📌Chapter 41.2: Pain

84 7 1
                                    

"Ceano?" Chyra memepuk pelan punggung Cean hingga cowok itu tersadar dari lamunannya. Saat menoleh ke kiri dan ke kanan Chyra lihat dia menghela napas dengan kecewa. Entah mimpi buruk seperti apa yang barusan Cean alami.

"Kamu kenapa?" tanya Chyra sembari menyentuh bahu Cean. Dia tak kelihatan baik-baik saja. Tidak biasanya Cean begini.

Cean menggeleng dengan kaku. "Enggak apa-apa, Anzel." Kepalanya celingak-celinguk melihat keberadaan mereka. "Kita udah sampai, ya," gumamnya saat melihat mobil yang mereka naiki sudah sampai di halaman rumah Chyra. Ah, sayang sekali, padahal Cean sedang bermimpi indah tadi.

Cean benar-benar tidak sadar. Mungkin saja efek kelelahan karena sempat terkena gerimis hingga tertidur saat perjalanan pulang. Untung saja mereka ke Bandung menggunakan supir, jika tidak mungkin sudah ada hal buruk yang terjadi.

"Iya. Ayo cepet, Cean! Masuk sekalian ganti baju kamu yang basah tuh," omelnya saat melihat Cean masih duduk kaku di tempatnya.

Cean mengangguk lalu menyusul Chyra yang keluar lebih dulu dari dalam mobil. Ini tidak sama seperti khayalannya tadi, pasalnya baju yang dia kenakan tidak basah semua, hanya beberapa bagian yang terkena rintikan hujan.

Cean berdesis pelan sembari memukul kepalanya karena berani-beraninya berpikiran seperti tadi. Mana mungkin Chyra jatuh cinta padanya, atau ... belum. Gadis itu bisa saja menerimanya karena perjodohan mereka saja. Jika tidak, mungkin tak ada yang berubah dari biasanya.

"Anzel, maaf, ya untuk yang tadi," sesalnya ketika berdiri di samping Chyra. Gadis itu terlihat berdecak lalu membuka pintu rumahnya dengan asal.

"Harusnya aku yang bilang makasih karena udah mau nemenin aku ke makam ayah sama mama."

"Iya, tapi itu gara-gara aku jadi kamu ketemu-"

"Sutt!" Chyra meletakkan ibu jari di bibirnya. "Tadi aku seneng banget tau. Kamu tenang aja, Cean, kehadiran Samudra tadi enggak berefek apa-apa buat aku. Cuman kaget dikit aja."

"Hm." Cean masih merasa tidak nyaman pada Chyra.

"Udah ah, jangan dibahas lagi. Lagipula tadi kan ada kamu, jadi aku enggak perlu takut sama siapa pun selain sama Tuhan."

"Maaf-" Chyra menutup mulut Cean menggunakan telapak tangannya sembari berkacak pinggang.

"Diem deh kamu! Bawel banget jadi cowok." Mulut Cean langsung tertutup rapat. "Udah dibilangin enggak apa-apa juga." Dia membawa Cean masuk lalu mendorongnya agar duduk di kursi yang berada di ruang tamu. "Tunggu di sini! Aku mau ambilin baju papa dulu."

"Iya," kata Cean, pasrah pada akhirnya.

Sembari menunggu Chyra mengambil baju, Cean bersenandung ringan ketika mendengarkan lagu di ponselnya. Tenang saja, dia menggunakan earphone agar tidak menggangu. Meskipun begitu, Cean tidak merasa canggung karena suaranya memang indah.

Lagipula selain dia dan Chyra, hanya ada Radit yang berada di rumah besar ini. Nathan menemani Jesika untuk check up kandungan. Kemungkinan besar wanita itu akan melahirkan bulan depan. Ah, Cean jadi tidak sabar menunggu calon adik kedua dari Chyra itu.

Namun, ada satu hal yang Cean takuti, Jesika itu sudah mendekati masa melahirkan, tetapi dia tetap nekat untuk mengadakan pesta pertunangan antara Cean dan juga anaknya. Jika dihitung dari sekarang, maka sisa tiga hari lagi. Sudah banyak persiapan yang mereka lakukan. Gedung pun sudah disewa. Banyak anak-anak SMA Pelita yang diundang pada hari pertunangan mereka nanti.

Sebenarnya Cean sudah bilang acaranya dibuat tunggu Jesika melahirkan saja, tetapi wanita itu tetap kekeuh dengan beralasan bahwa ini adalah kemauan dari calon bayinya. Cean lagi-lagi hanya bisa pasrah dengan Ibu dua anak itu. Jangankan Cean, Nathan saja sebagai suaminya tak bisa menolak kemauan Jesika. Memang, dasar bumil!

The Way I Hate You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang