41. Nandita dan Kembang Api

41 27 0
                                    

Double update!

Yuk tekan bintangnya dan jangan lupa follow instagram @ceritanora dan follow wp juga, ya!

Selamat membaca

Dari Nandita dan Fayre

Waktu bergulir menyaksikan mereka tumbuh dewasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Waktu bergulir menyaksikan mereka tumbuh dewasa. Mimpi terajut seperti jaring. Belum sempurna, kekeliruan ada, tetapi semakin berarah jelas.

Ramai-ramai menuju tanggul dipimpin pemuda penebar riang yang suaranya paling semarak siang itu. Paling gembira, sesekali menarik lengan perempuan cantik untuk ikut bersorak tetapi tidak kapok dengan puluhan tolakan.

"Ayo Nan, lupakan sedu nakal itu. Ini harimu, hari kita semua yang bahagia."

Seharusnya ia sadar bahwa tak ada hari yang benar-benar bahagia. Sebab nyatanya kesedihan masih menjadi sosok bayangan hitam, selalu. Namun, ia tidak bisa menolak ketika tiba-tiba Yaka menggendongnya lantas diajak berlari lebih cepat. Keterkejutan ini sudah pasti melunturkan gurat bahagia di belakang sana.

"Ini mau kamu Nan, mau kamu sejak dulu. Berlari untuk lebih cepat sampai tujuan. Dulu aku menganggap bahwa pelan-pelan dan menikmati adalah warna sendiri dalam sebuah perjalanan, tapi sekarang aku berpikir, ternyata kamu benar. Semakin cepat lebih baik karena kita nggak tahu kapan waktu akan berhenti berdetak."

"Yaka, turun!" Ia memukuli pundak seseorang ini brutal. Namun seolah angin lalu, perjalanan paling menyenangkan terus ia lanjutkan tanpa peduli kemauan Nandita.

"Ketika aku memutuskan untuk berani memulai, aku udah nggak bisa berhenti. Jadi tolong, jangan keluarkan kata-kata itu."

Bangunan bak benteng kokoh terlihat pandangan. Semakin terkikis jarak, semakin dekat untuk sampai. Gerombolan anak-anak memenuhi bangunan sejajar sepanjang tepi pantai. Benar bahwa pergi bersama teman jauh lebih menyenangkan daripada sendirian.

Di sebelahnya genggaman tangan tak luput. Sangat erat, sampai lawannya tak bisa mengelak. Ditatapnya raut masam yang tak berona. Ia lebih banyak diam dari hari-hari sebelumnya.

"Aku salah banyak. Sekarang sudah tahu. Sedu mungkin nggak bisa terlupakan begitu saja, tapi hari ini kamu boleh meluapkan emosi itu, Nan. Teriak dan kamu akan lega."

Penuturan Yaka membuat matanya mengabur. Maka saat itu juga dengan segenap hati rapuh yang mendadak teguh, ia membiarkan suaranya berganti menyapa angin. "SEMESTA, KEBAHAGIAAN YANG KAMU SEMBUNYIKAN? AKU INGIN BAHAGIA." Dari nadanya ada harap begitu besar didengar alam.

"AKU MENYUKAIMU." Adalah teriakan paling lantang dari Yaka yang penuh nada ketegasan seolah tak ada yang nampu meruntuhkan pernyataannya.

"Aku menyukaimu." Dari sisi lain agak berjauhan, seseorang menggumamkan kalimat itu padahal yang baru saja ia dengar bukan diperuntukkan untuknya.

You're Not Alone (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang