📌Chapter 6: Pulang dan Hilang

307 20 0
                                    

"Tidak ada kebenaran yang menyenangkan."

•••

"Papa itu bukan papa kandung aku, ya, Kak?"

Chyra terkesiap ketika Radit berbicara seperti itu padanya. Lidahnya kelu dengan pandangan kosong ke depan. "K-kamu tahu dari m-mana?" tanyanya dengan tergagap. Kegiatan mengemaskan baju Radit ke dalam koper seketika ikut terhenti. "Jangan ngaco. Yang kamu pikirin itu enggak bener," elak Chyra.

Radit mengangkat wajahnya, dia menatap Chyra dengan netra coklat terangnya. Tangganya mulai bergerak mengisyaratkan sesuatu. "Kakak enggak perlu khawatir, dari awal aku sudah bisa merasakan perbedaannya." Bibir Radit melengkung ke atas—tersenyum dengan sendu.

"Radit dengerin kakak dulu, ya. Papa Nathan dan Mami Jesika itu sayang sama kamu. Mereka orang tua kita berdua, Sayang. Jangan mikir macem-macem."

"Aku tahu," potong Radit. Anak itu mendekat ke arah Chyra lalu mendekap tubuh kakaknya dengan erat. Dia mendongak menatap Chyra. "Tapi papa Nathan cuman sayang sama Kakak," ujarnya dengan mata berkaca-kaca

Tubuh Chyra langsung menegang. Apa yang terjadi pada adiknya ini.  Memang, setelah tadi Jesika menyuruh Nathan berbicara kepada Radit, pria itu menurutinya. Seusai bicara dengan Nathan, Radit juga kembali tersenyum kembali. Anak itu kembali menjadi Radit yang biasanya. Entah apa yang diucapkan Nathan hingga berhasil membuatnya seperti itu.

"Papa bilang apa sama kamu?"

Radit menggeleng, bahunya merosot dengan lesu. Senyumannya langsung menghilang. Dia menunduk ketika ingatannya beberapa menit lalu terulang kembali.

"Radit ini Papa." Nathan langsung masuk tanpa persetujuan dari pemilik kamar. Di sana, Radit tetap diam di tempat duduknya. Aroma berbagai jenis cat langsung menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Nathan.

Aneh, pikirnya. Meskipun Radit suka melukis, tetapi kamar anak itu tidak penuh dengan coretan. Kamarnya tetap bersih tanpa noda.

"Masih melukis?" Radit mengangguk. "Apa Papa ganggu kamu?"

Radit menggeleng. Dia menunjuk tempat tidurnya untuk menyuruh Nathan duduk di atas sana.

"Papa kangen sama kamu."

Gerakan di tangan Radit terhenti. Jantungnya mencelus ketika Nathan mengatakan hal itu. Seharusnya kalimat ini sudah dari lama Nathan katakan. Matanya mengerjap berusaha mencerna kalimat itu lamat-lamat. "Ada apa?"

Nathan berjalan ke arah Radit, lalu menepuk kepala anak itu sebanyak dua kali. "Jangan lama-lama sedihnya. Malam ini kita pulang ke Jakarta."

Radit tampak terkejut ketika Nathan berkata demikian. "Tapi ..."

"Lukisan ini buat 'dia' kan? Kalau iya, sebagai permintaan maaf karena pulang belum izin sama dia, kamu kirim lukisan ini besok. Papa akan bantu kamu." Nathan berjongkok di hadapan Radit. "Maaf selama ini Papa belum bisa jadi Papa yang baik untuk kamu."

Radit menggeleng. Matanya memanas ketika Nathan menggenggam tangannya lalu menciumnya dengan lembut. "Mulai sekarang kalau Radit butuh sesuatu, bilang aja sama Papa. Insyaallah Papa akan melakukan yang terbaik untuk kamu." Nathan mengelus pipi Radit yang terasa sangat halus. "Bagaimanapun, kamu dan juga Chyra sama-sama anak Papa. Papa sayang sama kalian berdua."

"Eh, Radit, kamu kenapa?" tanya Chyra dengan panik. Radit tiba-tiba saja menangis membuat Chyra merasa bersalah. Apa pertanyaannya tadi membuat Radit sakit hati?

The Way I Hate You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang