"Mas, gimana kalau kita jodohin Chyra sama Cean. Mereka itu cocok loh, sama-sama melengkapi."
"Hm?" Nathan yang tengah mengusap perut istrinya itu pun dibuat kebingungan hingga kedua alisnya bertaut.
"Mas dengerin aku enggak?" Wanita itu nampak cemberut karena Nathan hanya diam saja.
"Iya dengerin, kok," katanya lemah sekali.
Binaran di matanya kembali hidup. Dengan semangat yang membara Jesika pun berkata, "Gimana? Mas setuju enggak?"
Nathan langsung berpindah tempat dan berbaring menghadap sang istri. Dijawilnya hidung wanita itu dengan gemas. "Kamu kok kepikiran sampai ke sana, sih? Anak kita tamat SMA aja belum."
Jesika merengut. "Mas tau nggak, sebenarnya aku udah mikirin ini dari hari-hari sebelumnya. Pas kita habis ketemu Hilda, terus aku tuh mikir kayak, sebenarnya Chyra butuh seseorang yang bisa menjaga dan melindunginya setiap saat dan aku percaya bahwa Cean adalah orang yang tepat."
"Coba kamu pikirkan kalau mereka udah nikah nanti, pasti Chyra bakalan ngerasa aman. Hilda juga pernah bilang sama aku kalau Chyra itu adalah sumber kebahagiaannya Cean."
Nathan meletakkan kepala Jesika di bahunya lalu mengelusnya dengan penuh kasih sayang. "Sayang ... apa tidak terlalu cepat? Ide kamu bagus, tapi alangkah baiknya untuk kita diskusikan kepada anak kita dulu, ya?"
Jesika terdiam sebentar. Wanita itu kembali merenungi apa yang sudah dia ucapkan. "Hm, bener juga, sih. Ya udah deh." Dia menghela napas lelah. "Tapi aku juga boleh telepon Jesika buat nanyain pendapat dia dan Cean, kan?"
"Boleh, kok."
Jesika menarik kepala Nathan agar lebih mendekatinya. Wanita itu langsung mengecup pipi suaminya dengan mesra. "Terima kasih, Mas. Aku sayanggg banget sama Mas."
Nathan memegang pipinya yang barusan dicium oleh Jesika. Tiba-tiba saja jantungnya langsung berdebar tidak karuan. Padahal dia sering melakukan yang lebih dari ini, tetapi senyuman maut dari Jesika membuatnya jiwanya menjadi lebih hidup. Sepertinya Nathan mulai mencintai wanita ini dengan sepenuh hati.
***
Chyra sudah diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit dua hari yang lalu, dan tepatnya pada hari ini gadis itu akan mulai masuk sekolah seperti biasanya. Sekarang di tepi jalan untuk menunggu kehadiran seseorang yang katanya akan menjemputnya.
Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan bersamaan dengan itu sebuah mobil berhenti di hadapannya. Chyra menghela napas lega saat orang di dalam mobil itu membukakannya pintu untuk masuk.
"Hai, Zel. Selamat pagi."
"Halo," balasnya sembari tersenyum manis.
"Eh, kamu sakit?" Chyra mengerutkan keningnya ketika melihat raut wajah pucat orang di sampingnya itu.
"Enggak, kok. Cuman agak kedinginan aja," balasnya
Cowok itu menggunakan hoodie tebal berwarna abu-abu. Dia tersenyum lebar ketika tangan Chyra menyentuh keningnya. "Hm, iya, nggak panas," ujar gadis itu. Keningnya tiba-tiba berkerut ketika mengingat sesuatu yang tidak asing.
"Iya, kan aku kedinginan bukan kepanasan."
"Beneran nggak kenapa-napa? Kalau sakit jangan maksain diri buat sekolah."
"Tumben perhatian banget." Cean terkekeh lalu mengacak rambut Chyra yang sudah tertata rapi.
Chyra pun spontan memukul pelan bahu cowok itu. "Ck, jangan diberantakin," rengeknya seraya memutar bola mata kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Hate You [End]
Novela JuvenilChyra Anzaela Permana. Anak kecil yang selalu ceria tanpa memperlihatkan kesedihannya. Itu dulu ... sebelum satu rahasia yang ia ketahui tentang orang tua kandungnya. Bahkan, rahasia itu baru ia ketahui setelah 10 tahun kemudian. Sebuah fakta yang m...