Halo teman Galla dan Semesta!
Jangan lupa tekan bintangnya, ya! Follow instagram @ceritanora dan follow wp juga!
Selamat membaca
Dari Galla
Hari ini Galla dan Nandita mengunjungi gedung entertainment untuk berkonsultasi tentang naskah program yang memasuki tahap penulisan skenario. Datang dan pergi, sering mondar-mandir di mari. Setelah poster pengumuman tentang audio Kado 17-ku yang akan diangkat visual keluar, teman berkedok penggemar bukan lagi sosok lembut yang dipikirkan, tetapi berubah menjadi monster yang setia mengincar. Di depan gedung sudah banyak orang-orang menunggu dan tahu bahwa idolanya seorang tunanetra, bahkan mengira Nandita adalah kekasih idolanya. Hidupnya benar-benar tidak normal, setiap keluar harus tertutup dan kadang-kadang lari menghindari para penggemar yang seperti menyerang itu. Beberapa meminta tanda tangan dan berfoto, beberapa memotret diam-diam.
Usai lari dari orang-orang itu, Nandita setia menggandeng Galla keluar dari kerumunan dan membawanya pergi jauh. Tempat yang sepi orang, oksigen mudah di hidup di sisi kota sini.
"Nan, saya sedang bingung."
"Bingung itu seperti temaram, Kak. Pembatas." Ia tersenyum membawa sosoknya terduduk. "Sini, duduk dulu, dibenahi kebingungan Kakak. Karena Kakak nggak bisa lanjutin perjalanan dulu."
"Saya benar-benar nggak tahu, Nan. Saya kelewat bingung."
"Coba cerita pelan-pelan, Kak. Lega menunggumu."
"Nan, apa pergi itu persoalan yang mudah?"
"Pergi bisa jadi hal mudah, tapi juga bisa jadi hal yang susah. Kalau perginya punya tujuan nggak jadi masalah, kalau perginya tanpa arah, itu yang jadi khawatir. Manusia bisa tersesat bila nggak tahu langkah."
"Hidup dan konsekuensi, ternyata begitu pasangannya."
Hatinya bimbang. Mama mengajaknya pergi dan membangun mimpi baru di negeri luar. Kenapa Jakarta membuatnya sulit? Ke mana pun ia perginya, hatinya tetap dalam satu titik yang entah sejak kapan menjadi sebuah pusat. Jakarta, kota keramaian yang menyebalkan dan segala kisah birunya. Namun, Jakarta berubah nuansa, menjadi kota manis dengan cerita yang dimulai di halte dan berkembang di Kedai Romansa.
"Kenapa bilang begitu? Kakak mau pergi?" Rautnya berubah sendu.
"Saya pernah bilang padamu, Nan. Untuk menemanimu, untuk tidak pergi, untuk di sini saja dan tidak ke mana-mana."
Kadang, laut itu penipu. Ketenangan tak selalu membawa kedamaian. Angin penyebabnya. Menyapu air menimbulkan ombak. Baginya, ombak adalah kekhawatiran yang tidak diketahui. Memang begitu, biru yang kejam.
"Kak, kalau suatu saat Kakak punya mimpi yang mengharuskan Kakak melangkah maju dan meninggalkan pusat ini, jangan dijadikan khawatir, ya. Kakak boleh pergi, malah harus pergi. Kita bisa sama-sama menunggu untuk hari berikutnya, hari kita dipertemukan ulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Not Alone (END)
Teen FictionA Blue Story by Nora "Jika kita saling menggenggam, maka aku tidak menemukan alasan takut sendiri." Entah mana yang lebih menyakitkan, sendiri atau dicintai. Katanya cinta akan menghidupkan yang semula telah lama hilang. Tapi cinta itu mematikan, k...