📌 Chapter 19: Pemeriksaan

136 7 4
                                    

Untuk yang kedua kali di hari yang sama Chyra melihat lelaki yang kemarin menolongnya ini kembali mimisan. Untung saja dia mengikuti ekstrakurikuler PMR, jadi sedikit banyaknya dia tahu apa yang harus dilakukan. Maka dari itu, secepat mungkin Chyra mengambil tisu lalu menaruhnya di bawah hidung Cean.

"Jangan dongak!" cegah Chyra ketika Cean menengadahkan kepalanya. Dia menekan kepala Cean ke bawah agar darah yang dikeluarkannya cepat mengalir.

"Kalau lemah itu gak usah sok-sokan ikut jam olahraga. Mau berapa kali lagi lo masuk UKS?" omel Chyra ketika ia selesai menghentikan mimisan lelaki itu.

"Iya," balas Cean lemah. Tubuhnya serasa tidak berdaya lagi. "Maaf gara-gara aku baju kamu jadi kotor."

Chyra mengangguk. "Sebenarnya lo sakit apa? Enggak mungkin kan kalau cuma kelelahan?"

Cean otomatis menggeleng. "Aku enggak sakit kok, cuman enggak bisa kena panas aja," jawabnya lesu.

"Dih, udah kayak zombie aja lo!" Cean tersenyum ketika Chyra berucap demikian. "Tapi gue serius nanya." Chyra berkata dengan mata memicing tajam.

"Aku gampang kelelahan kalau lagi panas-panasnya. Sakit kepala, terus mimisan deh," kata Cean setengah jujur.

"Oh oke, pantesan kepala lo tadi panas banget," balas Chyra. "Hari ini gue baik karena lo kemarin udah mau nyelamatin gue aja. Jangan baper dan menganggap kalau gue perhatian sama lo." Chyra memutar bola matanya malas karena Cean terus-menerus tersenyum padanya.

"Iya. Makasih."

"Gue mau ke kelas. Lo istirahat sama minum obat dulu. Jangan dulu masuk kelas, ada baiknya lagi kalau lo langsung pulang, tapi jangan pulang sendiri. Kalau lo mau tetap di sini sampe jam pulang juga gapapa. Nanti bakalan ada anak PMR lain yang gantiin gue," jelas Chyra panjang lebar.

"Maaf sekali lagi karena sudah merepotkan."

Chyra menghela napas panjang. "Jangan keterusan minta maaf kalau misalnya lo enggak salah." Lalu gadis itu melenggak pergi dari hadapan Cean.

***

Pukul 16.00 WIB

Cean memegang kenop pintu di depannya dengan ragu-ragu. Beberapa kali cowok itu terlihat gelisah, napasnya terasa sesak karena hal yang ia sendiri pun tidak mengerti. Cean melirik lagi ke arah papan nama yang berada di samping pintu.

dr. Gema Restu, Sp.B.Onk

Dua hari lalu Cean pergi ke rumah sakit ini karena merasa ada yang tidak beres pada tubuhnya. Setelah diperiksa, dokter yang menanganinya menyuruh Cean untuk menemui Dokter Gema untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Dokter Gema. Nama yang akan selalu Cean ingat sepanjang ceritanya kali ini. Dokter spesialis onkologi yang membantu penyembuhannya beberapa tahun silam, kini, dan seterusnya.

"Permisi." Cean otomatis memundurkan tubuhnya dua langkah ke belakang ketika pintu di hadapannya tiba-tiba terbuka.

"Loh kenapa berdiri di depan?" Dokter yang berusia 35 tahun itu mengernyit keheranan. "Sepertinya saya pernah melihat kamu." Dokter itu membuka kacamatanya lalu mengangkat wajah Cean agar bisa ia lihat dengan lebih jelas.

"Do-dokter," panggil Cean dengan terputus.

Akhirnya dokter itu mengenali siapa anak di depannya ini. "Kamu Ceano?" tebaknya dengan pasti. Ceano, pasiennya beberapa tahun lalu yang berhasil sembuh dari penyakitnya.

"Ayo masuk!" ajaknya seraya memegang pundak Cean dan menuntun langkahnya agar bisa masuk ke dalam. "Kamu sudah semakin besar semenjak terakhir kali kita bertemu."

The Way I Hate You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang