Hola balik lagi
Boleh dong vote-nya doloe, komen juga boleh hehe
Dukung terus You're Not Alone dan semoga nggak bosen, ya.
Follow instagram @ceritanora dan follow juga wp ku
Selamat membaca
Galla
18 tahun ia hidup, belum ada raut wajah yang bisa ia kenali dan itu sangat menyedihkan. Bahkan raut seseorang yang sudah mengorbankan nyawa demi kelahirannya, wanita tangguhnya, ia belum melihat. Saat kecil, Mama memegangi tangannya yang kemudian di bawa meraba setiap sudut wajah Mama. Sampai sekarang, rindu Mama, pengin peluk Mama, Galla hanya bisa mengelus telapak tangannya sendiri. Mengingat dulu telapak tangan ini membelai wajahnya."Ini mata Mama, mata yang selalu ingin melihat Galla."
"Ini hidung Mama, yang bikin Mama tahu keberadaan Galla karena aroma yang khas."
"Ini bibir Mama, yang memberikan Galla kecupan sayang."
"Dan ini pipi Mama, yang nyaman banget kalau Galla tangkup begini."
"Tapi pipi Mama basah, Mama menangis? Karenaku?"
Mama selalu membasahi pipinya dengan sedu ketika Galla menjelajah wajahnya dengan pilu. Kalau waktu berpihak dan mengulang satu kali lagi, mungkin bukan Mama yang melelehkan air mata, tapi Galla sendiri.
Ahli psikologi mengatakan bahwa temperamen dipengaruhi beberapa faktor selain genetika atau bawaan sejak lahir, bisa karena keadaan lingkungan yang membentuk kepribadian seperti pola asuh orang tua, bisa pula karena kontrol emosi yang belum sempurna, atau dipengaruhi oleh kondisi fisik seseorang. Beberapa mengatakan bahwa penyandang disabilitas mempunyai temperamen buruk, yang seringkali mengekspresikan emosi dalam bentuk amarah. Sebenarnya itu pemikiran yang salah, karena yang namanya temperamen, kepribadian, adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan perasaan dan emosi, yang tertanam kuat dalam diri manusia, tanpa memandang manusia normal atau memiliki kekurangan.
Kakak mengajarkan banyak hal, tentangnya yang kelak tidak boleh berhati kasar. Kelak ia harus tumbuh menjadi laki-laki berhati lembut yang lapang hatinya, selapang-lapangnya. Ia bukan laki-laki pemarah dan sensitif. Namun ada waktu ia merasa persoalan biru sudah tidak bisa disimpan dalam hati. Ia butuh ekspresi, dan lelehan sedu berpadu kata-katanya yang tetap lembut apalagi membentak jadi kasih tunjuk pada semesta. Semesta mereka yang disibukkan garapan, bukan semestanya yang gelap.
Ia terlampau melankolis.
"Galla ...." Mama Amara datang membelai lembut surai hitam legamnya. Seseorang tengah terduduk di kursi halaman rumah yang dinaungi pohon besar. Pikirannya kosong, lepas bersama angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Not Alone (END)
Teen FictionA Blue Story by Nora "Jika kita saling menggenggam, maka aku tidak menemukan alasan takut sendiri." Entah mana yang lebih menyakitkan, sendiri atau dicintai. Katanya cinta akan menghidupkan yang semula telah lama hilang. Tapi cinta itu mematikan, k...