48. Galla dan Permainan Semesta

49 36 1
                                    

Halo! Maaf ya, kemaleman:(

Yuk tekan bintangnya, jangan lupa follow instagram @ceritanora dan follow wp juga, ya!

Selamat membaca

Dari Galla

"Mama mau ke mana?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mama mau ke mana?"

Meskipun tidak melihat, tapi ia tahu Mama melangkah di samping melewatinya. Aromanya sangat khas, bau mint yang segar.

"Hari ini Mama akan berangkat ke Shenzhen, kamu di rumah baik-baik sama Kakak, ya. Uang bulanan akan Mama kirim nanti."

Suara koper yang ditarik, bergesekan dengan lantai semakin membuatnya tahu keberadaan Mama. Terhenti diambang pintu, Mama memasang raut sendu memandang putranya yang entah sejak kapan sudah tumbuh sebesar ini.

"Bukannya bulan depan? Kenapa berangkat lebih awal? Lalu, waktu itu mama bersikukuh mengajakku sama Kak Bian pergi bersama. Mengapa sekarang Mama pergi sendiri?"

"Bukannya kamu juga nggak mau ikut Mama? Bukannya seharusnya kamu senang tinggal di Jakarta? Mama akan pergi tanpamu, tanpa Kakak, sendiri. Nggak apa-apa, Mama nggak punya cukup kuasa memaksa anak-anak yang sudah dewasa."

"Papa sudah meninggalkanku sejak lama dan nggak kunjung kembali. Lalu Mama juga mau meninggalkanku?"

"Mama akan kembali setelah hatimu siap, Mama akan jemput kamu suatu hari."

"Apa bedanya Mama dengan Papa kalau setiap perpisahan hanya memberi suap janji? Bagaimana bisa menganggap mudah soal jaminan yang tidak pasti itu? Bagaimana kalau Mama pergi dan nggak akan pernah kembali lagi? Seperti Papa? Lalu, apa gunanya melahirkan dua anak yang hidup dengan bergelimang harta tetapi harus mengemis kasih sayang dan kebahagiaan?"

Banyak orang menderita karena cinta. Entah itu cinta anak muda atau cinta orang tua. Namun, tempat berpulang yang sebaik-baiknya adalah keluarga, tetapi keluarganya bukan lagi rumah. Cinta keluarga berserakan dan tidak utuh lagi. Bagaimana cara memungut kepingan-kepingan itu, menyatukannya, merajut kembali menjadi cinta bulat yang saling melengkapi? Kalau sudah begini, bagaimana ia bisa memulai cinta yang lain sedang cinta yang paling dasar justru mengantarkannya pada kekosongan?

"Tapi Mama bukan Papa!" Kalimat itu tegas dikeluarkan. Mama berbalik lantas merengkuh anak bungsunya dengan sayang.

Galla justru diam dengan mata bersimbah air mata. "Di dunia nggak ada yang meninginkanku, cepat atau lambat, entah di awal atau akhir, atau pertengahan, satu persatu meninggalkanku seorang diri. Kekosongan jiwa lebih menyakitkan daripada nggak bisa melihat cahaya bumi."

You're Not Alone (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang