52. Yaka dan Tugas Akhir

52 42 0
                                    

Gimana, kalian udah nyaman belum sama cerita ini? Maaf ya, kalau banyak kesalahan, nanti akan revisi setelah tamat.

Yuk follow instagram @ceritanora dan follow wp juga!

Selamat membaca

Dari Yaka

"Kenapa ngajak ketemu?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa ngajak ketemu?"

"Cuacanya panas. Segelas jus jeruk untuk kamu yang seleranya nggak tertebak." Kali pertama Yaka memegang tangan Galla kemudian dituntunnya menggenggam gelas dingin itu walau agak canggung. "Aku tahu kamu nggak suka soda."

Katanya menimbulkan kekehan pelan dari sang lawan. "Daya ingatmu kuat sekali."

"Sudah jadi ciri khas paling mendasar bagi jiwa penemu." Ia tetap suka soda dinginnya.

Kedai sudut kota jadi titik temu dua orang yang mulanya saling bertolak belakang. Musim hujan melunturkan ego masing-masing. Bertransformasi menjadi manusia baik untuk memulihkan keadaan.

Tatapan bola mata kosong. Galla tetap memasang raut seperti biasanya, teduh dan menenangkan. Walau di depan ada yang memasang wajah canggung luar biasa.

"Maaf." Satu kata terlontar sangat dalam. Ia tertunduk kemudian.

"Maaf, untuk apa?" Galla tidak mengerti.

"Maaf karena aku pernah nggak sopan tentang kejadian di musim lalu. Seharusnya lebih dewasa, emosiku berantakan saat itu."

"Duh, saya sudah lupa malah. Lagian, marah juga hak kamu. Itu nggak apa-apa, nggak bisa disalahkan. Perasaan butuh ekspresi."

"Dan sekarang aku instrospeksi. Maaf ...."

"Setelah ini kita bisa jadi teman baik kalau kamu mau."

Galla bukan jiwa pendendam. Ia menyukai kehidupan yang baik-baik saja, salah satu caranya mengimbangi cara kerja semesta yang kadang tidak memihaknya dengan menerima. Yaka tertegun, seharusnya Galla marah padanya. Namun reaksi laki-laki itu membuatnya seperti terpental jauh.

"Tunggu, aku harus memanggilmu siapa?"

"Apa aja boleh."

"Termasuk, Kakak? Kak Galla?"

"Terdengar lebih sopan."

"Berarti panggil nama boleh?"

"Nggak, yang tadi saja."

Ramah tamahnya bagus, Yaka merasakan sendiri. Orangnya menyenangkan. Pantas Nandita betah lama-lama bersamanya.

"Aku mau tanya banyak hal tadinya, tapi nggak mau ganggu waktu. Jadi berapa saja."

"Beberapa juga banyak. Katakan."

"Seberapa banyak kamu tahu tentang Nandita? Sudah sejauh mana mengenalinya?" Pertanyaan terlontar mulus dalam satu tarikan napas.

You're Not Alone (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang