📌 Chapter 45: Wanita Gila

83 4 0
                                    

Hari ini hari kedua sejak malam kelam yang menghampiri seorang lelaki yang kini terbujur kaku  di kamarnya sendiri. Setelah menyiksa Cean di dalam gudang, Hilda mengunci anak itu di dalam kamarnya sendiri, tanpa diberi makan maupun minum. Wanita itu berusaha untuk tidak peduli meskipun hatinya memberontak untuk melihat sang buah hati. Bagaimanapun dia masih seorang Ibu yang mempunyai hati nurani.

Cean mengerjap berusaha untuk mempertahankan matanya agar tetap terbuka lebar. Jika bisa, rasanya ingin mati saja. Perutnya mual,  perih karena tidak menyentuh makanan hampir tiga hari lamanya. Bunda memang berniat untuk membunuhnya secara perlahan. Tubuhnya terkulai tidak berdaya. Tak ada yang bisa Cean lakukan selain berbaring dengan posisi miring. Luka-luka di tubuhnya tidak diobati, mungkin luka itu sudah sampai bernanah, dia tak perduli. Lagipula untuk sekarang siapa yang akan menghawatirkannya? Tidak ada!

Tidak ada hari yang tidak dia lewati dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Kasur dan baju dalamannya yang berwarna putih, sudah penuh bercak darah akibat tadi malam mimisan tanpa henti. Cean menarik rambutnya frustrasi akibat rasa sakit yang tak kunjung henti.

Katanya, Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya, tetapi mengapa Cean rasa cobaannya diluar batas wajar. Dia tidak bisa menanggung cobaan ini lebih lama lagi. Mengapa Tuhan sebegitu kejam dengannya? Apa yang sudah dia lakukan di masa lalu hingga sang Pencipta menghukumnya seberat ini?

Cean menghela napas gusar saat sakit perutnya kembali merajalela. Cowok terpejam untuk meredakan rasa nyerinya. Setelah hilang sebentar, kepalanya pula yang kini berulah lagi. Cean tidak tahu kenapa rasa sakit ini menyerangnya secara bergantian.

Rambutnya kembali rontok. Cowok itu terisak saat menyadari rambut lebatnya kini sudah hampir botak.

Ketika sedang menunduk, setetes darah jatuh di atas lengannya. Cean tersenyum sendu, sudah tahu apa yang akan terjadi setelah kepalanya mengalami sakit yang menjadi-jadi.

Mimisan lagi ....

Dia bangkit untuk duduk dengan susah payah, menggapaikan tangannya untuk mengambil kotak tisu dan menyumbat hidungnya agar cairan merah itu tidak meluber hingga kemana-mana. Cean kembali merebahkan tubuhnya saat pandangannya terasa gelap.

Meskipun ingin mempertahankan matanya agar tetap terbuka, tetapi kali ini tidak bisa. Rasa kantuk beradu dengan nyeri di belakang kepala membuat Cean kelabakan. Dia merintih kesakitan, meminta pertolongan meskipun kecil kemungkinan Bunda akan datang.

Matanya memejam dengan sempurna. Cowok itu sempat menarik sudut bibirnya memikirkan jika ini adalah hari terakhirnya membuka mata sekaligus hari penutup hidupnya selama di dunia. Senyum sendunya menjadi penutup dari akhir hidup yang begitu menyedihkan. Mungkin, setelah ini dia akan menemukan ketenangan yang abadi serta kebahagiaan yang tidak pernah dia cicipi selama berada di dunia.

***

Hilda berjalan dengan tergesa menuju kamar Cean ketika mendapat firasat tidak enak. Wanita itu terdiam sejenak, memegang bagian dadanya yang berdenyut nyeri, lalu membuka kenop pintu dengan pelan. Tidak mau jika Cean menyadari kedatangannya.

Gelap langsung menyapa penglihatannya saat pintu kamar itu terbuka lebar, sama seperti terakhir dia tinggalkan tanpa memberikan Cean makan. Hilda tahu tindakannya itu salah, tetapi kala itu dia masih dilingkupi emosi.

Tubuh Hilda bergeming ketika dia menghidupkan lampu lalu melihat anaknya telah terbujur kaku dengan noda darah yang menghiasi bajunya. Sedikit berlari dia menghampiri Cean lalu mengguncang tubuhnya dengan harapan anak itu akan segera bangun.

Namun, Cean sama sekali tidak menanggapi. Wajah tertidurnya terlihat sangat damai. Hilda menggeleng ketika menggenggam tangan anaknya yang terasa dingin. Saat dia memeluk Cean, air matanya jatuh tanpa diminta.

The Way I Hate You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang