Hola Minggu ditemenin You're Not Alone, nih!
Spam komen pembaca You're Not Alone dong!
Tekan bintangnya!
Follow instagram @ceritanora dan follow wp juga ya....
Selamat membaca
Dari Galla dan Nandita
Akhir-akhir ini penyakit Papa sering kambuh padahal belum lama kontrol rutin. Mengetuk pintu kekhawatiran Nandita yang menyambutnya penuh biru lagi. Papa terbaring lemah di kamar. Wajahnya pucat tanpa rona, tubuhnya kian kurus. Prihatin mendera. Kalau sakitnya bisa dibagi, mungkin Papa tidak sakit sendirian. Papa menanggungnya dengan ikhlas sebagai bentuk konsekuensi masa mudanya dulu.
"Dokter bilang apa tentang kondisi Papa, Ma?" tanya Nandita membantu membereskan baju yang siap dikemas.
"Ya begitu." Begitu bagaimana? Wajah Mama datar sama sekali tidak berekspresi.
"Papa baik, kan?"
"Dokter bilang stadium kanker Papa sudah sulit diobati. Perawatan tetap bisa memperpanjang harapan hidup dan bisa meredakan sakit Papa, tapi tidak untuk sembuh."
Sekian detik menahan napas, terembus tanpa lega justru sesak, sakit. "Tapi Papa bisa bertahan, Ma. Nandita yakin itu."
"Entah mana yang lebih pantas menggambarkan, bertahan atau menunda."
"Ma! Mama jangan ngomong gitu. Aku sayang Papa, Mama juga sayang, kita tetap di sini, kita nggak ada yang pergi."
"Papamu sudah sakit, Nan. Sakit sekali. Harapan hidupnya nggak lama lagi, cepat atau lambat waktu mengikis segalanya dan hilang jadi akhir. Kita hanya tinggal menunggu."
"Jadi Mama lebih percaya dokter daripada Tuhan? Yang kasih hidup Tuhan, Ma. Yang berkuasa hidup dan mati. Dokter itu bohong, kejam, karena berani mematahkan hati pasiennya sendiri sambil bilang umur nggak akan lama lagi dengan begitu enteng."
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Not Alone (END)
Teen FictionA Blue Story by Nora "Jika kita saling menggenggam, maka aku tidak menemukan alasan takut sendiri." Entah mana yang lebih menyakitkan, sendiri atau dicintai. Katanya cinta akan menghidupkan yang semula telah lama hilang. Tapi cinta itu mematikan, k...