23. Nandita, Yaka, dan Kotak Impian

51 35 0
                                    

Halo ketemu lagi!

Mana dong ini pembaca You're Not Alone?

Yuk tekan bintangnya dulu

Follow instagram @ceritanora dan follow wp juga ya

Selamat membaca

Bonus dari Yaka dan Fayre

Bonus dari Yaka dan Fayre

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi buta berangkat. Menaiki bus pertama di hari itu dan turun di halte. Turun saja tidak ke mana-mana. Fajar belum memudar. Dingin masih menyeruak ke tulang-tulang tapi itu tidak jadi masalah. Netra melepas pandang pada kendaraan yang mulai memadat. Jakarta yang tak pernah tidur. Jakarta terjaga bersama orang-orang sedih. Sepanjang malam, menghapus kantuk dengan segelas kopi. Jakarta dan kopi tak luput akur, pereda sunyi walau sendiri.

Terbayang audio di tanggul. Saat suara berat tapi membuat candu memenuhi pendengaran kalau saja kata-katanya tidak memberikan kesan membekas. Terbiasa berpikir logis ia menerawang jauh. Jauh sekali sampai ke beberapa waktu lalu, agak lama. Perempuan memikat hati itu penyuka siniar melankolis. Setiap hari dengan earphone putih tidak pernah melewatkan seolah kata-kata itu tidak membosankan meskipun didengar berulang-ulang. Sejak dulu Nandita berkeinginan bertemu dengan penyiar itu, tapi mengapa suratnya bisa sampai? Apa Nandita sudah bertemu? Kabar angin di sekolah menerjang bak badai memorak-porandakan siswa tentang Kotak Impian. Seperti apa, di mana? Hal seperti itu biasanya lebih digemari anak perempuan, ia tidak tertarik. Kedai Romansa jadi titik terang tentang kotak kaca penghancur sedu. Kotak yang setiap hari silih berganti terisi lembaran surat. Banyak yang mengendap di sana dan mungkin, selamanya. Dipikir, bila ia memasukkan satu surat, apa kelak penerima akan membaca? Perihal sampai atau tidak, ia bergantung pada nama, Kotak Impian.

Selembar kertas dan rangkaian aksara jadi teman hingga matahari menyorot hangat. "Aku nggak punya amplop. Bagian terpenting dari surat bukan kemasannya, tapi isi." Seraya melipatnya dua kali.

"Nggak tertantang menyaingi Ketua OSIS yang bakar laboratorium, Ka?" Perempuan baru turun dari bus mengalihkan atensi. Jam sekolah akan dimulai sebentar lagi dan ia masih duduk di halte.

"Kamu juga hampir."

"Ayo masuk."

"Duluan saja nggak apa-apa."

"Nggak masuk?"

"Mau ke depan sebentar." Sambil menunjuk Kedai Romansa.

Fayre mengerutkan kening heran. "Sepagi ini? Mau ngapain? Reservasi buat sweet seventeen?"

"Kamu tahu ulang tahunku? Menguntit, ya?" Langkah tegap itu ia bawa pergi teriring tawa menggoda yang sukses membuat perempuan ini merah padam.

"Dari papan absensi kelasmu, tahu!" Astaga, kenapa malah jadi sensitif begini.

You're Not Alone (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang