📌 Chapter 32: Bosan

82 7 1
                                    


Chyra tidak tahu sejak kapan perasaan ini mulai menyiksanya. Jiwanya seolah terombang-ambing karena rasa gelisah yang menjadi-jadi. Entah ini karena dua hari lalu dia mengabaikan panggilan dari lelaki yang sempat menjadi temannya itu, ataukah karena saat membaca pesan darinya, Chyra merasa menyesal karena sempat menolak untuk membantunya.

Lelaki itu meminta Chyra untuk menemaninya ke rumah sakit. Akan tetapi, Chyra tidak membaca pesan ataupun mengangkat telpon darinya dengan dalih untuk menepati janjinya dengan Samudra. Sekarang, barulah gadis itu menyesal saat tahu bahwa Cean benar-benar membutuhkan pertolongannya kala itu.

Chyra merasa ada yang hilang ketika tidak ada Cean di sini. Kini, tidak ada yang merecokinya ketika jam istirahat, tidak ada yang perduli padanya ketika Chyra merasa sedih, tidak ada yang menjelaskan kesalahannya dengan sabar selain cowok itu. Barulah saat ini dia mengerti bertapa penting kehadiran Cean di hidupnya.

"Rindu!" Chyra menarik lengan sahabatnya ketika cewek itu hanya menyelonong lewat tanpa menyapanya. Chyra juga tidak tahu salahnya apa, tetapi Rindu benar-benar berubah semenjak kejadian itu.

"Lepas," pintanya seraya menatap Chyra dengan tajam.

"Lo kenapa, sih, Rin? Seminggu ini lo jauhin gue terus. Salah gue apa sama lo?"

Rindu berdecak kesal lalu menghempaskan tangan Chyra di lengannya. "Lo nggak perlu tau!" Tanpa menjawab pertanyaan gadis di hadapannya itu, Rindu beranjak pergi dengan menghentakkan kakinya. Sontak saja hal itu pun menjadi tanda tanya besar dalam benak Chyra.

Tanpa Chyra tahu, Rindu berlari menuju toilet lalu bersembunyi di dalam salah satu ruangannya. Gadis itu menenggelamkan kepalanya di balik lipatan lutut. Dia menarik kerudung yang melekat di kepalanya lalu dibuang ke sembarang arah. Rindu menarik rambutnya dengan kasar lalu membenturkannya ke dinding.

"Rindu Kenapa lo jadi gini, Rin. Kenapa lo bisa segampang itu nyerahin harga diri lo sama laki-laki yang bahkan omongannya aja enggak bisa dipercaya. Bodoh! Lo bego banget, Rindu," monolong gadis itu dengan frustrasi.

***

"Kak, kenapa Cean enggak pernah ke sini lagi, ya?"

Chyra yang sedang melamun dikejutkan oleh Jesika dengan pertanyaan yang tidak dia duga. Chyra bingung harus menjawab apa, sementara yang menyebabkan Cean sungkan untuk kemari itu adalah karenanya.

"Eungg, sibuk kali, Mi," kata Chyra membuat kening Jesika berkerut dalam.

"Masa, sih?" Jesika tidak percaya jika Cean sesibuk itu hingga tidak pernah menghubunginya lagi. "Telepon coba, suruh ke sini," pinta Jesika pada anaknya.

Akhir-akhir ini Jesika merasa ada yang aneh pada Chyra. Gadis itu seringkali terlihat mengalihkan pembicaraan jika dia mulai membahas tentang Cean. "Kalian berantem?" tanya Jesika ketika Chyra hanya termenung tidak melaksanakan permintaannya.

"Eh, enggak kok, Mi. Nomor Ceannya enggak aktif makanya nggak Chyra panggil."

"Masa sih?" Jesika masih tidak yakin dan pada akhirnya menelpon sendiri nomor Cean menggunakan ponselnya.

Benar saja, nomor cowok itu terdengar sibuk, tidak bisa dihubungi. "Mami khawatir sama dia." Jesika mengatakan apa yang mengganjal di hatinya.

"Khawatir kenapa?"

"Kemarin Mami suruh kamu buat manggil dia buat ke acara tujuh bulanan adek kamu, kan?" Chyra menegakkan badan lalu membolakan matanya ketika Mami berkata demikian.

"Nah tapi anaknya enggak datang. Oke Mami maklumin mungkin waktu itu mungkin Cean lagi sibuk, tapi kok sampai sekarang Mami belum dengar kabarnya lagi, ya? Perasaan Mami mulai nggak enak sekarang."

Chyra menggaruk tengkuknya, tak berani manatap raut khawatir dari sang Ibu. "Dia enggak apa-apa kok, Mi," ujarnya dengan harapan meredakan kekhawatiran dari sang ibunda. Sebenarnya ada satu hal yang lupa Chyra sampaikan, waktu itu dia tidak memberi tahu Cean bahwa Mami mengajaknya ke rumah. Memang, mereka baru saja berbaikan di siang harinya, tetapi kecanggungan itu masih terasa sehingga Chyra tidak berani untuk menghubungi lelaki itu.

"Gimana keadaannya di sekolah? Kamu udah minta maaf sama dia, kan?"

"Aduh, Mi, itu ...." Chyra menepuk jidatnya bersamaan dengan perut Jesika yang mengalami kontraksi ringan.

Jesika nampak kesakitan sembari mengelus perutnya dengan lembut. "Ya ampun, Sayang, jangan gede-gede nendangnya, Mami kaget loh, ini," ujarnya sembari meringis.

Chyra menatap Jesika dengan khawatir lalu menghampiri Mami dan mengelus perut besarnya. "Adek jangan nakal, ya, kesian Maminya kecapekan. Kamu cemburu, ya karena Mami malah khawatirin orang lain daripada kamu?" sindir Chyra membuat Jesika menggelengkan kepalanya.

"Mami tuh, Dek, udah papa bilang jangan mikir berat malah mikir yang enggak-enggak." Jesika mencubit pipi Chyra dengan gemas.

"Kamu, nih, ya, adeknya belum lahir udah dihasut aja."

"Hehehe." Chyra tergelak lalu mencium perut maminya. "Yang sehat, ya, di dalam sana. Kakak udah enggak sabar buat nunggu kamu lahir di dunia."

Ting!
Samudra
Sayang
Jalan yuk hari ini
Aku kangen banget sama kamu

Chyra membuka pesan itu tanpa berniat untuk membalasnya. Dia melemparkan ponselnya ke sembarang arah. Untuk sekarang dia sedang tidak ingin bertemu Samudra. Gadis itu juga merasa malas untuk menginjakkan kakinya keluar rumah, apalagi sekarang ini Chyra mempunyai kewajiban untuk menjaga mami dan calon adiknya.

Entah ini hanya perasaannya saja atau memang benar jika Samudra hanya datang kepadanya di saat sedang bosan saja? Chyra mulai mempertanyakan itu, di saat dia ingin quality time dengan Samudra, tapi cowok malah beralasan sedang mengerjakan tugas kampus. Padahal di sosial medianya, Chyra melihat sendiri jika Samudra sedang pergi bermain bersama teman-temannya.

Chyra tidak marah, tidak sama sekali. Hanya saja seringkali dia merasa tidak dihargai sebagai seorang pacar. Awalnya dia mengira jika ini hanya masalah waktu karena mereka sudah lama tidak bertemu, tetapi semakin lama, jarak yang ada di antara mereka terasa semakin nyata.

***

21/06/22

The Way I Hate You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang