📌Chapter 18: Rasanya Ingin Mati

131 10 0
                                    


Sejak dulu, saat semuanya masih baik-baik saja, Cean adalah pemain basket yang handal. Meskipun tingginya tidak sampai 170 cm, tetapi dalam hal memainkan bola berwarna oranye itu adalah suatu hal yang sangat mudah dan tidak perlu diragukan lagi.

Ia pernah menjadi ketua ekskul basket dan memenangkan banyak perlombaan basket semasa SMP. Tak jarang, ia banyak digilai oleh murid perempuan baik di sekolah maupun di luar sekolahnya. Selain karena wajahnya yang tampan, senyum yang manis dan mempunyai segudang prestasi, Cean adalah sosok yang ramah bagi orang-orang di sekitarnya.

Di mata guru-guru dia dikenal sebagai siswa yang jenius akan penemuan-penemuan hebatnya dalam bidang ilmu sains, juara KSN tingkat Nasional, serta peraih medali emas dalam lomba Karya Tulis Ilmiah se-kabupaten. Akan tetapi, itu dulu. Sebelum kecelakan besar membuatnya sempat dioperasi dan sebelum sakit di kepalanya membuat Cean kesusahan untuk mengingat dan mempelajari hal baru. Cean juga sempat ketinggalan kelas selama setahun. Maka dari itu mamanya memilih untuk pindah ke Jakarta dan memasukkannya di sekolah ini.

Pagi ini di sinilah Cean berada, di lapangan SMA Pelita dengan menggunakan seragam olahraga. Sebenarnya dia tidak boleh terlalu kelelahan dan Cean tahu betul akan kondisi kesehatannya, tetapi karena praktek olahraga hari ini adalah memainkan bola basket, Cean berusaha keras untuk mengikuti dan menjaga kondisi tubuhnya agar baik-baik saja. Sudah lama ia tidak merasakan eforia setelah memasukkan bola ke dalam ring lalu teriakan histeris menggema atas kemenangannya.

"Hei, Dude. You okey?" Ijun yang kebetulan berada di samping Cean ketika pemanasan sedikit khawatir melihat raut wajahnya yang pucat.

Cean mengangguk dua kali sembari mengacungkan jempolnya untuk menenangkan Ijun. "Aku seneng banget bisa main basket hari ini." Cowok itu mengelap keringat yang menetes dari keningnya.

"Kenapa?" heran Ijun.

"Aku hebat banget soalnya," puji Cean membuat Ijun geleng-geleng kepala.

Cowok itu pun mendekat ke arah Cean lalu mengacak rambut lelaki itu hingga Cean memukul lengannya karena malu. "Jangan kebanyakan halu. Asal lo tau aja gue kapten basket di sini."

Cean tersenyum miring. Ijun tidak tahu saja jika Cean lebih dulu bisa darinya. "Kita liat aja nanti."

"Kalau enggak bisa jangan dipaksain. Gue takutnya lo pingsan kayak Minggu kemarin." Mendengar hal itu membuat Cean memelototkan matanya.

"Kamu mah ngejek aku terus. Kemarin, ya, kemarin. Hari ini bakalan beda sama Minggu kemarin," bela Cean tak mau kalah.

"Utututu, lucunyaaaa." Ijun langsung mencubit pipi Cean saking gemasnya dengan perkataan cowok itu. Hal itu pula yang membuat keduanya ditegur karena berbicara ketika sedang melakukan pemanasan.

***

Praktek bola basket dari kelas 11 IPS 1 kali ini berlangsung dengan seru. Di depan sana, dua orang siswa terlihat tengah berduel untuk menunjukan skill mereka masing-masing. Satu siswa di antaranya adalah orang yang tidak mereka sangka-sangka bisa bermain sehebat itu sehingga skornya hampir melewati ketua basket SMA Pelita.

Ceano Aquila. Bahkan namanya saja masih terdengar asing bagi sebagian murid lain. Dia tidak sepopuler Ijun, ataupun sepintar Chyra yang selalu mendapat juara umum ketika pembagian rapor berlangsung. Cean yang orang-orang tahu hanyalah murid biasa--bahkan terkesan cupu dengan kacamata lebarnya--yang baru saja pindah saat mereka naik kelas 11 kemarin.

Yang menjadi perbincangan hangat adalah pertandingan antara Cean dan juga Ijun. Cean yang notabennya tidak pernah keluar pada jam olahraga, selalu mendapatkan remidi katena tidak pernah mengikuti praktek, kali ini mengejutkan mereka dengan skill-nya dalam bermain basket.

The Way I Hate You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang