ini aku enggak akan sakit, Kak An," katanya membuat Cean menarik kedua alisnya heran.
Chyra menggenggam kedua tangan Cean secara berhadap-hadapan. Di bawah rintik hujan ini, dia ingin secara langsung mengungkapkan semua yang dia rasakan. Chyra tidak bisa menahan ini lebih lama lagi.
"Kak An, terima kasih karena sudah menunggu Chyra selama ini. Terima kasih karena selalu menjaga Chyra walaupun Kakak sendiri terluka. Perhatian yang Kakak berikan sama Chyra itu sangat amat berarti. Chyra nyesel enggak sadar sama perasaan ini dari awal."
"Kak ... beberapa waktu lalu Kakak nyelamatin Chyra waktu Chyra pengen terjun dari atas jembatan. Chyra berhutang budi sama kamu, Kak. Enggak bisa dibayangkan kalau Kakak telat sedikit aja nyelamatin Chyra, mungkin Chyra udah enggak ada di dunia ini."
"Dan bukan cuma itu, kejadian beberapa waktu lalu itu juga semuanya berkat Kakak." Cean langsung menarik Chyra ke dalam dekapannya. "Sekali lagi Chyra mau bilang maaf dan terima kasih untuk segalanya."
Cean menggeleng sembari menangkup pipi Chyra dengan kedua tangannya. "Enggak perlu minta maaf lagi, okey. Kita kan udah janji mau lupain dan ngulang semuanya dari awal. Pertunangan kita juga tinggal menghitung hari, kan?"
"Iya," balas Chyra gugup. Gadis itu menunduk untuk menghindari tatapan Cean. "Sebenarnya ada satu hal lagi yang mau Chyra sampaikan."
Cean tak mendengar jelas yang gadis itu ucapkan. Maka dari itu dia mengangkat wajah Chyra hingga gadis itu menatapnya dengan sendu. "Ada apa, hm?"
"Chyra," Gadis itu menelan salivanya yang terasa berat. "Chyra ...."
"Iya, kenapa?" tanya Cean dengan sabar.
"Chyra jatuh cinta sama Cean."
Mendengarnya membuat rahang Cean seakan jatuh ke bawah. Cowok itu terdiam kaku, napasnya terasa berat. Mungkin saja dia salah dengar karena derasnya hujan. Akan tetapi, mengapa perkataannya terasa seperti nyata? Benarkah ini Chyra, gadis pujaan hatinya? Apa ini artinya cintanya terbalaskan?
Cean bergeming, menatap lekat gadis itu, menantinya kembali berbicara dan memberikan penjelasan yang bisa memastikan bahwa pendengarannya tidak salah. Pikirannya berkecamuk saat melihat gadis itu hanya diam saja. Chyra, tolong jangan katakan bahwa itu dusta. Cean tak ingin terlalu berharap, tetapi untuk kali ini biarkan dia berharap lebih dari biasanya. Cean sudah sering merasakan kecewa, jadi tolong jangan tambah lagi, ya.
***
a/n
Vote and comment ya, gaiss!
Kira-kira nih cerita bisa selesai sebelum UAS nggak, ya? :(
16/10/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Hate You [End]
Teen FictionChyra Anzaela Permana. Anak kecil yang selalu ceria tanpa memperlihatkan kesedihannya. Itu dulu ... sebelum satu rahasia yang ia ketahui tentang orang tua kandungnya. Bahkan, rahasia itu baru ia ketahui setelah 10 tahun kemudian. Sebuah fakta yang m...