📌 Chapter 7: Fix You

265 15 0
                                    

"Dia tak pernah mencintaimu. Dia hanya kasihan padamu."

***

Keluarga adalah tempat berkeluh-kesah, berlindung dari marabahaya. Keluarga adalah tempat paling aman di dunia ini. Mungkin, pendapat ini akan dikatakan oleh anak dengan keluarga yang harmonis. Saat di mana ayah dan ibunya selalu mendukung apa pun keputusan dan setiap langkah dari anaknya.

Namun, berbeda dengan Ceano. Baginya, keluarga adalah sebuah bencana. Memang, pada awalnya indah, tetapi ketika semuanya terungkap, keindahan itu akan hilang hanya dalam sekejap mata.

"Kamu ngapain di sini?! Kerja sana yang bener biar rumah ini bersih." Cowok itu meringis kesakitan ketika jari jemari mamanya seakan ingin memutuskan telinganya.

"Maaf, Bunda. Cean mau istirahat sebentar. Capek abis bersihin kolam renang tadi."

"Capek?" Wanita itu semakin menambah cubitannya. "Kamu itu sudah besar, masih saja tidak tahu diri. Syukur-syukur saya masih mau melahirkan kamu—anak dari laki-laki tak tahu diri itu."

"B-bunda, telinga Cean s-sakit."

"Sakit?"

Cean mengangguk dengan lemah. "M-maaf."

"Hari ini kamu tidur di gudang belakang rumah!"

"T-tapi, Bunda di sana gelap. Cean takut."

"Saya tidak perduli. Itu adalah akibat karena berani membantah perintah saya."

Cean bergeming kala mamanya mengatakan itu padanya. Bahkan setelah sang Mama pergi, Cean tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya duduk. Gudang di sana itu gelap sekali. Lampunya putus; belum diganti hingga sekarang dan Cean tidak mungkin bisa tidur dalam keadaan seperti itu. Dulu, sewaktu kecil sang Mama pernah menguncikannya di dalam kamar mandi selama semalaman dengan lampu dimatikan. Akhirnya, Cean dibawa ke rumah sakit karena sesak napas. Dia takut hal itu akan terulang lagi. Cean masih ingin hidup untuk beberapa tahun lagi.

Tiba-tiba saja kepalanya terasa pening. Sangat sakit sampai-sampai Cean harus menjambak rambutnya sendiri untuk melampiaskan rasa sakitnya. Dia benci situasi ini. Apalagi di saat tubuhnya melemah dan rasanya seperti akan mati dengan cepat.

Dengan tertatih, Cean berusaha keras untuk berjalan sampai ke kamarnya. Dia mengambil beberapa obat dalam laci mejanya lalu meminum obat itu dengan tergesa. Barulah beberapa saat kemudian, kepalanya tidak terasa sakit seperti tadi.

Tuhan terlalu baik padanya. Dia tidak mau mengambil nyawa Cean dengan cepat. Bahkan setelah Cean melakukan percobaan bunuh diri beberapa kali, cowok itu tidak mati. Akan ada saja orang-orang yang menyelamatkannya. Syukurnya sekarang Cean tidak lagi berpikiran seperti itu.

Ketika akan menaruh kembali obat tadi, Cean melihat ikat rambut dengan motif bulu-bulu di meja belajarnya. Hatinya bergemuruh saat mengingat bagaimana pertemuannya dengan gadis yang mencuri perhatiannya kala itu. Apakah ini yang dinamakan suka pada pandangan pertama? Gadis itu pula yang menjadi alasan Cean untuk tidak lagi menentang takdir Tuhan.

"Kita pasti akan bertemu lagi, 'kan?" tanya Cean yang dijawab dengan keheningan malam. "Pasti. Aku pasti akan ketemu kamu lagi, Chyra."

Cean mengambil ikat rambut itu lalu menaruhkan ke dalam sebuah kotak agar lebih aman. Sebenarnya, Cean berniat ingin mengembalikan benda itu beberapa hari lalu. Dia menunggu di depan pemakaman ayahnya berharap agar Chyra datang lagi. Namun, hingga hari menggelap pun Chyra tidak pernah pergi ke tempat itu.

Tidak sampai berhenti di sana. Cean mengulang lagi hal yang sama seminggu berikutnya, tetapi hasilnya tetap nihil. Akhirnya, dengan menghela napas panjang, Cean pergi dari pemakaman dengan hati yang kosong. Nanti, dia pasti akan menemukan gadis itu di waktu yang tepat. Cean percaya itu.

The Way I Hate You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang