4. Galla, Merpati, dan Surat

172 111 1
                                    

Absen kehadiran dulu!

Tokoh mana yang udah bikin kamu jatuh cinta?

Silakan dijawab.

Jangan lupa jejaknya, ya.

Follow akun wp juga, dan follow Instagram @ceritanora

Happy reading!

***

Derap langkah kian mendekat menuju titik temaram. Menyibak gorden memperlihatkan rembulan tertatap mata di balik jendela. Mendung tidak merenggutnya. Seseorang yang tidak punya tempat cerita, pasti sekarang mereka sudah berbondong-bondong menatap langit sambil bercerita. Banyak orang kehabisan tempat atau bahkan sejak awal tidak punya tempat membagi keluh kesah, menyebabkan benda mati menjadi pendengar paling baik. Ceritanya akan tetap rahasia, tidak perlu khawatir tersebar sebab benda mati tidak bisa berbicara, benda mati tidak punya dendam.

"Jendelanya Kakak buka, biar cahayanya yang masuk sedikit memberi terang kamar kamu."

"Memang di luar ada cahaya? Malamnya gelap."

"Langit nggak mendung, bulan lagi senyum ke arah kamu. Pengin dunia kamu berwarna."

"Memangnya bisa?"

"Bisa, asal kamu izinin dia untuk tetap menemanimu membuat podcast episode seratus dua, tanpa menutup gorden."

Seperti kebiasannya satu hari dalam seminggu, merekam audio bertemakan kisah sedih yang dibawakan secara melankolis. Galla tidak pernah kehabisan topik. Ia membaca, ia belajar, keingintahuannya begitu tinggi terhadap perasaan masing-masing manusia. Itu sebabnya Galla selalu mampu membawakan audionya dengan baik, sampai ke pendengarnya. Galla yang seolah bisa membaca suasana hati sehingga kalimat-kalimat penenangnya itu sedikit meredakan atau bahkan menyembuhkan.

Sabian mengambil duduk di sebelah Galla. "Kayaknya Kakak punya topik pembicaraan menarik untuk kamu sampaikan nanti."

"Apa?"

Sabian membuka sebuah amplop coklat yang tadi ditemukannya di kedai. Isinya masih rahasia, Sabian ingin membacanya saat ada Galla. Supaya Galla mendengar, walau ia sendiri juga tidak tahu surat itu ditunjukan untuk siapa.

"Didengarkan ya, Gal."

Hai Kak Galla, kenalin aku Putri Biru, putri langka penggemar kopi dan bau petrikor. Agak aneh ya namanya. Ya, aku tahu dan aku ingin namaku tetap menjadi rahasia semesta, Kak.

Kalau surat ini berhasil sampai ke Kak Galla dan dibaca sama Kakak, artinya percaya sama yang namanya kebetulan itu nggak salah. Suratku berarti tidak terjatuh di dalam hutan yang tidak dihuni manusia, tidak pula selamanya menggantung pada kaki merpati. Aku beruntung, Kak. Awalnya aku mau ketemu sama Kakak, tapi karena waktunya belum berpihak, paling nggak Kakak baca tulisanku.

Jadi aku punya satu cerita menarik, Kak. Cerita ini mungkin agak sensitif buat mereka yang lagi ngalamin fase sama sepertiku. Tapi, dengan aku tulis cerita ini aku semogakan mewakili perasaan-perasaan lara di balik tawa.

Ada waktu kita merasa bahagia. Ada waktu kita merasa keadilan tidak pernah ditegakkan di dunia. Ada waktu kita menangis dan terluka. Ada waktu pula di mana manusia mencapai titik terendahnya. Kalau sudah begitu, aku berpikir bagaimana sistem semesta bekerja untuk menyayangiku? Apa aku ini benar dianggap ada? Atau hanya sebatas kerikil kecil di pinggir jalan yang tidak dihiraukan keberadaannya. Kerikil malang yang sering disalahkan bila ada manusia tidak berhati-hati lalu tersandung karenanya.

You're Not Alone (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang